JPCC Online Service (31 July 2022)
Silakan duduk, Saudara semua. Silakan duduk dengan santai. Pertunjukan film di teater ini akan segera dimulai. Beberapa waktu yang lalu, saya menyaksikan sebuah film yang saya tidak anjurkan untuk Saudara saksikan karena mengandung unsur kekerasan. Film ini berlatar belakang di dataran tinggi di Skotlandia dan mirip seperti kisah pertarungan Daud dan Goliat, yang mana setiap suku memilih jagoannya untuk bertarung. Namun di dalam film ini, salah satu suku menculik jagoan dari suku yang lain untuk bertarung bagi mereka. Setelah mereka selesai bertarung, mereka akan menempatkan petarung yang jago ini kembali ke dalam kurungan. Dengan kata lain, dia menjadi tawanan atau Captive. Namun dengan pertolongan seorang anak kecil, suatu hari mereka melarikan diri. Mereka sampai di dataran tinggi di Skotlandia. Lalu di situ, mereka berhadapan dengan sekelompok Tentara Salib. Pemimpin para Tentara Salib ini kemudian bertanya pada mereka, apakah mereka kawan atau lawan. Beliau bertanya, “Siapakah kalian?” Si anak kecil kemudian menceritakan bahwa si petarung yang bermata satu ini sebelumnya adalah seorang tawanan, tapi sekarang dia sudah bebas. Sang pemimpin tentara kemudian bertanya— dengan logat Skotlandia: “Jadi sekarang setelah kamu bebas, apa yang akan kamu lakukan dengan kebebasanmu?” Jadi kebebasan atau kemerdekaan bukan sekadar kita dimerdekakan dari sesuatu, melainkan, sesungguhnya kita dimerdekakan untuk melakukan sesuatu. Dan ini sama halnya dengan kesehatan mental atau emosional kita. Definisi dari kesehatan mental bukanlah sekadar bebas dari penyakit mental. Melainkan, kesehatan mental adalah kemampuan mental kita untuk bisa memelihara dan mendapatkan sukacita yang berkelanjutan. Sama halnya juga dalam pernikahan. Sering kali kita katakan, “Ya, setidaknya saya ini ‘kan, setia.” Setia dalam pernikahan bukan sekadar tidak berselingkuh, melainkan mempertahankan janji cinta suci kita di dalam segala keadaan, baik ataupun buruk. Sama halnya juga dengan keuangan kita. Dalam kondisi pandemi seperti ini, banyak dari kita mengalami kesulitan keuangan dan banyak yang harus berutang demi bertahan hidup. Dan kalau Saudara ada dalam situasi terikat utang, Saudara pasti rindu sekali untuk bisa bebas dari utang. Jika Saudara sempat terikat utang, dan seandainya ada orang yang menolong, membebaskan Saudara dari utang Saudara, artinya Saudara hanya sekadar kembali ke status Saudara sebelumnya, yaitu nol, tidak punya apa-apa. Jadi kemerdekaan secara keuangan bukan sekadar membebaskan diri dari keterikatan utang saja, melainkan kemampuan untuk bisa mengelola apa yang Tuhan percayakan untuk mendapatkan kekayaan. Utang memang sering kali menjadi penghalang yang menghalangi kita untuk bisa merdeka, untuk bebas. Namun pada saat kita dimerdekakan dari hutang, maka kita bukan hanya bebas, melainkan kita bisa bangkit dan bertumbuh untuk melakukan perkara-perkara yang lebih besar. Sama halnya juga dengan firman Tuhan. Saya tidak tahu Alkitab apa yang Saudara baca, tapi Alkitab yang saya baca menjanjikan bahwa untuk kemerdekaan kitalah Kristus datang. Kristus datang untuk memberikan kepada kita kemerdekaan, dan kemerdekaan di dalam kelimpahan. Dan saya tidak tahu pengertian Saudara, tetapi kelimpahan artinya bukan miskin atau bangkrut. Jadi di dalam Injil, kita bukan sekadar dimerdekakan dari dosa, melainkan dimerdekakan untuk sebuah tujuan. Dan untuk mengerti tujuan, alasan mengapa kita dimerdekakan, mungkin kita harus melihat kisah atau sejarah penciptaan alam semesta