Buah yang Baik By Ps. Johannes Thelee

JPCC Online Service (27 Maret 2022)

Salam damai sejahtera bagi Saudara semua di mana pun Saudara berada. Saya berharap Saudara semua dalam keadaan yang baik dan sehat, serta siap untuk mendengarkan firman Tuhan yang akan kita terima bersama-sama hari ini.

Tidak terasa kita sudah sampai di minggu terakhir pada bulan Maret ini untuk menyelesaikan tema bulanan kita, yaitu tentang kehidupan yang senantiasa berbuah, yang bisa kita miliki sebagai murid dan pengikut Kristus yang sejati.

Saya percaya kita semua sudah diberkati dan belajar banyak selama tiga minggu terakhir ini melalui pengajaran demi pengajaran yang sudah kita terima. Hari ini saya akan menambahkan beberapa hal yang saya percaya akan meneguhkan dan melengkapi pengetahuan dan pengertian kita tentang kehidupan yang menghasilkan buah yang baik bagi kemuliaan nama Tuhan.

Sharing Ps. Johannes Thelee – Selama dua tahun belakangan ini, beberapa kali saya memperhatikan istri saya yang terlihat kecewa ketika ia berbelanja buah-buahan. Salah satunya adalah ketika ia membeli buah pepaya, yang dipilih sendiri oleh istri saya, karena dari luar tampak berwarna kuning dan sudah matang, tapi ketika dibawa pulang dan dipotong, ternyata di dalamnya masih cukup keras dan belum matang.

Saya sendiri juga mencobanya dan memang rasanya kurang enak. Terkadang ia juga membeli buah pisang secara online dari supermarket, dipilihkan oleh petugas yang membantu pada saat itu, dan mengirimkan fotonya ke istri saya melalui WhatsApp.

Di foto kelihatannya bagus dan siap untuk dimakan dalam beberapa hari ke depan, tetapi ternyata ketika diantar sampai di rumah, pisangnya sudah ada yang bonyok di bagian bawahnya. Namun, di foto tak terlihat bahwa sudah ada yang bonyok di bagian bawah tersebut.

Hal ini membuat saya berpikir dan merenung, ketika mempersiapkan pesan firman Tuhan hari ini. Apakah terkadang buah kehidupan kita juga seperti pepaya tersebut, yang dari luar terlihat baik dan seperti sudah matang, atau dalam konteks kehidupan, kita mungkin sudah dalam usia dewasa, tapi ternyata di dalamnya tidak baik, belum matang, masih kekanak-kanakan, mudah kecewa, ngambek-an, mudah menyerah, baper-an, mudah diombang-ambingkan oleh berbagai macam godaan, tawaran, dan bahkan tantangan dalam kehidupan di dunia ini.

Atau kita mungkin sama seperti pisang tersebut, yang dalam foto hanya menampilkan sisi bagusnya saja, menampilkan sorotan kehidupan di semua unggahan media sosial kita, atau zaman sekarang ada istilah “flexing” (pamer), atau yang sejenisnya, padahal semua itu untuk menyembunyikan sisi buah kehidupan yang bonyok, yang berantakan, dan tidak baik.

Kita sudah pelajari bersama sepanjang bulan ini, bahwa Tuhan ingin kehidupan kita menghasilkan buah yang baik. Itu sebabnya judul khotbah saya hari ini adalah “Buah yang Baik”.

Opening Verse –  “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” Yohanes 15:16 (TB)

Ayat ini menunjukkan pada kita bahwa Tuhan sudah mempunyai rencana untuk kehidupan kita. Rencana seperti apa? Tuhan Yesus seperti berkata bahwa Dia telah mempunyai rencana, menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah, dan buah itu bukan hanya sekali kita hasilkan, tapi senantiasa dihasilkan di dalam kehidupan kita.

Kalau kita tetap tinggal di dalam Dia dan Dia tinggal di dalam kita, hidup kita akan terus-menerus menghasilkan buah, dan “apapun—kata-Nya— yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”

Dengan kata lain, kehendak Tuhan dan kehendak kita menjadi selaras ketika kita tinggal di dalam Dia dan Dia tinggal di dalam kita, dan hidup kita menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya.

Mari kita lihat akar kata dalam bahasa Yunani yang dipakai untuk menggambarkan kata “buah” di dalam ayat firman Tuhan ini, yaitu “karpós“. Kata “karpós” memiliki makna harfiah “fruit“, yang kita ketahui sebagai “buah”. Namun, secara kiasan, kata ini berarti segala sesuatu yang dikerjakan di dalam kerja sama yang sejati dengan Kristus.

