JPCC Online Service (10 October 2021)
Hai JPCC, salam damai sejahtera untuk kalian semuadan juga semua Saudara yang mengikuti online service, pada hari Minggu kedua di bulan Oktober ini. Semoga kalian semua dalam keadaan baik, sehat secara jasmani dan juga secara rohani. Puji Tuhan untuk keadaan yang semakin membaik selama beberapa minggu belakangan ini, memberikan harapan untuk kita mulai dapat kembali mempersiapkan kebaktian secara on-site.
Dan, kalau kita mulai dengan kebaktian on-site, tentunya dengan jumlah yang masih sangat terbatas dan sesuai dengan aturan protokol kesehatan yang berlaku. Saya sadar akan kerinduan banyak di antara kalian yang ingin segera kembali dapat berkumpul untuk menyembah Tuhan bersama-sama. Tetapi untuk kita bisa kembali berbakti seperti sebelum pandemi, masih diperlukan waktu yang lebih lama.
Itu sebabnya saya berharap kalian bersabar, tetap menjaga kesehatan dan tidak menjadi lengah, karena kita perlu untuk terus bersama-sama memerangi pandemi ini. Kalian tentu akan mendengar bagaimana perkembangan akan hal ini lebih lanjut, dan sementara itu kita syukuri saja apa yang ada sekarang. Karena saat ini pun, di mana kalian berada, kalian dapat merasakan hadirat Tuhan dan juga jamahan-Nya.
“Every decision is a value judgement”, itu yang sering dikatakan oleh DR. AR. Bernard.
Artinya setiap keputusan dibuat berdasarkan pertimbangan nilai. Ketahuilah bahwa kesehatan kalian menjadi prioritas dan pertimbangan kami dalam mengambil keputusan di masa ini, karena nilai yang kita percayai di JPCC adalah “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Dan ini bukan cuma sekadar jargon atau kalimat yang baik untuk didengarkan, tetapi sebuah nilai untuk dihidupi.
Kita sudah berada di bulan Oktober, dan di bulan ini kita akan membahas tema tentang: “Serving and Selflessness” (melayani dan tidak mementingkan diri sendiri). Saya percaya kalian semua akan mendapatkan pelajaran yang berguna dari kebenaran firman Tuhan dan ini selama beberapa minggu ke depan.
Ada banyak orang yang melayani, tetapi kita mau belajar bagaimana melayani dengan sikap yang benar, karena pelayanan adalah bagian daripada spiritual discipline, yang mengandung janji. Apalagi buat kita yang melayani di gereja atau di ladang Tuhan, jangan sampai ukuran pelayanan yang diberikan di gereja lebih rendah dari pada pelayanan yang diberikan kepada dunia ini.
Jangan sampai kita berpikir, “Ah, ini kan buat gereja, kasih aja yang biasa atau kasih aja yang bekas, buat apa kasih yang bagus-bagus?” Nah, kalau kita mengharapkan Tuhan selalu memberikan yang terbaik, seharusnya kita sendiri harus belajar untuk memberikan yang terbaik juga untuk Tuhan.
Opening Verse – Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Artinya, kita diminta untuk membuat perbedaan. Kemudian Yesus katakan, Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Markus 10:42-45 (TB)
Jelas di sini, bahwa Yesus tidak melarang siapa saja yang ingin menjadi besar dan terkemuka. Dan yang dimaksud terkemuka di sini adalah menjadi yang pertama, atau yang terdepan, atau menjadi yang memimpin. Yesus justru memberitahukan bagaimana cara yang benar, karena Yesus mengerti bahwa ada tanggung jawab tersendiri, ada beban dan tantangan yang berbeda yang akan dihadapi seseorang ketika ia menjadi besar dan terkemuka, yakni tanggung jawab, beban dan tantangan yang belum pernah dihadapi orang itu sebelumnya.