ini. Untuk memahami kisah penciptaan alam semesta, kita mungkin perlu bertahun-tahun. Namun sekarang, kita akan membuat versi singkat kisah penciptaan alam semesta dalam dua menit. Saudara siap? Pada mulanya… Allah menciptakan langit dan bumi. Dan bumi belum berbentuk, hampa, gelap gulita menutupi samudera raya. Ruach Elohim, Roh Allah itu melayang-layang di atas permukaan air. Dan Allah kemudian berfirman, “Jadilah terang!” Dan terang itu jadi. Dan Allah kemudian memisahkan terang itu dari gelap; itulah malam, pagi, dan itulah hari yang pertama. Di hari kedua dan hari-hari selanjutnya, Tuhan menciptakan banyak lagi hal— kita percepat saja kisah ini. Kemudian di hari keenam… …Yesus, dalam persekutuan-Nya dengan Bapa di surga dan Roh Kudus, kemudian berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut rupa dan gambar Kita.” Laki-laki dan perempuan, diciptakan-Nya mereka. Dan Dia memberkati mereka. Bagian penting dari kemerdekaan, yang diberikan kepada kita manusia, adalah pilihan bebas kita sebagai manusia. Dengan kata lain, Alkitab berkata, “Engkau bebas melakukan apa saja, hanya saja tidak semua yang bisa kau lakukan itu menguntungkan dan bermanfaat.” Contohnya, “Inilah pohon kehidupan. Kalau engkau makan daripadanya, engkau akan hidup selamanya. Sedangkan ini adalah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat. Kalau engkau makan daripadanya, maka engkau akan mati.” Dan dengan pilihan bebas itu, manusia seperti berkata, “Mari kita uji, apakah Tuhan betul-betul serius mengenai apa yang Dia katakan?” Kemudian mereka makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat itu. Akibatnya, mereka mendatangkan kutuk atas kehidupan manusia yang tetap berlaku bagi generasi-generasi selanjutnya. Namun, saya bersyukur bahwa Tuhan tidak membiarkan manusia berada dalam keadaan yang hancur seperti itu, bahwa Bapa begitu mengasihi dunia ini sehingga Dia mengaruniakan Putra tunggal-Nya. Dan barangsiapa percaya pada-Nya dan mengaku dengan mulutnya, maka mereka tidak akan binasa, tetapi diselamatkan, dipulihkan kembali kepada posisi semula. Yesus menyerahkan hidup-Nya dan bersedia untuk dipaku di atas kayu salib, dan Dia membayar harga atau hukuman atas apa yang kita lakukan. Dengan kata lain, Dia membayar hutang kita. Kita tidak lagi ditahan, kemerdekaan kita tidak lagi dicuri, tapi kita sekarang bebas, dimerdekakan untuk pergi. Beberapa bulan lalu, kita merayakan hari raya Paskah. Ini adalah tanda bahwa Dia tidak lagi mati, tapi Dia sudah bangkit dari kematian-Nya, dan kalau Dia bisa melakukannya, maka Saudara dan saya juga bisa bangkit. Jadi dengan kata lain, hari ini, Minggu, [31 Juli] 2022, di Jakarta Praise Community Church, Injil kerajaan surga baru saja dikhotbahkan, karena apa yang baru saja Saudara dengarkan, itulah Injil keselamatan. Dan Injil adalah berita tentang kedatangan Yesus untuk memerdekakan atau membebaskan kita. Sekarang pertanyaannya adalah: Sekarang Saudara sudah dapatkan kemerdekaan, jadi apa yang akan Saudara lakukan dengan kemerdekaan tersebut? Karena merdeka bukan hanya merdeka dari semua ikatan, melainkan dibebaskan untuk mengerjakan panggilan Tuhan dalam kehidupan kita. Jadi jelas, kita bicara tentang kemerdekaan hari ini. Saya senang melihat keadaan Covid yang makin memudar, dan perlahan meninggalkan kehidupan kita, dan sekarang kemerdekaan itu mulai dipulihkan, dikembalikan pada kita. Saya tidak tahu apa yang akan Saudara lakukan dengan kemerdekaan Saudara, tapi saya menikmati kemerdekaan saya dengan naik pesawat dan datang mengunjungi