Karena seperti yang kita ketahui, buah adalah hasil dari sebuah hubungan. Buah yang dimaksud di sini, atau “karpós”, adalah buah yang dihasilkan dari kemitraan kita dengan Kristus. Di sini dikatakan seperti orang percaya atau sebuah ranting yang menjadi satu dengan Kristus, sang Pokok anggur. Seperti yang kita tahu dari ayat-ayat sebelumnya, kita sebagai orang percaya adalah sama seperti ranting yang menempel— atau, dikatakan di sini, menjadi satu— hidup di dalam kesatuan bersama dengan Kristus yang adalah Pokok anggurnya.

Itulah sebabnya ranting harus menempel terus pada pokok anggurnya untuk ranting tersebut dapat menghasilkan buah, dan terus menghasilkan buah, sehingga memuliakan pohon tersebut atau mencerminkan kehidupan dari pohon tersebut, yang dalam hal ini adalah Kristus sebagai Pokok anggur.

Penjelasan ini melanjutkan bahwa, secara definisi, buah (karpós) adalah hasil dari dua kehidupan yang mengalir bersamaan— Tuhan menghidupi kehidupan-Nya melalui kehidupan kita. Tuhan ada di dalam kehidupan kita dengan tujuan menghasilkan apa yang kekal di dalam dan melalui kehidupan kita.

Dari penjelasan ini kita mengerti bahwa buah yang adalah hasil dari hidup yang selaras dengan Tuhan—Dia tinggal di dalam kita dan kita tinggal di dalam Dia— bukanlah buah yang sifatnya sementara, atau hanya terlihat baik dari luar saja.

Melainkan, buah yang dihasilkan oleh aliran kehidupan dari dalam ke luar, yang bersifat kekal, bukan sementara, atau terlihat baik di luar tapi ternyata di dalamnya tidak baik. Buah yang dimaksud adalah yang dari dalam mengalir ke luar, menyatakan kekekalan yang Tuhan sudah persiapkan dalam kehidupan kita.

Itu sebabnya, Minggu lalu kita sudah belajar dari Pastor Jose Carol, bahwa pencapaian, keberhasilan materi, jabatan, kekuasaan, dan popularitas— segala sesuatu yang kelihatan baik dari luar—tak bisa mengisi kebutuhan jiwa kita yang terdalam, yaitu rasa puas yang kita dapatkan dari menjalani hidup yang memenuhi rancangan dan kehendak Bapa di Surga.

Supporting Verse – “Apakah untungnya bagi seseorang, seandainya ia memperoleh seluruh dunia ini tetapi kehilangan nyawanya?” Matius 16:26 (FAYH)

Apakah untungnya, kalau kita punya segala sesuatu yang dipandang dunia sebagai hidup yang “sukses”, tapi kita tahu, di dalamnya ada sisi yang berantakan, bonyok, rusak, sisi di mana kita tak pernah merasa puas, tak pernah merasakan kehidupan yang sejati mengalir dari dalam ke luar.

Yesus juga berkata demikian, “Apa yang dapat diberikan orang sebagai ganti jiwanya?” Matius 16:26 (FAYH)

Karena yang dimaksud bukan buah yang hanya terlihat baik di luarnya saja, tapi buah yang dapat memberikan kepuasan pada jiwa kita, batin kita, dan roh kita pun menjadi bernyala-nyala.

Rasul Paulus juga menulis di dalam 1 Korintus 13:1-3, tentang buah yang dimaksud ini. Seringkali kita tertipu dengan apa yang ada di luarnya saja. 

Supporting Verse – SEKIRANYA saya mempunyai karunia untuk berbicara dalam bahasa-bahasa lain tanpa mempelajarinya lebih dahulu, dan pandai berbicara dalam setiap bahasa manusia, bahkan bahasa malaikat sekalipun, tetapi saya tidak mempunyai kasih, maka saya hanyalah bagaikan tong kosong yang nyaring bunyinya. Sekiranya saya mempunyai karunia untuk bernubuat dan mengetahui segala yang akan terjadi pada masa yang akan datang, serba tahu mengenai segala sesuatu, tetapi saya tidak mengasihi orang lain, apakah gunanya karunia itu? Sekiranya saya dikaruniai iman yang demikian rupa, sehingga dapat menyuruh gunung berpindah, tetapi tanpa kasih, saya tidak berharga sama sekali. Sekiranya saya berikan semua milik saya kepada orang miskin dan sekiranya saya dibakar hidup-hidup karena pemberitaan Injil, tetapi saya tidak mengasihi orang lain, maka semua itu tidak ada gunanya. 1 Korintus 13:1-3 (TB)