Itu sebabnya Dia katakan: “Caranya menjadi besar adalah melalui pelayanan yang baik. Caranya menjadi yang terkemuka adalah dengan menjadi hamba untuk semuanya.” Dengan kata lain: The best way to go up is down; (Posisi terbaik untuk naik adalah dari bawah) Karena dengan demikian kita dapat mengembangkan karakter yang kuat, sebagai fondasi untuk dapat menjaga keseimbangan. Karena semakin tinggi kita berada,tentunya tiupan angin akan menjadi semakin besar.
Ingat; ‘balance is the key of life’, menjaga keseimbangan adalah kunci kehidupan. Kemudian Yesus katakan di ayat 45 bahwa :
Supporting Verse – Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Markus 10:45 (TB)
Yesus memberikan diri-Nya sendiri sebagai contoh. Dia adalah seorang pemimpin yang melayani. Tidak sama dengan apa yang diperlihatkan oleh para pemimpin yang ada di zaman itu. Sedangkan orang-orang Yahudi dan para pemimpin agama di zaman itu mengharapkan seorang Mesias, sebagai figur yang perkasa, yang akan mendirikan kerajaan dan membebaskan mereka dari Kekaisaran Romawi. Jadi, ketika mereka melihat Yesus yang memiliki sikap dan kerendahan hati seorang hamba,tentunya mereka menjadi bingung, karena Yesus tidak seperti yang mereka bayangkan.
Apalagi Yesus sendiri mengatakan, bahwa Dia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani,dan memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Sekarang mari kita lihat kitab Yohanes 13.
Supporting Verse – Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Yohanes 13:3-5 (TB)
Tes karakter yang sebenarnya adalah kalau seseorang diberi kekuasaan. Kita akan segera tahu bagaimana karakter seseorang pada saat dia menerima kekuasaan, atau dinaikkan jabatan atau kedudukannya, diperbesar otoritasnya, atau diberi kemampuan lebih secara finansial. Kita baru baca bahwa Yesus, pada saat Dia tahu bahwa semuanya—termasuk semua kuasa—telah diberikan oleh Bapa-Nya ke dalam tangan-Nya, yang pertama kali Dia lakukan adalah membasuh kaki murid-murid-Nya.
Yesus memberikan contoh kepada murid-murid-Nya bahwa kuasa itu diberikan untuk melayani. Dan mencuci kaki orang lain, pada zaman itu,adalah pekerjaan yang biasa dilakukan oleh seorang budak. Yesus mencontohkan bahwa Dia tidak terlalu besar sampai tidak bisa lagi melayani; bahkan sebaliknya, kebesaran, kekuasaan-Nya, dipakai-Nya untuk melayani murid-murid-Nya. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, mengatakan :
Supporting Verse – Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Filipi 2:5-7 (TB)
Jadi, sebagai Saudara seiman dalam Kristus, ketika kita berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam hidup kita bersama, diharapkan untuk menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga di dalam Kristus, yaitu mengambil sikap sebagai seorang hamba, seorang yang melayani.
Kata ‘hamba’ di sini, dalam bahasa aslinya, adalah ‘doulos’ yang artinya budak, yaitu seseorang yang mengabdikan diri pada orang lain, dengan mengabaikan kepentingannya sendiri. Nah, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas maka kita perlu melihat kebiasaan yang ada pada zaman itu, karena ada dua jenis budak yang dimengerti oleh bangsa Yahudi.
Supaya kita mengerti yang mana yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus,mari kita membuka kitab Ulangan 15.
Supporting Verse – Dikatakan seperti ini, “Apabila seorang saudaramu menjual dirinya kepadamu, baik seorang laki-laki Ibrani ataupun seorang perempuan Ibrani, maka ia akan bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh engkau harus melepaskan dia sebagai orang merdeka. Ulangan 15:12 (TB)
Nah, berhenti sampai di sini dulu. ‘Menjual diri’ di sini maksudnya adalah menjadi seorang budak. Mengapa mereka melakukan ini? Karena biasanya mereka terjebak hutang, dan karena mereka tidak dapat membayar hutang mereka, maka mereka akan bekerja sebagai budak kepada orang yang membayar lunas hutang mereka. Jadi, mereka menjadi budak lebih karena keadaan; terpaksa menjadi budak. Dan selama mereka menjadi budak, mereka tidak mempunyai hak pribadidan bekerja untuk tuannya tanpa diberi upah.
