Bricks Without Straw By Ps. Paul Scanlon

JPCC Kota Kasablanka Service 1 (16 Juni 2019)

Suatu sukacita bagi saya untuk kembali bertemu dengan kalian semua disini. Pagi ini saya bangun jam 5 pagi untuk datang ke gereja, suatu hal cukup unik karena di eropa atau budaya barat, kalau ada Ibadah yang mulai sebelum jam 9 pagi, biasanya tidak ada yang datang. Saya ingin membuka kotbah saya dengan kisah berikut.

Opening Verse – Afterward Moses and Aaron went to Pharaoh and said, “This is what the Lord, the God of Israel, says: ‘Let my people go, so that they may hold a festival to me in the wilderness.’ Pharaoh said, “Who is the Lord, that I should obey him and let Israel go? I do not know the Lord and I will not let Israel go.” Then they said, “The God of the Hebrews has met with us. Now let us take a three-day journey into the wilderness to offer sacrifices to the Lord our God, or he may strike us with plagues or with the sword.” But the king of Egypt said, “Moses and Aaron, why are you taking the people away from their labor? Get back to your work!” Then Pharaoh said, “Look, the people of the land are now numerous, and you are stopping them from working.” That same day Pharaoh gave this order to the slave drivers and overseers in charge of the people: “You are no longer to supply the people with straw for making bricks; let them go and gather their own straw. But require them to make the same number of bricks as before; don’t reduce the quota. They are lazy; that is why they are crying out, ‘Let us go and sacrifice to our God.’ Make the work harder for the people so that they keep working and pay no attention to lies.” Then the slave drivers and the overseers went out and said to the people, “This is what Pharaoh says: ‘I will not give you any more straw. Go and get your own straw wherever you can find it, but your work will not be reduced at all.’” So the people scattered all over Egypt to gather stubble to use for straw. The slave drivers kept pressing them, saying, “Complete the work required of you for each day, just as when you had straw.” And Pharaoh’s slave drivers beat the Israelite overseers they had appointed, demanding, “Why haven’t you met your quota of bricks yesterday or today, as before?” Then the Israelite overseers went and appealed to Pharaoh: “Why have you treated your servants this way? Your servants are given no straw, yet we are told, ‘Make bricks!’ Your servants are being beaten, but the fault is with your own people.” Pharaoh said, “Lazy, that’s what you are—lazy! That is why you keep saying, ‘Let us go and sacrifice to the Lord.’ Now get to work. You will not be given any straw, yet you must produce your full quota of bricks.” The Israelite overseers realized they were in trouble when they were told, “You are not to reduce the number of bricks required of you for each day.” When they left Pharaoh, they found Moses and Aaron waiting to meet them, and they said, “May the Lord look on you and judge you! You have made us obnoxious to Pharaoh and his officials and have put a sword in their hand to kill us.” Exodus 5:1-21 NIV

Judul pesan hari ini adalah Batu Bata tanpa Jerami (Bricks without Straw), banyak orang mengingat judul dari pesan yang saya sampaikan. Dalam kelas komunikasi, saya sering mengingatkan banyak pastor untuk mencari judul yang lebih baik dalam kotbah mereka.

Batu Bata tanpa Jerami, ada sesuatu yang menarik terjadi disini, apa yang membuat sebuah film menjadi luar biasa? tentu adalah bagian di dalam plot film tersebut. Apa yang membuat hidup kita bisa menarik atau menakutkan adalah bagian yang ada di dalam “Plot” tersebut.

Plot-nya mungkin bisa berupa Yusuf yang dijual kepada Perbudakan, tetapi bagian dari Plotnya adalah Tuhan membutuhkan Yusuf untuk ada di Mesir karena suatu hari dia akan menjadi Perdana Menteri disana.

Apa yang membuat kehidupan menjadi rumit bagi kita semua adalah pikiran kita seringkali melihat dan terlibat di dalam plot yang bsia kita lihat, tetapi jiwa kita berada di dalam plot yang tidak terlihat.