Ayat pertama menggambarkan kemampuan manusia yang dapat berkata-kata dengan baik, berkomunikasi dengan baik, di depan publik maupun berbagai jenis komunikasi lain. Namun semuanya itu menjadi tak ada gunanya, karena dikatakan bahwa,  “tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”

Sama seperti istilah “tong kosong nyaring bunyinya”, kalau kita hanya pandai berkata-kata, pandai berkomunikasi, tetapi tidak mempunyai buah, yang adalah kasih tersebut. Seperti yang dia tuliskan juga di dalam Galatia 5:22-23, bahwa kalau kita tidak punya kasih, maka semuanya itu menjadi sia-sia.

Supporting Verse – Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Galatia 5:22-23 (TB)

Lalu dilanjutkan dalam ayat yang kedua dari 1 Korintus 13, “Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.”

Jadi, karunia, pengetahuan, atau bahkan yang tampak seperti mukjizat, iman yang sempurna—semua itu jadi tak ada gunanya, kalau hidup kita tidak mempunyai buah, yang adalah kasih.

Dikatakan bahwa “aku sama sekali tidak berguna.” Lalu dalam ayat yang ketiga dikatakan, “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku—Wow!—bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar,jadi, walaupun kita tampak luarnya baik, populer, dikenal banyak orang sebagai orang yang sangat dermawan, dan seterusnya, “tetapi jika aku tidak mempunyai kasih”,— tapi kalau hidup kita tidak menghasilkan buah, yang adalah kasih itu, “sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku— “kata Paulus.

Sering kali kita tertipu dengan apa yang ada di luar. Kita pikir kalau kita punya karunia, pengetahuan, bahkan bisa menampilkan segala mukjizat, atau bisa berbicara dalam berbagai macam bahasa, menjadi dermawan, memberi ke sana-sini, dan seterusnya, tapi, Tuhan katakan, kalau hidup kita tidak menghasilkan buah, yang adalah kasih itu, sebagai hasil dari hidup di dalam kesatuan dengan Tuhan Yesus Kristus, maka semuanya tidak ada gunanya.

Mari kita lihat sebuah kisah yang diambil dari Lukas 3:3, sebuah kisah tentang Yohanes Pembaptis, yang menyiapkan jalan bagi Tuhan Yesus Kristus sebelum pelayanan-Nya dimulai.

Supporting Verse – Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: ”Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu,” Lukas 3:3 TB

Lalu ia berkata kepada orang banyak yang datang kepadanya untuk dibaptis, katanya: “Hai kamu keturunan ular beludak! Siapakah yang mengatakan kepada kamu melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! Lukas 3:7-8 (TB)

Di ayat ini dikatakan bahwa Ia berkata kepada orang banyak— orang-orang dari seluruh Yudea, dan orang-orang yang ada di sekitar sungai Yordan tersebut, serta orang-orang yang ada di dalam kota Yerusalem—orang banyak yang datang kepadanya untuk dibaptis. Orang-orang itu datang dari berbagai macam lapisan masyarakat—baik pemungut cukai, prajurit, dan juga orang-orang Farisi dan Saduki yang datang kepadanya untuk dibaptis.

Di atas yang sama, dikatakan juga bahwa – katanya, kepada mereka: “Hai kamu keturunan ular beludak! Siapakah yang mengatakan kepada kamu supaya melarikan diri dari murka yang akan datang?”—Ia sedang berbicara tentang kedatangan Yesus ke dalam dunia ini yang akan membawa suatu perubahan dalam konsep kita membangun hubungan dengan Tuhan, bukan lagi hanya melalui hukum Taurat atau melalui peraturan dan hukum yang sudah menjadi tradisi bagi orang Yahudi, melainkan, membangun hubungan yang dekat dengan Tuhan karena Tuhan sudah datang mendekat pada kita, sehingga kita bisa menghasilkan buah yang baik di dalam hidup kita.

Lalu dilanjutkan di ayat selanjutnya “Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan.” Itu sebabnya di awal dia katakan, “Bertobatlah dan berilah diri kita dibaptis, supaya kita diampuni dari segala dosa kita.”

Lalu juga dikatakan, “Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan kamu,”—bukan sekadar mengerjakan ritual agamawi kamu [orang Yahudi], yang sudah menjadi tradisi selama beratus-ratus tahun di dalam kehidupan mereka.