Tetapi, mereka hanya bekerja kepada orang yang membayar hutang, selama enam tahun saja. Karena menurut aturan di tahun ketujuh mereka harus dibebaskan, karena telah dianggap sudah menyelesaikan semua hutang mereka. Dan, bukan hanya itu saja, di ayat 13 kemudian kita baca.
Supporting Verse – Dan apabila engkau melepaskan dia sebagai orang merdeka, maka janganlah engkau melepaskan dia dengan tangan hampa, engkau harus dengan limpahnya memberi bekal kepadanya dari kambing dombamu, dari tempat pengirikanmu dan dari tempat pemerasanmu, sesuai dengan berkat yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, haruslah kauberikan kepadanya. Haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau ditebus TUHAN, Allahmu; itulah sebabnya aku memberi perintah itu kepadamu pada hari ini. Jadi, saat mereka bebas dari perbudakan, tuan mereka harus memberi dengan limpahnya kambing domba sebagai modal untuk mereka hidup sebagai orang yang merdeka. Dengan demikian, diharapkan mereka tidak perlu lagi menjadi budakdi masa yang akan datang. Nah, ayat ke-16 kemudian dikatakan: Tetapi apabila dia berkata kepadamu: Aku tidak mau keluar meninggalkan engkau, karena ia mengasihi engkau dan keluargamu, sebab baik keadaannya padamu, maka engkau harus mengambil sebuah penusuk dan menindik telinganya pada pintu, sehingga ia menjadi budakmu untuk selama-lamanya. Demikian juga kauperbuat kepada budakmu perempuan. Ulangan 15:13-17 (TB)
Jadi, ada di antara mereka yang seharusnya sudah bisa bebas dari perbudakan, tetapi karena kemauan mereka sendiri mengambil keputusan untuk tetap mengabdi menjadi budak.
Mengapa demikian? Karena selama enam tahun mereka bekerja sebagai budak, mereka diperlakukan dengan sangat baik dan disayangi oleh tuan mereka, sehingga mereka mau mengabdi seumur hidup. Bagi mereka yang mengambil keputusan untuk tetap tinggal sebagai budak, maka mereka harus ditindik di telinganya sebagai tanda bahwa mereka adalah budak seumur hidup terhadap tuan mereka.
Jadi, di zaman itu, yang telinganya ditindik adalah mereka yang menjadi budak seumur hidup. Istilah yang dipakai dalam bahasa Inggris adalah ‘bondslave’ atau ‘bondservant’. Jadi, berbeda dengan budak biasa, ’bondservant’ menjadi budak, bukan karena terpaksa tetapi karena sukarela. Dia melepaskan hak pribadinya tanpa paksaan dan mendedikasikan seluruh hidupnya hanya untuk melayani tuannya. Sikap seperti inilah yang diambil Yesus, seperti yang digambarkan Rasul Paulus dalam Filipi 2:7 tadi.
Yesus mengambil rupa seorang hamba, atau lebih tepatnya ‘bondservant’; Dia mengabdikan hidup-Nya, untuk melakukan kehendak Bapa-Nya. Itu sebabnya kita bisa membaca dalam Yohanes 6:38 (TB), Yesus mengatakan :
Supporting Verse – Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Yohanes 6:38 (TB)
Juga di Taman Getsemani, dalam kitab Matius 26:39 (TB), Yesus berkata seperti ini.
