JPCC Online Service (28 June 2020)
Salam bagi semua keluarga JPCC di Indonesia, saya meminta maaf bahwa saya tidak bisa bertemu langsung untuk menyampaikan kotbah hari ini. Saya tahu bahwa dibutuhkan sesuatu yang besar seperti Pandemi untuk menghentikan saya agar bisa berkotbah secara langsung ke JPCC.
Jadi hari ini saya akan berkotbah secara virtual, yang merupakan “new normal” di masa sekarang ini. Saya akan memulai kotbah saya dengan ayat berikut.
Opening Verse – In my Father’s house are many rooms. If it were not so, would I have told you that I go to prepare a place for you? John 14:2 ESV
By wisdom a house is built, and through understanding it is established; through knowledge its rooms are filled with rare and beautiful treasures. Proverbs 24:3-4 NIV
Judul dari kotbah saya adalah “6 Rooms that are missing from God’s house”. Selama 30 tahun saya sudah memimpin gereja lokal yang sama dan ada di sisi utara bagian inggris yang disebut sebagai Life Church.
Selama lebih dari 30 tahun saya juga sudah berkeliling dunia ke banyak gereja, dan saya sering merasakan bahwa adanya kekurangan kamar, kamar yang saya maksud disini adalah istilah metafora dari ruangan yang kita siapkan di gereja untuk berbagai jenis orang.
Orang-orang yang datang ke gereja dan berpikir apakah kita punya ruangan untuk mereka, bukan dalam bentuk fisik seperti kursi, tetapi apakah kita punya ruangan untuk jenis dan tipe orang tersebut, dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Apakah kita punya ruangan untuk orang yang mempunyai latar belakang yang complex? Dimana sebetulnya kita juga berada dalam kondisi seperti itu sebelumnya.
Dan pastinya gereja saya dulu sempat mengalami halangan dalam menjangkau beberapa jenis atau golongan individu. Di dalam kasus kami, itu adalah “white, middle class people”, golongan yang tidak direpresentasikan dalam demografi kota kami.
Hal ini begitu mengganggu saya dan membuat kami memulai untuk menjangkau komunitas miskin, orang-orang yang secara sosial dan ekonomi begitu berbeda dengan kami pada umumnya.
Pada saat itu juga Gereja kami menjadi tergoncang karena adanya gerakan ini, karena bagi saya, golongan ini tidak terjangkau sebelumnya di gereja kami.
Inilah yang menurut saya terjadi di banyak gereja, bahwa kita seperti mempunyai ruangan untuk semua jenis orang di kotbah virtual kita, di dalam teologi kita, di dalam kotbah kita, di dalam lagu penyembahan dan doa kita, sepertinya dari semua ini kita selalu punya ruangan untuk semua orang.
“Come as you are”, adalah hal trendi di dalam gereja yang sering disosialisasikan di seluruh dunia, tetapi ada perbedaan yang begitu mencolok antara menunjukannya di depan kaca toko kita dan dengan menyimpannya di dalam lemari toko kita, dimana orang-orang datang dengan ekspektasi akan hal tersebut.
Sebagai gereja, kita selalu mengundang semua orang karena itu adalah suatu hal yang mudah untuk dilakukan dengan kotbah, pengajaran, doa dan lagu penyembahan. Tetapi disaat ada seseorang yang datang ke gereja dan begitu berbeda dengan kita, itu adalah suatu hal yang berbeda karena kita harus hidup bersama dengan mereka dab menanggung beban yang ada. Itulah masalah yang ada di gereja saya.
Kita tidak punya banyak ruangan di gereja, versi saya dalam ruangan Bapa dalam ayat diatas yang ada di gereja saya di Bradford, dimana saya sudah berkotbah selama beberapa dekade, gereja kami tidak punya banyak ruangan, ruangan yang ada begitu mudah diprediksi dan dipilih oleh orang yang mirip dengan kami.
Gereja ini juga didekorasi oleh orang seperti kami, dan Salomon berkata bahwa “Knowledge fills the room lf the house with rare and beautiful treasures”.
Kita tidak mempunyai “rare and beautiful treasures”, treasures yang ada begitu mudah diprediksi dan sama satu dengan yang lain. Kita kehilangan variasi berbagai jenis orang yang Tuhan begitu kasihi dan berikan nyawaNya kepada kita semua.
Tentu saya juga mau tekankan bahwa tidak semua gereja kehilangan ruangan atau kamar yang saya maksud diatas. Saya tahu gereja kalian, JPCC adalah gereja yang luar biasa dan merupakan salah satu gereja favorit saya di dunia.
Saya tentu tidak mengatakan hal ini ke semua gereja, saya tahu bahwa JPCC punya banyak ruangan di gereja, tetapi saya selalu percaya bahwa selalu ada hal yang bisa dikembangkan bagi kita semua.
