JPCC Online Service (2 Agustus 2020)
Memasuki bulan pertama di Agustus, saya berharap kita semua dalam keadaan baik dan sehat dimanapun kita berada. Tema kita di bulan agustus ini adalah Freedom atau Kemerdekaan.
Memang bukan karena kebetulan di bulan ini kita merayakan Kemerdekaan Indonesia. Tetapi juga di bulan ini kita akan belajar mengenai apa artinya kemerdekaan yang kita hidupi sebagai individu, baik dalam keuangan, kesehatan, rohani dan banyak hal.
Opening Verse – Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun. 1 Korintus 6:12 TB
Paulus berkata bahwa dia bebas melakukan apa saja, tetapi walaupun begitu, dia tidak melakukannya karena tidak semuanya berguna baginya.
Pada saat hidup kita kehilangan kemerdekaan, ada pilihan yang harus kita buat agar kita tidak diperhamba oleh suatu apapun. Oleh karena itu, saya namakan judul kotbah saya hari ini sebagai “Break Free”.
Karena, ini adalah sebuah pilihan yang harus kita ambil agar kita bisa menikmati kemerdekaan yang kita miliki. Saya berharap agar melalui Firman Tuhan hari ini, kita bisa mengalami kemerdekaan dari keterikatan secara jasmani, atau kesulitan secara rohani dan emosional.
Ada tiga kata kunci yang menjadi fokus dari pelajaran kita hari ini.
Fokus yang pertama adalah kata Control atau Kendali. Ada banyak orang berpendapat bahwa merdeka itu artinya tidak diatur dan dikendalikan sama sekali. Mereka berpikir bahwa kenikmatan hidup akan ditemukan saat hidup bebas.
Ada banyak orang yang masih tinggal di Rumah orang tua dan merasa tidak bebas, begitu juga dengan pasangan yang sudah menikah.
Pertanyaannya, betulkah bahwa merdeka itu ada disaat sama sekali tidak ada kendali atau control?
Kita tentu mengenal lagu yang dinyanyikan Elsa dalam film frozen dengan lyric sebagai berikut :
“It’s time to see what I can do
To test the limits and break through
No right, no wrong, no rules for me
I’m free“
“Let it go, let it go
I am one with the wind and sky
Let it go, let it go
You’ll never see me cry
Here I stand and here I stay
Let the storm rage on“
Betulkah bahwa “No Right, No Wrong and No Rules” itu artinya merdeka?
Freedom is not the absence of Control.
Merdeka itu bukan berarti hidup tanpa ada kendali sama sekali. Karena jika hidup tanpa kendali, dapat menyebabkan kehidupan kita menjadi lepas kendali dan out of control.
Tetapi Pertanyaannya, Who or What we Control?
Untuk memahami pengertian kendali dan apa kaitannya dalam kemerdekaan yang ingin kita nikmati, saya akan berikan ilustrasi sebagai berikut.

Dalam hidup disaat kita dilahirkam, kita tentu tidak punya kendali sama sekali dan yang punya kendali pada saat itu adalah orang tua kita. Tetapi semakin kita bertumbuh usia, kita mulai mendapatkan kemerdekaan dan perlahan mempunyai kendali atas diri kita.
Saat kita masih bayi, kita bahkan tidak bisa mengendalikan kantung kemih sehingga kita perlu diapers dan harus dipakaikan oleh orang tua kita. Semakin kita bertumbuh dewasa, kita akan punya self control sehingga tidak lagi membutuhkan diapers.
Area yang ada di bawah garis miring freedom, adalah sesuatu yang bisa kita control dan saya namakan “Self”, dan sementara area yang ada di atas garis miring freedom adalah sesuatu yang dikendalikan oleh orang lain atau apapun juga dan saya namakan “Others”.
Dengan kata lain, disaat kita dilahirkan, kita sama sekali tidak punya kendali, dan orang tua kitalah yang mempunyai kendali atas apa yang kita pakai, makan, dan minum. Oleh karena itu Tuhan mempercayakan kita lahir dalam sebuah keluarga karena peran orang tua sangat besar untuk mendewasakan kita.
Itu sebabnya saat Iblis mau menghancurkan hidup kita, yang dia tuju selalu pernikahan dan rumah tangga orang tua kita, maka pertumbuhan kita tidak bisa sebaik yang kita inginkan.
Kita perlu belajar untuk mengendalikan diri karena semakin kita mampu mengendalikan diri maka akan semakin kecil pengaruh orang lain atau apapun juga dalam hidup kita.
Apa yang tidak bisa kita kendalikan akan mengendalikan hidup kita. Itu sebabnya sepanjang kita bertumbuh semakin dewasa, maka kita akan semakin bisa mengendalikan diri dan menikmati kemerdekaan.
