Truth & Distortions By Ps. Alvi Radjagukguk

JPCC Online Service (12 September 2021)

Salam damai sejahtera bagi setiap jemaat yang dikasihi Tuhan. Saya yakin hari ini, Saudara sudah istirahat tadi malam, bangun dengan segar, siap beraktivitas atau sudah beraktivitas dan bersemangat menyambut hari atau minggu yang baru besok. Namun sebelum kita menyambut minggu yang baru,mari kita sama-sama hampiri Tuhan di dalam firman-Nya.  Pesan Tuhan hari ini saya berikan judul: “Community: Truths and Distortions” (“Komunitas: Kebenaran dan Penyimpangan”); tentunya masih dalam tema ”Planted to Love” (tertanam untuk mengasihi).

Di era pandemi seperti sekarang, hampir semua bila tidak semua—ibadah gereja terkondisi untuk beralih ke format daring atau virtual. Sehingga yang namanya church-hopping (pindah-pindah gereja) menjadi semakin mudah daripada sebelumnya; semudah kendali jempol kita. Terlepas dari kerinduan untuk ibadah ragawi sehingga bisa bertemu secara langsung dengan orang lain, saya yakin ada juga yang lebih senang ibadah secara daring karena faktor kemudahan dan kenyamanan.

Buat seorang pengikut Kristus, kita tidak cukup hanya mengikuti ibadah daring ini. Komitmen yang kita bahas bulan lalu, baru akan teruji dan terbangun dengan baik waktu kita tertanam dalam sebuah komunitas. Itu sebabnya bulan ini kita akan terus membahas pentingnya tertanam dalam sebuah komunitas gereja lokal. Saudara, dunia mengerti pentingnya arti sebuah komunitas. Tapi dengan munculnya jejaring sosial, kita perlu mencermati: Komunitas seperti apakah yang Alkitab maksudkan.

Dengan perkembangan teknologi yang bermaksud untuk menyatukan sesama manusia dan mendekatkan hubungan, penyalahgunaannya justru mengakibatkan manusia hidup dalam keterpisahan. Kemampuan untuk berinteraksi secara digital, ironisnya mengakibatkan manusia hidup dalam identitas diri yang salah, yang ikut memicu sebuah kondisi di mana manusia makin terisolasi dari orang lain dan membuat perubahan hidup sulit terjadi.

Tanpa disadari, salah satu konsekuensi logis dari kemudahan beribadah secara daring tanpa tertanam dalam komunitas, mengakibatkan terbangunnya mental penikmat dengan subur. Banyak “penonton” yang ingin mendapatkan atau menerima sesuatu, ketimbang melayani atau berkontribusi, yang menjauhkan mereka dari keserupaan dengan Kristus. Semua yang saya sebutkan tadi akhirnya menyebabkan terjadinya distorsi atau penyimpangan, dalam kita mengerti tentang hidup berkomunitas; khususnya dengan tertanam di sebuah gereja lokal.

Izinkan saya menjelaskan atau mengingatkan kepada kita semua, beberapa pengertian Alkitabiah dan distorsinya tentang ‘tertanam dalam komunitas‘ ini.

Pertama; Pemuridan dan Bukan Kebaktian.

Opening Verse – Yesus mendekati mereka dan berkata: ”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Matius 28:18-20 (TB)

Dengan jelas, lewat ayat ini, Tuhan memanggil setiap orang percaya untuk memuridkan, bukan sekadar merancang kebaktian. Jika fokus gereja berhenti pada membuat ibadah daring yang inspirasional, maka fungsi gereja sejujurnya tidak lebih dari sebuah event organizer. Kebaktian saja akan berujung kepada mentalitas anggota, tetapi Amanat Agung yang Tuhan berikan kepada setiap orang percaya adalah untuk menjadikan seluruh bangsa “murid Kristus”.

Format yang paling baik dan subur untuk proses pemuridan terjadi adalah melalui kelompok-kelompok kecil, atau yang di JPCC dikenal dengan istilah DATE —izinkan saya mengingatkan lagi apa itu DATE, kepanjangan dari DATE. (D) Discipled atau dimuridkan. (A) Accepted-anointed, diterima apa adanya dan memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus. (T) Trained dilatih untuk mengembangkan potensi, dan (E) Equipped diperlengkapi dengan kebenaran atau firman Tuhan.

Berikut adalah beberapa perbedaan mendasar antara seorang ‘anggota’ dan seorang ‘murid’.