Kebebasan atau kemerdekaan adalah sesuatu yang rumit, Tuhan ingin agar manusia mengerti bahwa kemerdekaan adalah sesuatu yang rumit. Jadi, Tuhan yang tidak pernah membutuhkan kemerdekaan, dan tidak pernah ditindas atau diperbudak, ingin agar kita mengerti bahwa Dia mengerti kemerdekaan adalah suatu hal yang rumit.

Jadi, Umat Israel ada di dalam masa perbudakan selama 430 tahun, sekitar 17 generasi. Disaat seseoran hidup di dalam penindasan seperti ini, penindasan tersebut seakan-akan menjadi bagian yang menyeluruh dalam hidup mereka, menjadi sesuatu yang normal dalam hidup mereka.

Semua hal yang bertahan sampai generasi ketiga biasanya akan menetap dan semakin terbentuk dalam kehidupan generasi tersebut. Ini sebabnya kenapa saya mengerti bahwa Tuhan berhenti memperkenalkan diriNya lebih dari 3 generasi setelah generasi Yakub. Karena setelah generasi Yakub, Iman dari Abraham dan Ishak terbentuk di seluruh negara.

Abraham adalah generasi pertama dari orang percaya dan Ishak dibersarkan dalam keluarga yang takut akan Tuhan, dan ketika sampai ke generasi cucu, yaitu Yakub, maka Iman secara Individu dari Abraham dan Ishak mulai tersebar ke seluruh negara.

Sesuatu yang berhasil melewati sampai tiga generasi, baik atau buruh biasanya akan terbentuk secara permanen lebih daripada sebelumnya.

Sharing Ps. Paul – Saya punya delapan cucu, dan saya adalah bagian daripada generasi oang percaya pertama di keluarga kami, atau saya sebut sebagai Generasi Abraham. Saya adalah seseorang yang menderita saat itu karena tidak bisa dengan leluasa menunjukkan kepercayaan saya seperti membaca Alkitab dan pergi ke gereja di keluarga saya, bahkan Ibu saya sampai ke dokter dan berpikir bahwa saya sakit karena kepercayaan saya ini.

Tetapi anak saya tumbuh di rumah dan keluarga saya, dan tidak harus berjuang untuk itu. Generasi kedua, atau saya sebut sebagai Generasi Ishak punya pergumulan yang unik, salah satu pergumulan daripada generasi kedua orang percaya adalah mereka bertemu dengan gereja dan jemaat Tuhan sebelum bertemu dengan Yesus, dan hal ini membuat mereka menjadi bingung. Karena Gereja atau Jemaat lebih susah untuk dicintai daripada mencintai Yesus.

Generasi ketiga atau saya sebut sebagai Generasi Yakub, disaat mereka masuk, karakter ini terbentuk secara permanen. Jadi jika hal ini bisa terjadi dalam tiga generasi, bayangkan seberapa kuatnya lagi karakter ini jika terbentuk dalam 17 generasi?

Budak-budak Ibrani atau Israel dalam kisah diatas ini bukan saja budak secara luarnya saja, tetapi juga mereka merasa seperti budak di dalam diri mereka sendiri, dan Tuhan mengerti itu. Jadi dengan membawa mereka keluar dari mesir adalah suatu hal yang rumit.

Tuhan mengirimkan mereka Musa dan Harun agar membebaskan UmatNya. Firaun berkata bahwa dia akan menghukum mereka lebih lagi karena apa yang Musa dan Harun minta, dan hukumannya adalah bahwa mereka tidak akan lagi diberikan jerami, tetapi mereka tetap membuat batu bata dengan jumlah dan kuota yang sama seperti sebelumnya.

Mandor-mandor ini sadar bahwa mereka sedang ada masalah disaat mendengar pernyataan dari Firaun ini, karena mereka ini pada awalnya adalah budak, dan mereka sudah ada di dalam masalah sebelumnya, dan disaat mendengar pernyataan dari Firaun ini, mereka menjadi panik karena semakin bertambah masalahnya.