Saudara. Saudara mungkin pernah dengar cerita saya ini di beberapa tahun lampau, mengenai kalau saya bepergian dengan pesawat, saya tidak suka check-in bagasi saya. Dan ketika saya bepergian, saya selalu hanya bawa hand-carry. Jadi kalau saya naik pesawat, biasanya ketika saya duduk, saya suka taruh bawaan saya itu di pangkuan saya, karena semua yang saya butuhkan ada di situ: iPad saya untuk saya bisa ikut ibadah daring JPCC, kacamata baca saya, buku terbarunya Jeffrey Rachmat. Jadi praktis sekali bagi saya. Namun Saudara pasti tahu apa yang akan terjadi berikutnya, bukan? Pastinya pramugari akan menghampiri saya dan berkata, “Maaf, Pak, Anda harus meletakkan tas itu, baik di bawah kursi, atau di atas kompartemen.” Saudara pasti bisa bayangkan jawaban saya, saya berkata, “Oh, tidak apa-apa. Saya taruh di sini saja. Toh ini tidak mengganggu saya atau orang lain, jadi tidak apa-apa deh, terima kasih.” Namun menariknya, nada suara pramugari itu tiba-tiba menjadi berat. Kemudian dia berkata, “Mohon maaf, Bapak, sepertinya Anda belum mengerti… Pesawat ini tidak akan lepas landas sampai Anda bereskan bagasi Anda.” Menurut saya kisah ini adalah ilustrasi yang cocok untuk hidup kita. Kalau di tahun 2022 ini Saudara mau untuk bisa pergi ke tempat-tempat yang jauh lebih baik, Saudara harus bereskan bagasi yang Saudara bawa terlebih dahulu. Jadi pertanyaan saya adalah, apa saja hal-hal yang selama ini membebani hidup Saudara? Kalau kita tidak bisa lepas landas karena kita tertahan oleh bagasi yang kita bawa, apa yang harus kita lakukan dengan bagasi kita? Alkitab memberikan kepada kita beberapa tips dan ada satu kisah yang dicatat di 1 Samuel. Daud, yang akan menjadi Raja Daud, sedang pergi menuju medan pertempuran. Di 1 Samuel 17:22, dikatakan, Daud menitipkan barang bawaan atau bagasinya kepada penjaga perlengkapan tentara. Opening Verse – Lalu Daud menurunkan barang-barangnya dan meninggalkannya di tangan penjaga barang-barang tentara. Berlari-larilah Daud ke tempat barisan; sesampai di sana, bertanyalah ia kepada kakak-kakaknya apakah mereka selamat. 1 Samuel 17:22 TB Dengan kata lain, sebelum Saudara melangkah menuju garis depan peperangan dalam kehidupan Saudara, Saudara mungkin perlu menyerahkan bagasi Saudara kepada penjaga bagasi. Sebab kalau Saudara ada dalam medan pertempuran dan Saudara mau bertarung, tapi Saudara masih menahan bagasi Saudara, maka Saudara tidak bisa bertarung dengan baik. Dan apa bagasi yang sering kali menghalangi kita dalam menikmati kemerdekaan kita? Menurut saya, bagasi yang sering kali menghalangi kita adalah ketersinggungan atau pelanggaran. Ada ungkapan yang berkata seperti ini: Menjadi tersinggung itu mungkin tragis, tetapi tetap tersinggung adalah sebuah pilihan. Masalahnya, apa yang orang katakan, perbuat, sering kali sangat amat berpotensi untuk menyinggung atau melukai kita. Namun kalau kita berkata, “Orang itu menyinggung saya”, sepertinya kita memberi kredit terlalu banyak bagi orang tersebut. Sebab kalau kita berkata bahwa orang itu telah menyinggung kita, sebenarnya yang terjadi adalah kita yang membiarkan diri kita disinggung atau dicederai oleh orang tersebut. Kalau kita tidak membereskan luka atau ketersinggungan dalam diri kita, maka kita sebenarnya membiarkan rubah kecil merusak kebun anggur—seperti Alkitab katakan. Kita seperti membiarkan benih luka yang tertabur dalam hati kita mulai bertunas dan tumbuh. Kalau benih itu terus bertumbuh dan kemudian berakar kepahitan, maka kepahitan itu akan menjadi pintu gerbang untuk kemudian