  1. Pertama, seorang anggota terbiasa mendengarkan khotbah, bahkan mungkin bisa beberapa khotbah di hari Minggu. Khotbah menjadi asupan rohani satu-satunya. Tetapi seorang murid mengerti bahwa bila Tuhan bisa menyampaikan pesan melalui orang lain, Tuhan juga ingin menyampaikan isi hati-Nya, bahkan secara personal, waktu sang murid memberi makan dirinya dengan firman Tuhan. Itu sebabnya saya katakan di sini, seorang anggota mempunyai mentalitas “spoon-fed” (disuapi) oleh kebenaran; tapi seorang murid mempunyai mentalitas “self-feeding” (memberi makan dirinya sendiri).
  2. Kedua, karena terbiasa “disuapi makanan”, yang dijunjung tinggi oleh seorang anggota adalah cari aman dan nyaman, serta tidak jarang merasa berhak. Tapi seorang murid membangun disiplin rohani karena kecintaannya akan firman Tuhan sehingga hatinya menjadi semakin mudah diajar. Disiplin rohani akan jauh lebih mudah terbangun bersama dengan orang-orang lain dalam sebuah komunitas.
  3. Ketiga, seorang anggota, dasar pemikirannya biasanya subjektif. Bagus tidaknya sebuah kebaktian atau khotbah itu dinilai dari preferensi pribadinya. Tetapi, seorang murid mengerti bahwa kebenaran adalah kebenaran, bagaimana pun cara penyampaiannya, karena ia memiliki pola pikir kerajaan Tuhan.
  4. Keempat, yang berikutnya tentang perbedaan dari anggota dan murid, adalah lumrah jika kita ingin tertanam di dalam sebuah gereja lokal agar bisa bertumbuh secara rohani dan juga berhasil atau sukses di berbagai area kehidupan, tapi itu bukanlah tujuan akhirnya, Saudara. Seorang murid mengerti bahwa hidupnya adalah untuk menghasilkan buah dan memberi dampak bagi orang lain, untuk kemuliaan nama Tuhan. Fokus “bertumbuh dan berhasil”  adalah pada diri sendiri, sedangkan [fokus] “berbuah dan berdampak” adalah pada orang lain dan juga Tuhan.
  5. Kelima, yang terakhir— beda antara seorang anggota dan murid—seorang anggota meresponi ketidaknyamanan secara negatif. Tidak heran, waktu anggota mengalami kejadian yang mengusikdi DATE atau pelayanan di gereja, ia melihatnya sebagai alasan untuk pindah DATE atau pindah gereja; yang dalam beberapa kasus menurut saya sah-sah saja. Tetapi, seorang murid melihat gesekan sebagai salah satu cara Tuhan untuk mendewasakan karakternya.

Jadi, Saudara, berbeda sekali antara seorang murid dan seorang anggota. Pertanyaannya, masuk kategori manakah kita; anggota atau murid? Saya harap, lebih banyak yang menjawab: Murid.

Kedua, kalau kita berbicara tentang kedewasaan, poin yang kedua tentang hidup berkomunitas yaitu: Kedewasaan dan Bukan Kenyamanan.

Ketika kita mencermati bagaimana jemaat mula-mula hidup, kita akan menemukan beberapa hal yang menarik. Saudara bisa membaca sendiri kisahnya, di Kisah Para Rasul 2:41-47 dan 4:32-37.

Supporting Verse – Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Kisah Para Rasul 2:41-47 TB

Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul. Kisah Para Rasul 4:32-37 TB

Mereka bertemu setiap hari di Bait Allah dan di rumah-rumah secara bergilir. Kita yang tidak bertemu sesering itu saja kadang bisa bete sama DATE Member lain atau DATE Leader-nya bahkan; ayo jujur! Bayangkan, jemaat mula-mula ini bertemu tiap-tiap hari yang pasti membuat keadaan ini, membuat mereka lebih berpotensi untuk bergesekan satu dengan lainnya.

Tetapi, Alkitab mencatat bahwa mereka tetap bersatu dan disukai semua orang, sehingga tidak heran Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan, tiap-tiap hari. Kok bisa? Kehidupan “saling” ternyata sangat kental dipraktikkan di antara mereka. Ada satu perilaku bahkan yang diulang di kedua perikop ini, yaitu bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan bersama.