Salah satu hal yang mau saya sampaikan sebelum saya menjelaskan 6 kamar yang tidak ada dari Rumah Tuhan adalah bahwa Rumah yang dimaksud ini adalah Rumah Bapa, dan ini bukan rumah kita secara pribadi, dan bukan rumah secara golongan, orang miskin atau orang kaya, golongan berdasarkan warna kulit, pastor, pemimpin, pemerintah, tradisi, tim PW, atau denominasi gereja, tetapi rumah yang dimaksud adalah Rumah Bapa dan Rumah Tuhan, dan Rumah Tuhan selalu mengundang semua golongan dan kategori yang ada di bumi.
Acceptance preceeding Change, karena Tuhan Yesus selalu mengundang semua orang tanpa meminta mereka untuk berubah. Dan sekarang Gereja di tahun 2020, secara teologi kita mengundang semua golongan tetapi pada saat bersamaan kita juga menjadi terlalu sibuk untuk mengubah orang agar mereka bisa diterima. Tuhan tidak pernah melakukan itu kepada kita sebelumnya.
Ini adalah Rumah Bapa dan bukan Rumah Maria atau Martha. Yesus begitu menyukai rumah Lazarus, Martha dan Maria. Secara sejarah, mungkin kita agak sedikit keras terhadap Pribadi Martha karena dia selalu dilihat sebagai seorang yang terlalu khawatir, stress dan ‘drama queen’.
Maria sebaliknya begitu menyukai dan fokus kepada Yesus. Disaat Martha meminta Maria untuk membantunya di Dapur, Yesus berkata kepadanya bahwa Maria sudah melakukan hal yang baik.
Dari kejadian ini, selalu dikotbahkan bahwa kita harus menjadi Pribadi yang seperti Maria, dan jangan terganggu dan fokus dengan hal di belakang layar seperti Martha. Tetapi Alkitab berkata bahwa Yesus mengasihi Maria dan Martha.
Keduanya penting dan dikatakan juga di Alkitab bahwa Rumah dimana kejadian itu terjadi adalah Rumah Martha. Maria menyembah Yesus di dalam Rumah yang disediakan oleh Martha, oleh karena itu keduanya penting.
Demikian juga kalau saya sambungkan ke konteks gereja, saya pernah ke gereja dalam konteks “Maria”, ini adalah gereja yang mungkin lupa untuk menjemput saya di airport karena terlalu fokus dengan penyembahan di gereja. Sebaliknya saya juga pernah datang ke gereja dalam konteks “Martha”, dimana mereka begitu terstruktur dan profesional dan menyebabkan bahwa secara tidak langsung tidak begitu terlihat aspek penyembahan kepada Tuhan yang kentara.
Jadi Rumah Bapa adalah keduanya, iklim yang ada harusnya adalah Kasih dan Penerimaan. Rumah Bapa juga seharusnya tidak ada kunci dan mempunyai banyak ruangan bagi setiap orang yang datang kepadaNya.
Jika kita ingin mewawancari anak sulung dan bungsu dalam kisah anak yang hilang (the prodigal son), maka keduanya akan mempunyai dua versi yang berbeda. Anak yang bungsu atau hilang akan berkata bahwa “Ya, saya sudah berbuat salah dan tidak layak untuk tinggal di Rumah Bapa”.
Sebaliknya anak yang sulung akan berkata “Saya tidak berbuat salah, dan saya layak untuk tinggal di Rumah Bapa dan menikmati apa yang ada disini”.
Tetapi Sang Bapa bisa berkata “Kalian berdua sudah berbuat salah, tetapi aku mengasihi kalian berdua dan diterima disini di Rumah Bapa”.
Semua ini tergantung dengan pengalaman dan hubungan kita dengan Bapa di Surga, karena kita semua diundang dan dikasihi di Rumah Bapa.
Sekarang, saya ingin menjelaskan tentang 6 Kamar atau Ruangan yang hilang di Rumah Tuhan.
Pertama, adalah Panic Room. Ada sebuah film dengan judul yang sama dan dibintangi oleh Jodie Foster. Panic Room adalah suatu hal yang baru bagi kita yang tinggal di negara barat, tetapi hal ini mulai banyak dibangun dan jumlahnya semakin banyak.
Panic Room adalah ruangan dimana setiap anggota keluarga bisa lari kesana. Itu adalah suatu area “lockdown”, dimana kita bisa ke area lockdown di dalam rumah sendiri, dan kabur dari orang asing yang masuk ke rumah secara paksa.
Di dalam panic room, biasanya kita akan bisa terhubung langsung ke polisi, dan kita akan bisa merasa aman dari segala bahaya di dalam Panic Room.