musuh datang dan masuk dalam kehidupan kita, membangun benteng di dalam hidup kita. Alkitab menyebut ini sebagai benteng rohani. Namun kabar baiknya, jika ada benteng roh jahat yang menguasai seseorang, JPCC, sebagai gereja Pantekosta yang penuh kuasa, kita bisa tengking dan usir roh itu ke luar dari orang tersebut, bukan? Kabar baiknya adalah, betul, kita punya kuasa rohani, dan kita bisa mengusir setan itu ke luar dari orang tersebut, dan setan itu harus pergi. Namun masalahnya adalah, kalau Saudara masih tetap berpegang kepada ketersinggungan dalam dirimu, maka benteng yang harusnya menjadi pertahanan Saudara, malah sebaliknya dapat membuat diri Saudara tertahan. Pada waktu iblis datang dan menahan kehidupan seseorang, itulah yang kita sebut sebagai benteng rohani. Kita bisa berdoa dan memerintahkan dia untuk pergi, agar benteng itu dihancurkan dan dia pun menyingkir. Namun ketika seseorang tetap menahan pelanggaran yang pernah terjadi atas dirinya, dan menolak untuk melepaskan luka, kepahitan, ketersinggungan, dan rasa sakit yang datang dalam kehidupan dia, maka iblis akan datang dalam kehidupan orang itu, seperti pencuri yang datang untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan kehidupan tersebut. Oleh sebab itu, di dalam Efesus 4:31, firman Tuhan katakan, “Lepaskan semua kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah. Biarlah semua itu dilepaskan dari antaramu, termasuk segala kejahatan.” Supporting Verse – Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Efesus 4:31 TB Dan kalau Saudara perhatikan, ayat itu tidak berkata, “Singkirkan orang-orang yang kepahitan, memiliki kegeraman, atau kemarahan dan menyebabkan pertikaian.” Dan ayat ini tidak berkata, “Mari kita memblokir Donald Trump dari Twitter, karena apa yang dia katakan di Twitter sungguh menghina dan tidak berperasaan.” Namun ayat itu berkata, “Tidak, tidak. Kamu bereskan lukamu sendiri.” Bahkan kalau ada sesuatu yang menyerang atau melukai kita, Alkitab malah memerintahkan kita untuk melakukan kebalikannya. Berulang, ulang, dan ulang lagi, Alkitab mengajarkan kita bahwa kita harus mengasihi musuh kita, bahwa kita perlu mengulurkan anugerah dan berkat kepada mereka yang menganiaya kita, bahwa kita harus hidup dalam keharmonisan dengan mereka yang mencederai kita, dan bahwa kita perlu berdoa bagi mereka yang melakukan hal yang tidak baik kepada kita. Bahkan di ayat selanjutnya, di Efesus 4:32 (TB), Tuhan sebenarnya memerintahkan pada kita: Supporting Verse – Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra, dan saling mengampuni sebagaimana Allah dalam Kristus telah mengampuni kita. Sebab orang yang tidak mampu melepaskan pengampunan, sesungguhnya orang tersebut telah lupa bagaimana Kristus telah mengampuni dirinya. Efesus 4:32 (TB) Mudah sekali untuk mengatakan “mengampuni”, tapi bagaimana caranya? Jauh lebih mudah diucapkan, dibandingkan dilakukan. Di zaman kuno, setiap kota membangun benteng di sekelilingnya untuk melindungi kota tersebut dari serangan musuh. Namun dalam kehidupan kita sekarang, sering kali kita juga membangun benteng di sekeliling hati kita, untuk menjaga agar hati kita tidak dilukai. Dan sangat wajar, kalau Saudara pernah tersinggung dan terlukai, sangat lumrah jika Saudara membangun benteng untuk melindungi Saudara karena Saudara tidak mau dilukai dan dicederai lagi. Kita seperti menggulingkan batu yang menutupi pintu hati kita untuk melindungi hati kita dari luka. Seperti kuburan di zaman kuno, di mana mereka menggulingkan batu untuk menutup pintu kuburan