Jadi, jika ada yang berkekurangan, mereka menjual harta miliknya dan membagikan hasilnya sesuai keperluan. Ini adalah sebuah komunitas di mana kedewasaan kasih dipraktikkan dengan sangat nyata, karena di mana hartamu berada di situ hatimu berada; dan kasih tidak pernah gagal. Menerima Kristus adalah satu hal, mengikuti Kristus adalah hal yang lainnya. Dan syarat yang Yesus berikan untuk mengikuti Dia adalah berhenti memikirkan kesenangan dan keinginan diri sendiri, serta mengesampingkan kenyamanan dan mulai bersedia menanggung penderitaan.

Supporting Verse – Kemudian Yesus berkata kepada pengikut-Nya, “Jika kamu mau menjadi pengikut-Ku, kamu harus berhenti memikirkan dirimu sendiri dan apa yang kamu ingini. Matius 16:24 (AMD)

Kemudian Yesus berkata kepada para murid, “Jika seseorang ingin menjadi pengikut-Ku, hendaklah ia menyangkal dirinya, mengangkat salibnya, dan mengikut Aku. Matius 16:26 FAYH

Terjemahan lain (FAYH) katakan “mengesampingkan kesenangan pribadi“. Kamu harus pikul salib supaya bisa mengikuti Aku. Terjemahan bahasa Inggris katakan: expressing a willingness to endure whatever may come; menyatakan, mengekspresikan sebuah kebersediaan untuk bertahan melewati apa pun yang datang.

Itu sebabnya, Saudara, tidak jarang kita melihat sebuah ketidaknyamanan sebagai ancaman. Karena itu memang respons atau reaksi alami kita; melihat ketidaknyamanan sebagai sebuah ancaman. Tetapi Yesus melihat ketidaknyamanan sebagai sebuah alat untuk mendewasakan kita. Waktu kita menilai kejadian negatif sebagai sesuatu yang terlalu mengusik, Tuhan sepertinya berkata kepada kita: “It’s time to grow up again.” (“Saatnya untuk jadi makin dewasa.”).

Saudara, memang saya perlu akui, growth hurts, but not growing hurts even more! Pertumbuhan menyakitkan, tapi enggak bertumbuh lebih menyakitkan. Kita perlu belajar untuk menjadi nyaman dengan ketidaknyamanan yang pada ujungnya membawa kedewasaan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Ayat tadi sepertinya ingin berkata bahwa adalah tidak mungkin untuk seorang pengikut Kristus [atau] untuk menjadi pengikut Kristus tapi hanya mau memikirkan diri sendiri, mendahulukan kesenangan pribadi dan lari atau enggak mau menderita.

Tertanam di komunitas Alkitabiah itu memang tidak jarang berantakan, kacau dan melelahkan. Menghadapi gesekan, candaan di waktu yang salah, orang yang sensi, bocor mulut, dijelekkan, enggak dihargai meskipun sudah melayani atau memberi yang terbaik, disalahartikan, difitnah, diajak berkelahi fisik; semua itu pernah dan kadang masih saya alami dalam perjalanan saya memuridkan orang lain.

Suatu waktu saya pernah berkata, “Tuhan, kalau memuridkan orang itu seperti ini, I quit. Sudah tak sanggup, Tuhan. Terlalu mengusik kehidupan saya!” Setiap kali saya mengingatnya—kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan tersebut—saya sadar bahwa justru kejadian-kejadian ribet dan menyebalkan itulah yang mendewasakan, mempertajam dan memperbesar kapasitas saya.

Saudara, tujuan utama mengikut Kristus bukanlah agar supaya kita bisa hidup nyaman, karena bagian dari mengikuti Kristus adalah kesediaan untuk menanggung apa pun yang datang atau terjadi dalam hidup kita. Kesulitan dan penderitaan adalah salah satu cara tercepat untuk mendewasakan kita, sedangkan kenyamanan adalah salah satu tercepat pula, tapi untuk membuat kita hidup hanya bagi diri sendiri.

Sebelum saya lanjut kepada poin yang ketiga, mari kita lihat apa yang dimaksud dengan “pemuridan“. Seorang hamba Tuhan bernama Edmund Chan, katakan demikian:

Pemuridan adalah proses membawa orang ke dalam hubungan yang benar dengan Tuhan,membangun mereka kepada kedewasaan penuh dalam Kristus, melalui strategi pertumbuhan yang disengaja, sehingga mereka bisa memultiplikasi seluruh proses ini di dalam diri orang lain juga – Edward Chan.