Supporting Verse – …”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Matius 26:39 (TB)
‘Bondservant’ adalah seseorang yang dengan sukarela ingin melayani karena rasa syukurnya, atas kasih yang selama ini ditunjukkan tuannya kepada dia. Sikap seperti inilah yang seharusnya kita punya ketika kita melayani Tuhan di gereja dan melayani sesama di dalam komunitas kita. Kita melayani, bukan karena terpaksa, tetapi secara sukarela, dengan senang hati, atas kehendak kita sendiri, sebagai respons atas kasih karunia yang kita sudah terima dari Yesus.
Karena secara umum saja ada banyak perbedaan antara orang yang melayani karena terpaksa atau karena tuntutan pekerjaan dengan orang yang melayani secara sukarela. Orang yang melayani karena terpaksa itu hanya melakukan sebatas yang diminta. Kemudian, baru bertindak setelah disuruh; kadang harus disuruh berkali-kali, baru dia bergerak. Kemudian, melakukan ala kadarnya;“Yang penting saya sudah melakukan!”Itu sebabnya hasilnya biasa saja, atau hasilnya seperti rata-rata pada umumnya. Kemudian,mereka memikirkan diri mereka sendiri daripada memikirkan orang yang dilayani. Orang-orang yang seperti ini mudah kecewa, mudah mengeluh dan sakit hati, kalau mendapatkan perlakukan tidak seperti yang mereka mau. Dan menganggap pelayanan atau service sebagai sebuah beban. Orang-orang yang melayani secara terpaksa ini, biasanya ‘high in maintenance’ (banyak permintaan), dan ‘low in commitment’ (kurang berkomitmen).
Sebaliknya, orang yang melayani dengan sukarela, melakukan lebih dari yang diminta. Mereka sigap, antisipatif, melakukan dengan sebaik mungkin. Itu sebabnya, hasilnya juga luar biasa, hasilnya di atas rata-rata. Kepuasan [orang] yang dilayani menjadi ukuran keberhasilan pelayanan mereka. Tetap melayani dengan sukacita meskipun mungkin saja mereka tidak diperlakukan dengan baik. Mereka menganggap pelayanan sebagai suatu hak istimewa; sebagai sebuah privilege. Dan mereka-mereka yang melayani secara sukarela ini, biasanya,‘high in commitment’ (sangat berkomitmen)dan ‘low in maintenance’, (tidak banyak permintaan).
Sekarang, mari kita lihat pelayanan yang Yesus lakukan. Bagaimana cara Dia melayani, sehingga kita dapat belajar kira-kira bagaimana cara Dia berpikir dan bagaimana sikap-Nya dalam melayani. Karena semuanya ini termanifestasi dalam tindakan-tindakan Yesus.
Supporting Verse – Pada hari ketiga, ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, perbuatlah itu!” Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung. Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: “Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air.” Dan merekapun mengisinya sampai penuh. Lalu kata Yesus kepada mereka: “Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.” Lalu merekapun membawanya. Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu—dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya— ia memanggil mempelai laki-laki, dan berkata kepadanya: “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya. Yohanes 2:1-11 (TB)
Ada beberapa hal yang kita bisa pelajari dari Yesus di sini.
Pertama adalah, keinginan-Nya untuk memberikan yang terbaik.
Bayangkan, kalau Yesus membuat anggur yang biasa saja, orang yang datang sudah senang! Karena itulah yang menjadi kebiasaan mereka yang mengadakan pesta pernikahan; memberikan anggur yang terbaik di depan sampai semua orang puas minum, baru anggur yang kurang baik dikeluarkan.
Tetapi Yesus tidak melakukan seperti yang biasa dilakukan orang! Yesus melakukan lebih dari yang diharapkan. Dia memutuskan untuk memberikan anggur yang terbaik. Ini keluar dari generous spirit, roh yang berkelimpahan; keluar dari kemurahan hati-Nya.
Kedua, Yesus tidak mempersoalkan siapa yang menerima pujian.