Jadi, Batu Bata tanpa Jerami ini adalah strategi Tuhan untuk memberitahukan mereka bahwa mereka ini sudah menjadi terlalu nyaman dengan Firaun dan menyadarkan mereka bahwa Firaun ini adalah musuh mereka. Musa dan Harun tidak membuat nama mereka menjadi jelek, karena Firaun memang sudah membenci mereka sebelumnya.

Jadi setelah 17 generasi dalam perbudakan, orang-orang israel ini mengalami kebingungan dalam mengenali siapa musuh dan teman-nya. Tuhan harus memakai cara untuk mengingatkan mereka bahwa Firaun ini bukan teman mereka, dan Musa itu bukanlah musuh mereka.

Tuhan tahu bahwa permasalahannya bukan apakah Firaun akan melepaskan bangsa Israel atau tidak, tetapi masalah sebenarnya adalah bahwa setelah 17 generasi perbudakan ini, apakah orang Israel bisa melepaskan Firaun dari kehidupan mereka atau tidak.

Salah satu contoh di kehidupan modern mengenai kisah diatas ini adalah Stockholm Syndrome, yang ditemukan di tahun 1973. Ketika sebuah perambokan Bank yang salah terjadi di swedia, dan dengan cepat situasi berubah menjadi penyanderaan. 5 dari perampok itu menyandera staff di Bank. Tim SWAT mengerumuni Bank tersebut, mengepung dan menunggu instruksi untuk mengakhiri hal ini.

Tentunya sesuatu yang bahaya, jika peluru yang ditembakan mengenai staff di Bank ini. Situasi ini berlangsung selama 4-5 hari ini. Dan ketika hal ini bisa diselesaikan dengan damai.

Berbulan-bulan kemudian, si perampok ini diadili, dan sistem peradilan mengharapkan agar staff di Bank ini bisa menjadi saksi, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang mau melakukannya untuk melawan si perampok. Karena mereka merasa bahwa si perampok ini bisa memelihara dan menjaga mereka lebih baik daripada apa yang dilakukan oleh aparat polisi.

Mereka merasa lebih aman saat berada di Bank dengan perampok, mereka memberikan makanan, pesan kepada keluarga bahwa mereka tidak akan disakiti, dan bahkan juga pengobatan kepada mereka. Staff di Bank membentuk sebuah kedekatan secara psikologis dengan para perampok. Mereka merasa lebih aman dengan orang yang menawan mereka daripada bersama dengan para pembebas yang berada di luar, inilah yang dinamakan Stockholm Syndrome.

Bahkan Salah satu pemimpin perampokan Bank itu diberikan 10 tahun untuk dipenjara, dan ketika keluar dari penjara, dia menikah dengan salah satu staff di Bank ini.

Sesuatu yang kelihatan gila, tetapi setiap dari kita telah melakukan hal yang sama dalam kehidupan kita, kita semua pada titik tertentu sudah “menikahi” perampok di dalam kehidupan kita. Kita membentuk suatu kedekatan dengan sosok “Firaun” di dalam pikiran kita.

Dimana kita merasa nyaman dengan Stockholm Syndrome, berupa masalah yang kita punyai dalam hidup kita, dan seakan-akan merasa nyaman dan lebih baik bersama dengan masalah yang kita kenal, daripada bersama kemerdekaan yang belum kita kenal.

Tuhan tahu bahwa kedekatan ini telah terbentuk antara Firaun dan orang israel, Firaun bukanlah masalahnya, tetapi kedekatan dan kenyamanan mereka dengan Firaun inilah yang menjadi masalahnya.

Banyak dari kita juga mendoakan agar kita bisa dijauhi dari “Masalah dan Firaun” yang ada dalam hidup kita, dan secara tidak sadar bahwa kita sudah dekat dan bahkan menikah dengan dia.