tersebut, agar terhindar dari serangan. Dengan melakukan hal tersebut, sebenarnya kita menarik diri kita dari setiap hubungan yang kita miliki. Sisi positifnya adalah kalau Saudara menutup diri dengan batu seperti itu, tentunya Saudara bisa melindungi diri Saudara dari luka yang mungkin terjadi di hari-hari ke depan. Namun pada waktu yang bersamaan, batu tersebut juga menghalangi Saudara untuk bisa mengalami cinta kasih di hari-hari ke depan. Kita akan mulai menjauhkan diri dari orang-orang yang kita kasihi dan mengasihi kita, bahkan dari pemimpin rohani atau komunitas rohani. Bahkan kita bisa memisahkan diri, menjauhkan diri kita dari Tuhan. Supporting Verse – Orang yang menyendiri mencari keinginannya, amarahnya meledak dalam setiap pertimbangan. Amsal 18:1 (TB) Pada saat hati Saudara menjadi sekeras batu, maka segala sesuatu yang tadinya Saudara cintai akan mati. Karena di mana tidak ada kasih, di situ tidak ada kehidupan. Ini mengingatkan saya pada kisah yang dicatat di Yohanes 11. Yesus sedang dalam pelayanan-Nya, lalu tiba-tiba Dia mendapat sebuah berita, “Yesus, Yesus, cepat datang, karena sahabat karib-Mu, Lazarus, sedang sekarat dan dia akan mati.” Dengan kata lain, “Yesus, kalau Engkau datang sekarang, dia bisa sembuh, karena Engkaulah sang Penyembuh itu.” Yesus berkata, “Dia tak akan mati, karena dia akan bawa kemuliaan bagi Bapa di surga.” Bukannya segera pergi membantu teman-Nya, Yesus tetap diam di situ. Beberapa hari kemudian barulah Dia bilang pada murid-murid-Nya, ”Aku akan pergi menolong teman-Ku yang sakit. Dia sebenarnya sedang tidur, jadi akan Kubangunkan dia.” Murid-murid-Nya katakan, “Tunggu Yesus! Itu bukan ide yang baik. Kamu lupa? Terakhir kali kita ke kota itu, mereka coba bunuh kita! Kembali ke sana sama saja dengan cari mati! Lagipula teman-Mu sedang tidur, karena untuk sembuh harus banyak tidur. Biarkan saja dia tidur!” Yesus kemudian mengklarifikasi, “Tidak, dia bukan sakit atau tidur. Dia sudah mati dan Aku akan membangkitkan dia. Bukankah dalam satu hari selama 12 jam selalu ada terang, dan hanya di dalam kegelapanlah kita bisa tersandung saat berjalan.” Dengan kata lain, Yesus berkata, “Akulah terang tersebut. Kalau engkau ada bersama-Ku, engkau akan baik-baik saja.” Kemudian datanglah Tomas, yang kita kenal karena keraguannya, yang kemudian mendadak menjadi— atau sementara menjadi—Tomas yang berani. Dia bilang, “Oke, Yesus, kalau memang Kamu betul mau ke sana, baiklah kita semua pergi lalu mati bersama-Mu di sana.” Saya tahu sebagian besar Saudara mengenal kisah ini… bahwa kemudian pada waktu Yesus tiba di pinggiran kota itu, kedua kakak dari Lazarus kemudian datang menghampiri. Kemudian Marta, salah satu kakaknya, berkata, “Yesus, ke mana saja Kamu? Kamu tidak terima berita dariku? Aku sudah kirim pesan di Instagram, Facebook, TikTok, Snapchat… Kalau saja Kamu datang lebih cepat, Kamu bisa sembuhkan adikku. Sekarang dia sudah mati!” Yesus meresponi, “Marta, kamu tak percaya akan kebangkitan?” [Marta] “Ya, ya, ya. Saya tahu, saya tahu. Nanti, suatu hari, dia akan bangkit, ‘kan?” Yesus bilang, “Kamu tidak mengerti. Akulah kebangkitan itu.” Kakak Lazarus yang lain, Maria, juga mendengar Yesus datang. Dia bilang, “Yesus! Yesus!” Oh iya, jaga jarak (jokes). Lalu Maria mengatakan hal yang sama. Yesus kemudian tergerak karena kesedihan mereka. Ada ayat tersingkat dalam Alkitab yang mencatat, “Yesus menangis.” Yesus lalu bilang, “Bawa Aku ke tempat di mana sahabat-Ku dikuburkan.” Lalu mereka membawa Yesus ke sebuah kubur di mana ada batu yang menutupi