Bayangkan, kalau Yesus tidak melakukan mukjizat maka yang punya pesta pasti akan mendapat malu, karena mereka kehabisan anggur! Tetapi justru sekarang, karena apa yang Yesus lakukan, pengantin pria mendapatkan pujian dari pemimpin pesta. Padahal pengantin pria itu tidak tahu apa-apa! Dia tidak tahu bahwa, anggur sudah habis. Hanya Maria, ibu Yesus, dan para pelayan yang menyediakan air, tahu apa yang terjadi.
Waktu pemimpin pesta memuji pengantin pria—karena anggur terbaik masih tersedia sampai akhir pesta—Yesus tidak protes sama sekali, dan tidak berusaha mendapatkan kredit atas perbuatan-Nya. Yesus lebih mementingkan reputasi pengantin pria daripada mendapatkan pujian untuk diri-Nya sendiri.
Ketiga, Yesus mulai dari apa yang ada;
Apa yang Dia bisa temukan. Air yang dipakai untuk membuat mukjizat adalah air untuk pembasuhan kaki. Sesuatu yang biasa, Dia ubah menjadi sesuatu yang luar biasa atau excellent!
Sering kita berpikir sesuatu yang excellent itu harus mahal, dan karena kita tidak punya yang mahal, itu sebabnya kita merasa tidak bisa melakukan yang excellent. Perhatikan, excellent itu tidak identik dengan yang mahal, atau mempunyai alat yang paling canggih; tetapi excellent itu dimulai dengan menggunakan secara maksimal apa yang ada di tangan kita.
Dengan kata lain, excellence lebih merupakan sikap hati seseorang. Sekarang,kita mau membaca satu kisah lagi yaitu dari kitab Markus 6:34-43 (TB).
Supporting Verse – Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka. Pada waktu hari sudah mulai malam, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini.” Tetapi jawab-Nya: “Kamu harus memberi mereka makan!” Kata mereka kepada-Nya: “Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?” Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!” Sesudah memeriksanya mereka berkata: “Lima roti dan dua ikan.” Lalu Ia menyuruh orang-orang itu, supaya semua duduk berkelompok-kelompok di atas rumput hijau. Maka duduklah mereka berkelompok-kelompok, ada yang seratus, ada yang lima puluh orang. Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan. Markus 6:34-43 (TB)
Memang, lebih mudah menyuruh orang banyak ini pulang, supaya mereka membeli makan sendiri daripada memberi mereka semua makan, karena jumlah mereka ada 5.000 orang laki-laki, belum termasuk yang perempuan dan anak-anak. Tetapi Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya: “Kamu harus memberi mereka makan!”Kalau pada zaman sekarang ini sama saja dengan mentraktir 5.000 orang lebih makan. Coba bayangkan, berapa biayanya?
Jelas di sini, bahwa Yesus sedang memperbesar cara berpikir dan kapasitas hati dari murid-murid-Nya. Memang benar, kalau kita hidup tanpa Tuhan, maka semua rencana yang kita buat dan apa yang kita kerjakan, hanya sebatas seberapa besar uang yang ada di tangan kita dan yang bisa kita pinjam dari yang lain.
Tetapi Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya untuk berpikir lebih besar daripada jumlah uang yang ada di tangan mereka. Rencana Tuhan tidak tergantung dengan berapa banyak uang yang ada di tangan mereka, tetapi lebih tergantung kepada iman mereka.
Dan kenyataannya, semua orang— ribuan orang—yang hadir di sana, bisa makan sampai kenyang, dan uang mereka [murid-murid-Nya] sama sekali tidak terpakai. Luar biasa, hidup bersama dengan Yesus! Dari kejadian ini kita kembali dapat melihat bagaimana sikap Yesus dalam melayani:
Pertama, Yesus bukan hanya peduli akan kebutuhan rohani orang-orang yang mengikut Dia, tetapi Yesus juga mengantisipasi kebutuhan jasmani mereka.
Yesus tahu apa yang mereka rasakan— bahwa orang-orang ini lapar!—sebelum mereka menyatakan apa yang mereka rasakan.Yesus adalah seorang pemimpin yang pandai,untuk mengantisipasi kebutuhan orang-orang yang mengikut Dia.