Saya gunakan ini secara metafora karena di dalam gereja, kita butuh ruangan dan tempat bagi orang yang sedang merasa panik dalam hidup mereka.
Pernahkah kita berada dalam situasi panik dan stress? Terutama di masa pandemi seperti sekarang ini dan bagaimana hal ini bisa berimbas dalam kondisi mental kita. Orang yang merasa terbebani dalam hidup akan merasa seperti sedang tenggelam.
Mungkin mereka telah berbuat sesuatu yang buruk dan merasa takut bahwa jika ada orang di gereja yang mengetahui hal itu, maka mereka tidak akan diundang lagi. Filosofi mereka tentang Tuhan mungkin berupa jika mereka telah berbuat salah, maka mereka tidak bisa berada di Rumah Tuhan.
Banyak orang bergumul dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), dan bergumul dengan trauma yang emosional dari pengalaman hidup mereka, dan bisa menderita “Panic Attack”.
Orang yang bergumul dengan hal ini seringkali tidak mendapat ruangan di gereja. Kita secara tidak sadar merasa tidak nyaman jika berada di sekeliling mereka dan tidak mengundang mereka.
Orang-orang yang bergumul dengan PTSD bisa menjauhi gereja karena mereka merasa bahwa kita tidak cukup kuat, bereempati, dan tidak berani terbuka untuk menerima mereka sebagaimana mereka adanya.
Musa juga mengerti akan hal ini di dalam Kitab Imamat. Tuhan mengatakan kepada Musa untuk membuat 6 kota bagi orang yang tersingkir atau refugees. Kota ini menjadi seperti Panic Room, karena mereka dinominasikan dan dinamakan, dan orang yang ditempatkan di kota ini akan mendapat imunitas dari berbagai hukuman atau balas dendam sampai ada waktu yang ditentukan untuk melakukan sidang hukum yang sah terhadap mereka.
Seringkali kita juga membutuhkan hal yang sama, yaitu Panic Room. Apakah kita punya ini di dalam hubungan kita dan di gereja? Setiap gereja memerlukan Panic Room.
Kedua, Gereja juga memerlukan “Messy Room“. Setiap rumah pasti ada messy room atau ruangan yang berantakan, dimana saat kita buka pintu, maka akan ada beberapa barang yang berjatuhan. Ini tentu bukan kamar atau ruangan yang patut dilihat atau ditunjukkan kepada tamu.
Tetapi Gereja perlu memperbolehkan adanya ketidakrapihan atau keberantakkan yang ada dalam hidup. Disaat ada seseorang yang sedang melalui periode kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, kebingungan dan tidak aman, atau disaat mereka sedang menghadapi masa transisi yang rumit, kita sebagai kepanjangan Tangan Tuhan perlu untuk bisa menjangkau dan menerima mereka.
Pesan yang disampaikan tidak harus selalu berupa hitam atau putih dan formulatif, karena jika kita terlalu fokus dengan itu, bisa jadi kita secara tidak langsung menolak dan tidak bisa menjangkau orang-orang yang sedang melalui masa transisi atau periode hidup yang penuh dengan ketidakpastian.
Kita perlu memberikan ruangan kepada mereka, agar mereka bisa datang dan merasa tidak dihakimi. Kita perlu tahu bahwa kita bisa merasa percaya diri dan juga merasakan ketidakpastian pada saat yang sama. Itulah “messy”, kita bisa terlihat kuat dan juga emosional pada saat yang sama. Itulah “messiness” atau ketidakpastian dalam kemanusiaan kita.
Kita bisa mengasihi orang dan juga bisa merasa lelah akan mereka. That’s messy but there’s an allowance for that. Perlu ada perbatasan antara order dan chaos atau ketidakpastian, dan perlu adanya messy room untuk membiarkan orang tahu bahwa “Come as you are, it’s okay”.
Yesus dikelilingi oleh orang-orang yang hidupnya berantakan dan penuh ketidakpastian, termasuk juga para muridnya yang hubungannya juga berantakan denganNya terutama dalam miskomunikasi dengan apa yang dikatakan oleh Yesus. Tetapi Yesus memperbolehkan hal itu agar mereka bisa bertumbuh. Oleh karena itulah, Kita perlu Messy Room di dalam Rumah Tuhan.
Ketiga, adalah X-Ray Room. Ini tentu adalah metafor tentang ruangan di gereja dimana kita bisa mengalami percakapan yang genuine atau apa adanya, melakukan “MRI-Scan level conversation” tentang hal yang perlu dibahas di dalam gereja.
Karena jika tidak, percakapan dan komunikasi kita di gereja akan menjadi terlalu superficial atau shallow (datar). Sebagai Pastor selama beberapa dekade, saya sadar bahwa banyak orang yang datang kepada saya untuk meminta saran.