Sayangnya ada orang yang bertambah usia, tetapi secara kedewasaan tidak bertambah jauh daripada sewaktu dia dilahirkan. Itu sebabnya banyak konflik kehidupan yang disebabkan karena seseorang tidak mampu mengendalikan apa yang datang dalam hidupnya, dan berakibat apa yang dia tidak bisa kendalikan ini berbalik mengendalikan hidupnya.
Itu sebabnya kita harus mengerti dan menyadari bahwa freedom is not the absence of control
Freedom has Boundaries.
Definisi Freedom dari kamus adalah The Power to act, speak, or think as one wants without hindrance or restraint. Kuasa untuk bicara, bertindak dan berpikir tanpa batasan dan halangan.
Dengan kata lain, Kemerdekaan adalah keadaan yang dimiliki seseorang untuk mencapai kebahagiaan tanpa batas. Betulkah kemerdekaan itu tidak punya batasan?
Tetapi Alkitab berkata bahwa Freedom has Boundaries. Disaat Tuhan mempercayakan Adam untuk mengelola Taman Eden, dia diberikan kemerdekaan untuk memilih apa saja, tetapi tetap ada batasan agar Adam bisa tetap memelihara kemerdekaannya.
Pertanyaannya adalah siapa yang mengendalikannya? Karena segala sesuatu yang tidak mampu kita kendalikan akan balik mengendalikan kita.
Contoh di dalam keuangan, jika kita tidak mampu mengendalikan pengelolaan keuangan kita, maka hutang yang selanjutnya akan memperbudak keuangan kita.
Atau kalau kita tidak bisa mengendalikan cara kita makan, maka nafsu makan kita yang akan membuat kita terikat dan mempenjarakan kita.
Pertanyaannya, Siapa yang sebaiknya kita perlu ijinkan untuk mengendalikan kita?
Supporting Verse – Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. 2 Korintus 3:17-18 TB
Pada saat kita ijinkan Roh Tuhan untuk datang menolong kita, maka kita akan bisa menikmati kemerdekaan.
Supporting Verse – Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”
Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.” Yohanes 8:31-32, 36 TB
Pada saat Roh Tuhan mengendalikan kita atau Kebenaran, Kebenaran menguasai hidup kita. Kita yang dewasa dan sudah mengendalikan diri. Disaat kita selanjutnya menyerahkan kendali itu pada Roh Tuhan dan Kebenaran, maka Roh Tuhan dan Kebenaran akan membantu kita untuk memelihara kemerdekaan yang kita miliki.
Freedom is Truth in Control.
Hal ini akan membawa fokus yang kedua yaitu (Im)Maturity. Kedewasaan yanh akan datang membawa kita untuk menikmati kemerdekaan.
Freedom grows with Maturity.
Contohnya, dalam hubungan pernikahan, itu adalah hadiah luar biasa yang Tuhan berikan kepada kita. Namun pernikahan yang indah ini tidak datang tanpa syarat atau harga yang harus dibayar.
Pernikahan yang indah dan luar biasa adalah penyatuan dua invididu yang dewasa yang sudah memiliki kemerdekaan atau yang utuh dan memilih untuk menyerahkan kemerdekaan dan pilihan bebas mereka, kepada pasangan mereka dan tunduk kepada batasan yang berlaku dalam pernikahan.
Itu sebabnya pernikahan akan menjadi kacau apabila kedua pasangan cukup umur secara jasmani tetapi tidak dewasa dan mementingkan diri sendiri. Lebih repot lagi apabila mereka mempunyai anak yang perlu kedewasaan orang tua untuk membesarkan anaknya.
Maturity comes from accepting responsibility
Itu sebabnya hubungan dalam pernikahan akan menjadi manipulatif kalau hanya salah satu pihak dari pasangan yang mengambil tanggung jawab.
Salah satu contoh dalam kedewasaan dan tanggung jawab adalah sebagai berikut :
Supporting Verse – Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang. Kemudian ternyata murid-murid Yesus lupa membawa roti, hanya sebuah saja yang ada pada mereka dalam perahu. Lalu Yesus memperingatkan mereka, kata-Nya: “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” Maka mereka berpikir-pikir dan seorang berkata kepada yang lain: “Itu dikatakan-Nya karena kita tidak mempunyai roti.” Dan ketika Yesus mengetahui apa yang mereka perbincangkan, Ia berkata: “Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar? Tidakkah kamu ingat lagi, pada waktu Aku memecah-mecahkan lima roti untuk lima ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?” Jawab mereka: “Dua belas bakul.” “Dan pada waktu tujuh roti untuk empat ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?” Jawab mereka: “Tujuh bakul.” Lalu kata-Nya kepada mereka: “Masihkah kamu belum mengerti?” Markus 8:11-21 TB
Jelas sekali ada salah paham yang terjadi antara Yesus dengan MuridNya. Sewaktu di atas kapal, Yesus memperingatkan MuridNya tentang Ragi orang Herodes. Ragi bicara soal pengaruh dan dampak, Yesus memperingatkan muridnya akan dampak orang herodes dan farisi. Sebelumnya, Orang Farisi ini mencobai Yesus dengan meminta tanda, padahal mereka ini adalah pemimpin ibadah.