Benar sekali bahwa pemuridan bukanlah sebuah event atau acara, tapi proses yang dilakukan lewat sebuah strategi yang dilakukan dengan intensional atau sengaja. Ini membawa saya kepada poin yang ketiga, yaitu Disiplin.

Ketiga, Disiplin, Bukan “Diselipin”.

Kata disciple berasal dari kata discipulus, dari bahasa Latin, yang artinya pupil atau murid akar kata yang sama dari kata disiplin, yang keduanya mengandung pengertian tentang tindakan belajar. Seberapa kuat seseorang tertanam dalam komunitas akan sangat terlihat waktu ia mengalami krisis dalam hidupnya. Baik krisis hubungan, mental, spiritual, kesehatan, atau keuangan.

Pertanyaannya, “Jadi kalau hidup saya baik-baik saja, aman-aman saja, enggak apa-apa dong, saya enggak tertanam di DATE?” Tunggu dulu! Tidak semudah itu, Ferguso!

Supporting Verse – Tuhan Allah berfirman: ”Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Kejadian 2:18 (TB)

Kata “seorang diri” di sini, berasal dari kata “badad“, yang artinya to be separated or isolated; untuk menjadi terpisah atau terisolasi. Dan kata penolong di sini, memakai kata “ezer“, yang artinya adalah orang-orang yang menjaga, membantu dan mengawal.

Di sinilah Tuhan pertama kali memperkenalkan kata “tidak baik”,yaitu waktu Dia melihat manusia itu terpisah dan terisolasi. Itu sebabnya Tuhan menyebut kita sebagai “domba-Nya”, karena domba selalu tinggal dalam kawanan. Kesendirian akan membuat si domba dalam posisi yang vulnerable atau mudah diserang dan dijauhkan dari kawanannya.

Alkitab pun menulis di Amsal—saya akan langsung bacakan terjemahan bahasa Indonesianya — Orang yang dengan sengaja memisahkan dan mengasingkan dirinya [dari Tuhan dan dari orang lain] mencari keinginan dan dalihnya sendiri untuk melawan semua pertimbangan bijak dan sehat. Amsal 18:1

Supporting Verse – He who willfully separates and estranges himself [from God and man] seeks his own desire and pretext to break out against all wise and sound judgment. Proverbs 18:1 AMPC

Sungguh benar pernyataan ini! Untuk segala sesuatu yang Tuhan katakan penting, kita harus cari cara untuk melakukannya, bila tidak, kita akan selalu mencari alasan, yang mungkin valid, tapi tidak akan membatalkan kebenaran firman Tuhan. Sehingga yang namanya, enggak ada waktu, bosan,takut terusik, atau masih trauma, enggak lagi menjadi dalih-dalih kita.

Saya belajar, Saudara, bahwa the best way out is always through; selalu hadapi setiap alasan tersebut karena itu yang akan menjadi jalan keluar terbaik. Jadi jangan dihindari, tapi hadapi; karena jalan keluar terbaik adalah dengan menghadapinya. Ketika kita mulai atau terus disiplin untuk hadir di pertemuan DATE, kita akan melihat bahwa Tuhan tidak hanya mengirimkan “ezer-ezer” itu untuk menolong kita pulih, tetap kuat dan waras, tapi Tuhan juga memakai hidup kita dengan semua cerita, bagasi dan trauma, untuk menjadi “ezer” buat orang lain. Waktu [hal] ini sudah menjadi nilai dalam hidup kita, tidak ada alasan lagi yang bisa melumpuhkan disiplin kita. Pengertian dan distorsi yang keempat tentang “tertanam dalam komunitas” adalah Pelipatgandaan.

Keempat adalah Pelipatgandaan, Bukan Perkumpulan.

Perintah pertama yang Tuhan berikan kepada manusia di Kejadian 1:28 adalah be fruitful and multiply; berbuahlah dan bermultiplikasilah. Ayat ini sangat berhubungan erat dengan kedua ayat sebelumnya.

Supporting Verse – Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Kejadian 1:26-28 (TB)

Saudara, perintah ini tidak sedang berbicara dalam konteks biologis, karena bila demikian adanya, hanya mereka yang memiliki keturunanlah yang bisa melakukan dan menggenapi perintah ini. Yang menarik, Allah menyebut diri-Nya dengan kata “Kita” dan bukan kata “Aku”.