Saya melihat bahwa banyak orang mentransfer masalah Pribadi mereka kepada pemimpin gereja, percakapan ini akan menjadi jauh lebih mudah jika kita bisa melakukannya dengan apa adanya, atau saya sebut x-ray level conversation.
Seperti halnya Yesus yang menyangkal Petrus disaat dia menyatakan bahwa dia tidak akan pernah mengkhianati DiriNya. Itu cara Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa itu adalah hal yang normal.
Keempat, kita perlu Play Room. Terutama dengan segala hal yang terjadi di sekeliling kita. Saya tahu bahwa ada masa dalam kepemimpinan saya di gereja dimana saya luput untuk melakukan ini karena terlalu sibuk dengan hal yang ada di belakang layar, dan membuat saya tidak bisa menikmati presentasi dan acara yang sedang berlangsung di gereja.
Saya menemui banyak karakter Eeyore dan Tigger dalam Winnie the Pooh, pemimpin gereha atau orang percaya yang schizophrenic yang bisa menjadi pribadi Tigger yang penuh sukacita disaat hari minggu, tetapi sisanya dalam keseharian mereka bisa menjadi pribadi Eeyore yang penuh kepanikan.
Kita bisa menjadi panik, berantakan, dan juga melakukan x-ray conversation di dalam gereja. Tidak ada orang yang selalu bahagia karena kita akan melalui berbagai musim dalam hidup.
Di dalam Rumah Tuhan, perlu ada Play Room, dimana ada aspek fun, foolishness, joking, liberty, light-heartedness and joy. Ini seharusnya menjadi budaya di gereja. Karena kita tidak berhenti bermain disaat kita bertumbuh dewasa. Sebaliknya kita menjadi tua disaat kit berhenti bermain.
Kelima adalah Changing Room, kita butuh ruangan di gereja dimana kita bisa berubah, dan menemukan dan merubah identitas kita. Karena kita bukan orang yang sama dalam hidup kita.
Kadangkala disaat orang sedang berada dalam fase ini, berubah menjadi pribadi yang berbeda dan merubah pertemanan dan perspektif hidup kita, kita akan mengubah nilai dan kebiasaan kita dan saat melalui fase ini, orang-orang disekeliling kita bisa menjadi takut atau tidak nyaman.
Sebagai Pastor, saat saya melalui fase perubahan ini, saya tahu bahwa saya bukanlah orang yang sama dari minggu ke minggu, dan itu cukup menggangu saya disaat ada orang yang berpikir bahwa saya butuh waktu istirahat atau sabbatical.
Oleh karena itu menurut saya kita perlu changing room di dalam gereja saat kita sedang melalui fase perubahan ini. Agar kita bisa memperbaharui diri kita tanpa merasa kita perlu meninggalkan gereja terlebih dahulu dan kembali setelah melalui fase perubahan ini.
Karena itulah “Messy Room” juga menjadi penting, kita bisa tinggal dan konsisten di dalam gereja. Changing Room adalah hal yang perlu ada di dalam gereja.
Ruangan terakhir adalah Spare Room, kita butuh ruangan agar ada orang yang bisa datang dan tinggal meski tidak secara permanen.
Baik secara minggu atau bulan, mungkin peranan yang mirip dengan rumah asuh atau foster care. Di dalam gereja, kebanyakan dari kita sudah begitu baik dengan “newborns”, orang yang lahir baru di gereja.
Tetapi menurut saya kita perlu mengembangkan area foster care bagi orang-orang yang sedang melalui suatu fase. Mereka mungkin tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang tua mereka, tetapi mereka perlu datang kepada kita untuk mengalami pemulihan pada suatu musim.
Mereka mungkin sudah menyatakan bahwa mereka tidak akan tinggal dan bertumbuh di gereja ini, dan beberapa pemimpin gereja mungkin tidak menyukai hal ini karena mereka sudah memberikan waktu dan pelayanan mereka.
Ketahuilah bahwa Yesus memberikan yang terbaik kepada setiap orang yang datang kepadaNya, bahkan kepada orang yang juga ingin menyalibkan DiriNya.
Kita perlu mengkomunikasikan dan memberikan ruangan di gereja bagi orang-orang ini, bahwa kita tidak peduli jika mereka bukan bagian dari gereja dan tidak bertumbuh disini, ketahuilah bahwa kita tidak ada disini untuk hubungan yang sifatnya “one size fits all”. Tetapi kita ada disini untuk memberikan yang terbaik, mengundang dan berharap agar mereka bisa mendapat pengalaman yang baik saat berada di gereja.
Ketahulah bahwa Kita membutuhkan Spare Room, a foster care kind of love di dalam Rumah Tuhan. Thanks for your time and I’ll hope to see you again soon. God Bless!