kuburan tersebut. Kemudian Yesus berkata kepada orang-orang di sana, “Singkirkanlah batu penutup itu.” Kemudian Marta secepatnya mencoba menghalangi Yesus dan berkata, “Yesus, Yesus! Saya tak yakin itu ide yang baik, karena Lazarus sudah mati empat hari. Artinya, bakal bau banget!” Namun, Yesus bersikukuh dan berkata, “Singkirkan batu itu.” Saya mau tanya kepada Saudara… kenapa Yesus minta orang di situ untuk menyingkirkan batu itu? Bukankah Dia Allah yang bisa melakukannya dengan banyak cara yang lain? Yesus bisa saja berkata kepada orang-orang, “Hei, minggir sebentar”, kemudian mengeluarkan cahaya dari mata-Nya, lalu menghancurkan pintu kuburan tersebut, bukan?Yesus justru berkata, “Tidak, tidak. Kamu lakukan dulu apa yang kamu bisa lakukan, barulah kemudian Aku lakukan apa yang hanya Aku bisa lakukan.”Dalam cerita ini, batu ini hanya sebuah metafora, perumpamaan atas apa yang sebenarnya menutupi pintu hati kita. Tugas kita adalah menyingkirkan semua rasa luka, tersinggung, marah, akan semua yang terjadi dalam hidup kita, sehingga Yesus bisa mengakses hati kita, dan mulai membedah hati kita. Dengan kata lain, menyingkirkan batu yang menutup hati kita— atau dalam banyak kasus, ratusan batu yang kita pasang untuk menutupi hati kita— akan memampukan kita menerima mukjizat yang kita harapkan terjadi. Oleh sebab itu, rekonsiliasi harus terjadi sebelum restorasi. Izinkan saya jelaskan perbedaan dua kata ini, karena sering kali rekonsiliasi dan restorasi disalahpahami. Rekonsiliasi bukan berarti berkata, “Kamu sudah menyinggungku, tapi sekarang, semua baik-baik saja!” Rekonsiliasi itu sederhananya berkata: “Aku tahu yang terjadi, dan aku bersedia untuk memberi kesempatan agar hubungan ini bisa dijalin kembali.” Karena orang tersebut [yang menyinggung] bisa jadi perilakunya belum berubah, masih tetap seperti dulu. Sama seperti hubungan kita dengan Tuhan, rekonsiliasi tidak membutuhkan kita untuk menjadi baik dulu, sebelum bisa dipulihkan. Tuhan berkata, “Datanglah sebagaimana engkau ada.” Agar kita bisa alami rekonsiliasi dengan Bapa di surga, dibutuhkan keinginan, kerinduan, pilihan, keputusan untuk ingin dipulihkan. Kita datang sebagaimana kita adanya, tapi tidak terus seperti apa adanya. Karena setelah kita mengalami rekonsiliasi, maka proses restorasi atau pemulihan dapat terjadi sehingga Tuhan akan mulai membentuk kita menjadi pribadi yang Tuhan inginkan. Sebenarnya, kisah tentang Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian, punya dua bagian di dalamnya. Yang pertama adalah ketika Yesus berbicara di depan kubur dan berkata, “Lazarus, keluarlah dari sana!” Pasti pemandangan yang sangat lucu melihat mayat yang sudah dibungkus kain dengan kakunya melangkah keluar dari kubur, bukan? Sama seperti kita tadi katakan, bahwa pada saat seseorang dibayarkan hutangnya, sebenarnya dia bergerak dari minus menuju posisi nol. Dia sudah dibebaskan dari kematian. Namun, untuk bisa dimerdekakan, dibebaskan, sehingga dapat hidup, Yesus memerintahkan agar dia [Lazarus] dibebaskan dari semua kain linen yang mengikatnya, supaya dia bisa bebas menjalani kehidupannya. Jadi merdeka bukan hanya sekadar dibebaskan dari sesuatu, melainkan dibebaskan untuk sesuatu. Kalau Saudara pernah dilukai, marilah tidak lagi membawa apa yang sudah terjadi ke dalam hidup Saudara di tahun 2022. Tentunya, cara tercepat untuk bisa menyingkirkan “batu” yang tadi kita bicarakan adalah dengan melepaskan pengampunan. Sama seperti adanya perbedaan antara ‘rekonsiliasi’ dan ‘restorasi’, maka juga ada perbedaan