Yesus memperingatkan MuridNya akan pengaruh mereka yang buruk ini dan bukan berbicara tentang tidak adanya roti.
Seringkali ketidakdewasaan dalam hidup membuat mata kita untuk fokus dengan apa yang tidak kita punya dan miliki. MuridNya Yesus tidak diperingatkan oleh Yesus tentang ketidak adaan roti, tetapi ketidakdewasaan Murid Yesus membuat mereka untuk fokus dengan apa yang mereka tidak punya, bahkan disaat mereka baru saja mengalami mukjizat.
Ini adalah Mental korban atau Victim Mentality, we always justify our unbelieve (spiritual immaturity) by reasoning on what we do not have.
Saya tahu bahwa banyak di antara kita yang sedang bergumul tetapi ini adalah saatnya bagi kita untuk menjadi dewasa, jangan mengambil sikap menjadi korban.
Freedom means having the courage to disconnect from all thoughts of anyone else being responsible for your current situation.
Kita tidak bisa sepenuhnya bebas jika kita belum berani untuk memikul tanggung jawab dalam hidup kita.
Absolute Freedom means Absolute Responsibility
Ciri-ciri ketidakdewasaan adalah menyalahkan orang lain. Ketidakmampuan murid Yesus dalam menghadapi Badai pada saat mereka bersama Yesus ada di atas kapal juga menceritakan hal yang sama.
Sebenarnya mereka adalah orang yang dipercayakan Yesus untuk dapat menghadapi Badai itu. Yesus benar-benar tertidur di tengah ombak dan badai yang besar karena dalam hidup dan dunia Yesus tidak ada badai yang bisa menghalangi Dia untuk bisa menikmati damai.
Apa yang menghalangi kita untuk menjadi susah tidur hari-hari ini?
Yesus tidak kuatir menghadapi Badai dan MuridNya seharusnya juga bisa menghadapi ini. Mereka sebaliknya membangunkan Yesus dan menyalahkanNya.
Supporting Verse – Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Markus 4:37-38 TB
Menarik sekali, Seberapa sering kita menutupi ketidakdewasaan kita dengan mencari alasan, kambing hitam dan menyalahkan situasi dan keadaan apapun juga untuk hal yang kita sendiri gagal dan tidak mampu lakukan.
Saya berharap agar kita semua bisa belajar sesuatu dalam dua poin pertama ini, control atau kendali dan maturity atau kedewasaan, karena dua poin ini sifatnya internal dan ada dalam diri kita.
Poin yang ketiga ini sifatnya eksternal dan datang dari luar, tetapi tanpa dua poin pertama yang sifatnya internal, kita tidak akan punya kekuatan untuk bisa menghadapi apa yang datangnya dari luar. Poin yang ketiga ini saya ambil dari ayat dan kisah berikut.
Supporting Verse – Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: “Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan — jika terjadi peperangan — jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.” Keluaran 1:8-10 TB
Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses. Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang mereka, sehingga orang merasa takut kepada orang Israel itu. Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu. Keluaran 1:11-14 TB
Kejadian ini menceritakan bagaimana Bangsa Israel terus bertumbuh dan bertambah banyak penduduknya, lama setelah Yusuf tidak lagi ada dan Firaun yang memerintah juga tidak lagi mengenal Yusuf dan sejarah yang ada. Dia mulai merasa terancam dengan Jumlah bangsa Israel yang bertambah banyak dan kemudian mengambil kebijakan untuk menekan laju kelahiran dan menindas mereka.
Fokus kata ketiga yang ingin saya pakai untuk menjelaskan kemerdekaan adalah “Menindas” atau Oppression di ayat 11.
Definisi Oppression dalam bahasa inggris adalah dominasi yang ditunjukkan kepada seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk menekan dan mengendalikan mereka secara mental, jasmani, emosional dan maupun secara rohani.
Kisah yang kita baca diatas adalah political oppression atau penindasan secara politis karena ada penguasa yang merasa terancam oleh kelompok masyarakat tertentu.
Ada berbagai jenis oppression dalam hidup, dimana salah satunya berupa religious oppression dimana ada kelompok agama tertentu yang menekan agama lain. Ada juga racial oppression, dimana ada ras dan golongan warna kulit tertentu yang menekan ras dan golongan lain.