Artinya manusia memang diciptakan sejak awal menjadi makhluk “kita” dan bukan makhluk “aku”,sesuai gambar-Nya. Allah Elohim menciptakan manusia sesuai dengan citra diri-Nya untuk mengelola dan menguasai bumi, dengan tujuan untuk memperluas kerajaan Tuhan. Amanat Agung Tuhan kepada setiap orang percaya untuk memuridkan seluruh bangsa adalah format utama dalam memperluas kerajaan Tuhan tersebut.

Dengan kata lain, seorang murid akan melipatgandakan dirinya dengan menghasilkan murid-murid lainnya. Tujuan utama keberadaan DATE, bukan menjadi ajang atau tempat berkumpul atau kebersamaan, tapi terjadinya perubahan hidup, kedewasaan penuh dalam Kristus dengan setiap orang di dalamnya menjadi semakin serupa seperti Kristus.

Waktu Saudara dan saya menjadi semakin serupa seperti Kristus, cara kita menilai segala sesuatu berubah. Our value system changes. (Nilai-nilai hidup kita berubah). Kita mengasihi apa yang Kristus kasihi. Apa yang penting di mata Tuhan juga menjadi penting buat kita. Apa yang Tuhan sendiri contohkan, yaitu memuridkan orang lain juga menjadi bagian dari gaya hidup kita.

Karena kasih karunia Tuhan, Saudara, hari-hari ini ada belasan orang yang mendaftarkan dirinya setiap hari, melalui aplikasi MyJPCC; karena mereka rindu untuk dimuridkan di DATE. Adalah bagian Saudara dan saya, yang sudah mengalami bagaimana rasanya mendapat dukungan, percepatan, akuntabilitas, perlindungan, dan kasih— yang sudah kita pelajari minggu lalu—adalah bagian Saudara dan saya yang sudah mengalami, mengecap semua itu, untuk saat ini menyediakan DATE-DATE yang baru bagi jiwa-jiwa yang membutuhkan Tuhan ini. Dan saya akan tutup, dengan ayat ini.

Closing Verse – Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya. Mazmur 92:13-16 TB

Saudara, perhatikan pola yang ada: ditanam atau tertanam di bait Tuhan, bertunas atau bertumbuh di pelataran Allah kita, dan berbuah!

Sekali lagi ya: ditanam atau tertanam, bertunas atau bertumbuh, lalu berbuah! Kalau dalam konteks DATE, kira-kira seperti ini: Hadir pertemuan DATE, dimuridkan, mulai berubah, lalu berbuah, mulai memuridkan orang lain.

Dan di ayat ini dikatakan bahwa hidup orang benar itu seperti pohon korma dan pohon aras. Mari kita lihat, tentang kedua pohon ini. Pohon korma hidup di cuaca yang sangat panas, yaitu di padang gurun. Akar dari pohon ini menembus kedalaman tanah sampai ia mendapatkan nutrisi atau air. Tunasnya bahkan tumbuh menembus bebatuan yang sengaja ditaruh di atas biji dari pohon tersebut.

Ketika ada seorang pengembara di padang pasir melihat pohon korma, dia tahu pasti ada mata air di dekat situ. Sedangkan pohon aras adalah pohon yang sangat kuat: pohon ini tahan terhadap perubahan cuaca dan tidak mudah lapuk. Semakin tua pohonnya, semakin kuat kayunya. Dan pohon aras seringkali dipakai menjadi tiang penyangga istana dan Bait Allah di zaman itu.Kesimpulannya, Saudara: Tuhan ingin hidup kita punya kedalaman “akar”, kekuatan “tunas”, dan menjadi penyangga atau penopang buat orang lain. Dan ini sangat mungkin terjadi, ketika kita tertanam, bukan sekadar ‘tertancap’ di gereja lokal dan menjadi seorang murid dan bukan penikmat.

Dan ini doa saya untuk setiap Saudara yang mendengarkan firman Tuhan hari ini. Izinkan saya, atas nama tim penggembalaan di JPCC, berterima kasih untuk setiap pemurid dan calon pemurid yang ada. Saya berdoa agar Saudara terus mengingat janji yang Yesus berikan di akhir Amanat Agung-Nya: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”. Terutama waktu Saudara sendiri mengalami masalah dan tantangan dalam kehidupan, tapi di saat yang bersamaan, Saudara tetap membantu dan menguatkan orang-orang yang Saudara muridkan. Thank you.

P.S : Hi Friends! I need a favor in terms of a freelancing job opportunity, please do let me know if any of you know a freelance opportunity for a copywriter (content, social media, press release, company profile, etc). My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com, Sharing is caring so any support is very much appreciated. Thanks much and God Bless!