antara ‘pengampunan’— atau mengampuni— dan ‘pemulihan’. Jadi, untuk mengejar kebebasan Saudara di tahun 2022 ini dengan cepat, mari kita belajar untuk tidak hanya sekadar mengampuni, tetapi juga menyembuhkan [memulihkan] diri kita dengan benar. Kalau Saudara mau proses pemulihan Saudara cepat, ada rahasia yang bisa Saudara pelajari. Kalau Saudara mau belajar, sebenarnya, apa pun ujian yang datang dalam kehidupan Saudara, sebenarnya bukan ujian itu yang menjadi ujian sesungguhnya. Ujian yang sesungguhnya adalah bagaimana Saudara meresponi ujian yang datang dalam kehidupan Saudara. Jadi kalau Saudara mau sembuh dengan benar, maka Saudara harus melakukan apa yang kita sebut sebagai “sikap yang berseberangan”. Dengan kata lain, lakukan yang sebaliknya dari yang Saudara ingin lakukan pada saat Saudara disinggung atau dicederai. Biasanya, respon yang sangat alami pada saat Saudara dilukai, yang Saudara ingin lakukan adalah melukai orang itu kembali. Sebagaimana ungkapan yang sering kita dengar: Orang yang terluka akan melukai. Jadi kalau Saudara mau mengalami kesembuhan, maka Saudara harus melakukan kebalikannya. Jadi bukan menjauhkan diri dari hubungan, sebaliknya Saudara mendekatkan diri di dalam hubungan itu. Bukannya mengucapkan gosip di belakang orang tersebut, sebaliknya Saudara mengucapkan berkat di hadapan orang itu. Bukannya Saudara menuntut mereka untuk minta maaf, sebaliknya, Saudara yang pergi untuk berkata, “Aku minta maaf.” Saudara mungkin duduk di sana dan berkata, “Ya, kamu tak mengerti perasaanku. Maksudnya apa, aku yang minta maaf? Mereka yang bersalah, mereka yang harusnya minta maaf.” Saudara mungkin benar. Mari kita mencontoh apa yang Yesus lakukan. Dia sama sekali tak berbuat salah, tapi Dia yang justru menanggung dosa dan konsekuensi dari semua kesalahan kita. Kalau Saudara memikul salib-Nya, mengikuti jalan-Nya, maka Saudara masuk ke dalam kehidupan yang belum pernah Saudara alami sebelumnya. Tadi itu adalah cara agar Saudara sembuh. Mari, izinkan saya berikan Saudara dua poin lagi untuk menjelaskan bagaimana Saudara bisa hidup dalam kesembuhan atau kemerdekaan yang Saudara inginkan. Yang pertama adalah, Saudara harus bertanya dengan benar. Saya senang sekali kisah di mana Yesus turun dari Bukit Transfigurasi dan Dia melihat ada kumpulan orang banyak di situ. Yesus didatangi oleh seorang laki-laki yang berkata, “Aku bawa anakku kepada murid-murid-Mu untuk disembuhkan dan mereka tidak bisa menyembuhkan dia.” Yesus mungkin bilang, “Aduh, mereka ini sudah diajar tetap tidak bisa. Baik, bawakan anak itu!” Begitu anak itu bertemu dan melihat Yesus, dia lalu jatuh mengalami kejang-kejang di atas lantai. Saya suka sekali apa yang Yesus lakukan berikutnya. Saya senang sekali bahwa Yesus tidak langsung menyembuhkan anak itu. “Oh, saya sudah baca! Saya tahu, Yesus menyembuhkan anak itu, kok!” Dia tidak langsung menyembuhkan anak itu. Yang pertama-tama Dia lakukan adalah bertanya kepada ayah anak itu, “Sudah berapa lama anak kamu seperti ini?” Ayahnya bercerita, “Sejak kecil dia sudah sering mendapat serangan seperti ayan, kejang, yang menyebabkan dia sering jatuh ke dalam air, bahkan ke dalam api.” Setelah Yesus tergerak oleh belas kasihan, barulah Dia menyembuhkan anak itu. Kita bisa belajar banyak dari Yesus. Karena sering kali pada waktu kita merasa tersinggung, sesungguhnya yang terjadi adalah kesalahpahaman. Jadi kalau kita ambil waktu dan bertanya— saat kesalahpahaman itu terjadi—, “Mengapa kamu merasa seperti ini?” Maka Saudara kemudian akan menjadi seorang