Ada juga Economic Oppression, dimana golongan yang kaya menindas golongan yang tidak mampu. Kemudian juga ada Domestic Oppression, dimana ada pasangan yang menekan pasangan yang lain, atau orang tua yang menekan anak mereka sehingga terjadi KDRT.
Tetapi yang saya ingin bahas hari ini adalah Emotional Oppression, Mental Oppression and Spiritual Oppression.
Kita mengalami tekanan mental, emosional, dan rohani. Di dalam Alkitab Perjanjian Lama, pernah ada suatu kisah oleh Nabi Elia.
Supporting Verse – Ketika Ahab memberitahukan kepada Izebel segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi itu dengan pedang, maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.” Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana. Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan , ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!” 1 Raja-raja 19:1-5 TB
Dikatakan bahwa Elia baru saja menyelesaikan perkara yang luar biasa dengan menurunkan Api dari Surga, dan mengalahkan Nabi-Nabi Baal. Begitu dia selesai, dia diancam oleh Izebel bahwa ia akan dibunuh dan dikejar olehnya.
Elia menjadi takut dan lari jauh untuk menyelamatkan nyawanya, sampai suatu hari dia duduk di bawah sebuah pohon dan berkata bahwa dirinya ingin mati. Inilah kejadian dimana pada awalnya dimulai dengan Spiritual Oppression, kemudian menjadi Mental Oppression. Dia mengalami keberadaan dimana dia tidak lagi ingin hidup.
Apapun yang kita gumuli hari ini, jika kita meresponi poin pertama tentang kendali dan menyerahkan hidup kita untuk dikendalikan oleh Kebenaran dan mengambil Tanggung Jawab untuk beranjak dewasa serta tidak menyalahkan keadaan dan siapapun juga, maka saya percaya bahwa kita juga bisa melakukan apa yang Yesus lakukan dengan Murid-muridNya di atas kapal.
Apa yang seharusnya MuridNya lakukan, Yesus yang bangun dan lakukan, dan berkata kepada Badai itu : “Be Still, Settle Down, Quiet, Silence“, atau dalam terjemahannya berarti Peace atau Damai.
Saya percaya bahwa kita juga mampu untuk mengatakan hal yang sama terhadap tekanan dan badai yang datang dalam hidup kita.
Karena apa yang sifatnya eksternal bisa kita hadapi karena kita punya kekuatan internal. Disaat kita menyerahkan kendali dan ketaatan yang menolong kita untuk bisa mempertahankan Kebenaran dalam hidup kita, kita punya kedewasaan dan Tanggung Jawab untuk kemudian berkata kepada Badai kita : “Peace, Be Still and Be Quiet”.
Saya percaya bahwa apapun yang datang menekan kita harus mundur dan Kebenaran akan menolong kita untuk kemudian menikmati Damai.
Meskipun masalah belum selesai, kita kemudian bisa mulai berpikir dan meminta tolong, apa yang bisa kita terus kerjakan agar kita bisa semakin bebas dalam keberadaan kita. Orang yang dewasa berani meminta bantuan kepada orang lain.
Supporting Verse – Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. 2 Timotius 1:7 TB
Pada saat kita mengambil Tanggung Jawab, kita akan menjadi dewasa dan berani meminta tolong. Kekanak-kanakan dan Ego akan membuat kita tidak berani untuk meminta bantuan kepada orang lain.
Pada saat kita memerintahkan Badai untuk diam dalam hidup kita, setelah kita meneduhkan badai itu, jangan berhenti sampai disana dan minta tolong kepada orang sekitar kita. Saya percaya bahwa kita bisa dimerdekakan sepenuhnya dari apapun yang menghadang diri kita.
Jangan berhenti belajar sepanjang bulan ini bagaimana melepaskan diri kita untuk bisa menikmati kemerdekaan yang Tuhan sudah sediakan untuk kita.
Freedom is not the absence of control. Freedom has Boundaries.
Freedom grows with Maturity. Freedom is Truth in Control.
Freedom is Jesus in Control. Obedience protects Freedom.
Itu sebabnya kita tidak mungkin bisa menghidupi kemerdekaan tanpa ada Kebenaran dalam hidup kita. Kemerdekaan dan Keselamatan datang disaat kita berani untuk mengambil tanggung jawab, bukan seperti Adam yang menyalahkan ular dan istrinya disaat berbuat salah.
Tetapi restorasi datang pada saat kita berani mengambil Tanggung Jawab dan berkata “Bapa Di Surga, aku berdosa dan perlu Pengampunan”. Kebenaran akan datang dan memerdekakan kita dari apapun juga yang membatasi dan mengikat kita secara jasmani, mental dan spiritual. Tidak ada yang bisa mengikat kita jika kita ijinkan Kebenaran untuk datang dalam hidup kita.