Saya telah menggembalai lebih dari 30 tahun, dan seringkali saya melihat orang-orang yang meminta untuk dibebaskan dari sesuatu, dan pada kenyataannya mereka merasa tidak nyaman disaat pembebasan itu bisa terjadi. Seringkali walaupun kita sadar bahwa ada begitu banyak hal yang tidak bekerja dengan baik, tetapi kita merasa bahwa kita tidak bisa lepas dari kenyataan tersebut.

Jadi untuk membuat orang israel meninggalkan mesir, dan tidak bersama dengan Firaun atau perampok dalam kehidupan mereka, Tuhan memberikan sebuah masalah tambahan. Banyak dari kita tidak mempunyai pengertian teologis bahwa Tuhan bisa dan mampu memberikan masalah tambahan.

Seringkali karena Tuhan begitu mengasihi kita, dan Dia mau menampakan diriNya seperti Musuh daripada menjadi sabahat kita. Karena Dia tahu bahwa Sahabat menciptakan kenyamanan, tetapi Musuh membuat dan menciptakan pergerakan.

Kalau kita ingin bergerak dan keluar dari sesuatu yang mengganggu kehidupan kita, seringkali apa yang Tuhan lakukan untuk membuat kita keluar dari ini adalah dengan mengirimkan situasi seperti Batu Bata tanpa Jerami, mengirimkan masalah diatas dari masalah yang telah kita miliki, untuk membuat kita sadar bahwa kita telah berteman dengan tempat dimana kita terhambat.

Sesekali dalam hidup, Kita tidak bisa membutuhkan sebuah sms daripada teman yang selalu berkata bahwa dia mencintai kita dan mendoakan kita, karena musuh tidak peduli dengan kenyamanan kita, dan teman-teman kita bisa membuat kita terhambat dan hanya masalah yang bisa membuat kita bergerak.

Jadi, mulai berpikir apa yang sebenarnya terjadi dalam hidup kita, karena jika situasinya menjadi lebih buruk dan tidak lebih baik, mungkin Tuhan sedang mengirimkan masalah baru dari masalah yang sedang anda hadapi agar anda bisa bergerak dan keluar dari sana.

Karena Firaun sebenarnya bukan masalah, Firaun pada saat itu adalah pemimpin yang berkuasa di dunia, tetapi seluruh kekuasaannya tidak bisa melindungi dirinya daripada kekuatan Tuhan. Semua Tulah yang Tuhan kirimkan kepada Firaun adalah cara Tuhan menunjukkan kuasanya kepada orang israel bahwa mereka akan baik-baik saja di dalam naungan Tuhan.

Seringkali dalam hidup, Kita juga membutuhkan Firaun atau seorang Penganggu (Agitator), bisa jadi kita lebih membutuhkan gangguan daripada pembebasan, untuk mendorong kita agar bisa bergerak.

Tuhan tahu bahwa jika orang israel tidak meninggalkan mesir dengan kondisi hati yang benar, dan mematahkan kenyamanan mereka dengan Firaun, mereka akan mati di tengah-tengah kebebasan dan kemerdekaan, dan itulah yang terjadi.

Suatu hal yang gila dan menyedihkan, mati dalam kemerdekaan yang diberikan. Karena ada perbedaan antara pembebasan dan kebebasan.

Pembebasan adalah pada saat dimana Musa berkata kepada Firaun untuk membebaskan orang israel, tetapi kebebasan atau kemerdekaan adalah hal yang datang setelah pembebasan terjadi. Tuhan tidak mau kita dibebaskan tetapi tidak mampu hidup dalam kebebasan tersebut.

Kita menjadi pandai dalam membebaskan tetapi tidak pandai untuk hidup di dalam kebebasan. Ada begitu banyak orang yang tercandu dengan pembebasan, bahkan hal ini bisa terjadi berulang-ulang kali, padahal sebenarnya hal ini hanya perlu dilakukan sekali saja. Mungkin kita perlu dorongan untuk berpindah dari cara berpikir stockholm syndrome dan mulai hidup dari kebebasan, mungkin hal ini bisa datang dalam masalah baru daripada masalah sebelumnya, seperti situasi Batu Bata tanpa Jerami yang saya jelaskan hari ini.