Kedua, kembali kita melihat bagaimana Yesus memberikan lebih dari yang diharapkan!
Dituliskan bahwa, semua orang makan sampai kenyang;bahkan masih tersisa 12 bakul penuh.
Supporting Verse – Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita. Efesus 3:20 (TB)
Ketiga, pelayanan yang sangat rapi dan luar biasa.
Ingat! Yang menjadi perhatian di awal cerita adalah mereka berada di tempat yang sunyi dan hari sudah mulai malam. Artinya, mereka tidak bisa berlama-lama di sana, sedangkan jumlah orang yang hadir dan yang belum makan, sangat banyak—lebih dari 5.000 orang! Sedangkan murid-murid-Nya hanya berjumlah 12 orang.
Kalau tidak ada organisasi yang baik ketika membagikan roti dan ikan, maka kekacauan bisa terjadi, dan mereka tambah lama lagi [akan] ada di tempat itu. Itu sebabnya, Yesus menyuruh mereka duduk secara berkelompok, dalam jumlah seratus dan lima puluh, supaya murid-murid-Nya dapat mendistribusikan makanan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat.
Demikian juga dalam mengumpulkan kembali sisa makanan. Sering kali kita senang membaca cerita ini, tetapi lupa bahwa agar mukjizat bisa terjadi diperlukan organisasi yang rapi.
Keempat, Yesus memakai apa yang ada di tangan mereka—bukan apa yang tidak ada—dan dalam hal ini lima roti dan dua ikan [di tangan mereka],untuk melakukan mukjizat memberi makan orang-orang ini.
Always start with what you have; mukjizat selalu dimulai dengan apa yang ada di tangan kita. Saya berharap, dua kejadian ini memberikan gambaran yang jelas kepada kita tentang bagaimana seharusnya sikap kita dalam melayani. Sikap seperti inilah yang selalu menjadi harapan saya dan doa saya terjadi di JPCC, dalam kita melayani Tuhan dan juga melayani sesama. Baik dalam kapasitas sebagai seorang staf ataupun seorang volunteer, kita memandangnya sebagai sebuah privilege.
Pelayanan adalah sebuah hak istimewa, sebuah privilege, untuk dapat melayani Raja di atas segala raja. Tuhan tidak berhutang apa pun kepada kita tetapi kita berhutang segalanya pada Tuhan. Jadi, kita melayani bukan karena apa yang kita bisa dapatkan, tetapi kita melayani karena apa yang kita bisa berikan.
Saya ulangi sekali lagi: kita melayani bukan karena apa yang kita bisa dapatkan, tetapi kita melayani karena apa yang kita bisa berikan. Karena kita sudah lebih—terlebih dahulu menerima kasih karunia Tuhan yang begitu besar. Kita yang berdosa, tetap diterima dan dikasihi. Bahkan Yesus membayar lunas semua hutang kita di atas kayu salib, sehingga kita yang tidak layak menjadi dilayakkan, dan diangkat menjadi anak-Nya.
Marilah kita dalam hidup kita bersama, mulai dari keluarga kita sendiri, dalam hubungan suami-istri, antara orang tua dan anak, antara saudara bersaudara, sampai kepada hubungan kita dengan orang-orang yang ada di luar rumah, memakai pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus sebagai seorang ‘bondservant’; sehingga kita dapat menjadi saluran kasih Tuhan kepada orang lain, karena pelayanan adalah salah satu bentuk dari pemberian kasih. Semoga apa yang kita pelajari hari ini menolong kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai orang-orang yang sudah ditebus oleh kasih karunia Tuhan kita, Yesus Kristus. Amin.
P.S : Hi Friends! I need a favor in terms of a freelancing job opportunity, please do let me know if any of you know a freelance opportunity for a copywriter (content, social media, press release, company profile, etc). My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com, Sharing is caring so any support is very much appreciated. Thanks much and God Bless!