pribadi yang dalam istilah psikologi disebut sebagai ‘pribadi yang berkuasa’. Jadi, agar Saudara menjadi pribadi yang berkuasa (powerful), Saudara bukan hanya harus mampu bertanya dengan benar, melainkan Saudara juga harus mampu mengungkapkan perasaan dengan benar. Saudara juga punya tanggung jawab untuk mengomunikasikan keperluan atau kebutuhan Saudara. Orang yang berkuasa adalah orang yang mengomunikasikan dengan jelas apa yang mereka butuhkan. Kalau Saudara lihat orang-orang yang paling berkuasa atau orang yang paling kaya di muka bumi, kesamaan mereka bukanlah karena mereka mempunyai gelar universitas. Salah satu kesamaan mereka adalah mereka bisa dengan penuh kuasa mengomunikasikan visi yang mereka miliki. Sebenarnya, mengomunikasikan kebutuhan itu sudah ada dalam hidup kita sebagai manusia sejak awal. Saat seorang anak lahir, mereka punya banyak kebutuhan. Kalau seorang bayi merasa lapar, dia akan mengungkapkannya dengan cara menangis, misalnya. Sang ibu harus mencari tahu dengan benar, apa maksud tangisan bayi itu. Apakah tangisan itu karena bayinya mengantuk dan mau tidur, atau karena popoknya basah, atau karena lapar? Lalu apabila sang ibu memuaskan atau memenuhi kebutuhan sang bayi, di mana sang bayi diberi makan dan kenyang, pada saat itulah lingkaran rasa percaya terbentuk. Setiap kali semua kebutuhan diungkapkan dan dipenuhi, maka sebuah lingkaran kepercayaan terbentuk. Setiap kali lingkaran terbentuk, dan makin banyak terbentuk, maka makin erat serta intim juga hubungan yang dibangun. Sama halnya dengan hubungan kita dengan Bapa di surga. Orang yang tidak berkuasa tidak mengomunikasikan kebutuhan mereka. Mereka akan berkata, “Kalau Kamu cinta padaku, Kamu harusnya tahu apa yang aku butuhkan.” Sering kali kita memberi respon seperti itu kepada Tuhan: “Bukankah Kamu Tuhan? Kamu tahu apa yang aku butuhkan! Untuk apa aku kasih tahu lagi?” Alkitab berkata, “Kamu tidak mendapatkan karena kamu tidak memintanya.” Walaupun Dia tahu dan Maha Tahu, Dia mau kita untuk mampu mengungkapkan kebutuhan kita dengan jelas. Pada saat Tuhan memenuhi kebutuhan kita, maka sebuah lingkaran rasa percaya terbangun. Pada saat kita menyaksikan kebaikan Tuhan dalam hidup kita, maka ikatan dan keintiman kita dengan Tuhan bertumbuh makin kuat. Kalau Saudara mau menjadi pribadi yang berkuasa, Saudara mau kemerdekaan untuk bisa maju dalam hidup Saudara di tahun 2022 ini, mari kita bereskan pelanggaran yang kita alami dalam hidup kita dengan cara sembuh dengan baik. Mari kita hentikan semua ketersinggungan atau luka yang kita alami dengan bertanya dengan benar. Mari kita bangun keintiman hubungan dan keterikatan yang lebih dalam, dengan mengungkapkan permintaan dan permohonan kita dengan baik. Itu yang ingin saya katakan dan sampaikan pada Saudara. Saya berharap ada yang belajar sesuatu pada hari ini.
P.S : Dear Friends, I am open to freelance copywriting work. My experience varies from content creation, creative writing for an established magazine such as Pride and PuriMagz, web copywriting, fast translating (web, mobile, and tablet), social media, marketing materials, and company profile. Click here to see some of my freelancing portfolios – links.
If your organization needs a Freelance Copywriters or Social Media Specialist, Please contact me and see how I can free up your time and relieve your stress over your copy/content needs and deadlines. My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com. Sharing is caring, so any support is very much appreciated. Thanks, much and God Bless!