Hal ini ditujukan terutama untuk orang-orang Farisi dan Saduki yang arogan dan selalu ingin tampil serta terlihat indah, saleh, tapi tak pernah menghasilkan buah apa-apa bagi kemuliaan Tuhan, karena mereka hanya mengetahui Tuhan tapi tidak pernah mengenal dan mengalami Tuhan di dalam kehidupan mereka.

Lalu dilanjutkan demikian, “Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami!”—seakan-akan mengagungkan atau memamerkan status mereka sebagai anak Abraham dengan berkata, “Abraham adalah bapa kami.” “Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!”

Dengan kata lain bagi kita semua, jangan sekadar berkata, “Saya sudah menjadi orang Kristen, kok. Lihat, status agama KTP saya Kristen.” Seakan-akan, dengan status agama “Kristen” di KTP kita, sudah pasti kita menghasilkan buah bagi kemuliaan nama Tuhan.—Tidak demikian! Karena Allah bisa menjadikan orang-orang Kristen lain dari batu-batu itu—demikian Dia katakan.

Pesannya adalah,

  • Jangan sekadar tampil sebagai orang Kristen.
  • Jangan sekadar mengunggah di media sosial sebagai “orang Kristen” saja.
  • Jangan sekadar berpakaian seperti seseorang yang “berhasil,” yang “sukses” di dalam Tuhan.

Namun, ayat tadi berkata: “hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatanmu.”

“Menghasilkan buah” ini sebenarnya merujuk pada pengertian orang-orang Yahudi pada zaman itu, Di dalam Markus 11:12-14, kita temukan kisah yang menggambarkan hal ini.

Supporting Verse – Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara. Maka kata-Nya kepada pohon itu: “Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!” Dan murid-murid-Nyapun mendengarnya. Markus 11:12-14 (TB)

Dalam ayat ini, Dikatakan bahwa , Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun—Nanti kita akan cari tahu apa maksudnya kalau pohon ara sudah berdaun, dan hubungannya antara Yesus lapar dan melihat pohon ara yang sudah berdaun, tapi kita lanjutkan dulu. Dikatakan berikutnya— Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu—jadi karena Dia lihat pohon ara itu sudah berdaun, lalu Dia berharap ada sesuatu yang bisa ditemukan di dalam pohon itu yang dapat menjawab rasa lapar Yesus.  Namun dilanjutkan demikian, Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara.

Yang menarik adalah perkataan Yesus setelah itu. Maka kata-Nya kepada pohon itu: ”Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya!” Dan murid-murid-Nya pun mendengarnya. Tuhan berkata bahwa karena tidak ditemukan apa-apa padanya, maka pohon itu dikutuk sehingga tidak lagi dapat berbuah sampai selama-lamanya.

Sebuah artikel berjudul “Hard Sayings of the Bible” dari F.F. Bruce (Frederick Bruce), menyatakan hal yang selama ini mungkin timbul di pikiran kita ketika kita membaca ayat firman Tuhan ini.

Dikatakan demikian, “Bukankah tak masuk akal untuk mengutuk sebuah pohon karena tidak berbuah di saat memang belum waktunya untuk berbuah bagi pohon ara tersebut, seperti Markus katakan di dalam ayat firman Tuhan tadi?”

“Bukankah tak masuk akal untuk mengutuk sebuah pohon karena tidak berbuah di saat memang belum waktunya untuk berbuah bagi pohon ara tersebut, seperti Markus katakan di dalam ayat firman Tuhan tadi?”

Lalu dilanjutkan dalam artikel tersebut, “Pertanyaan ini terjawab di dalam sebuah bahasan berjudul: Pohon Ara yang Mandul,’ yang diterbitkan bertahun-tahun lalu oleh W.M. Christie, seorang pelayan Tuhan di gereja Skotlandia di Palestina, dalam pemerintahan rezim Inggris pada saat itu.”

Ada banyak penjelasan yang kita bisa baca dalam artikelnya, tapi saya akan sampaikan kesimpulannya terlebih dahulu. “Jadi seperti Markus katakan, musim untuk pohon ara itu berbuah memang belum datang.

Namun kalau daun-daun tersebut muncul tanpa adanya taqsh‘,” kata yang diambil dari bahasa Arab Palestina,—”berarti tidak akan ada buah yang muncul dari pohon itu.”

Dikatakan di ayat tadi, Yesus tak menemukan “apa-apa,” diambil dari kata “taqsh“. Kalau “taqsh” tidak ada, berarti pohon itu memang tidak akan berbuah.

Mari teliti lagi, apa artinya “taqsh”?

‘Taqsh’ adalah bakal buah ara atau buah ara yang masih muda, tumbuhan yang berbentuk seperti tombol-tombol, atau bongkol, yang belum menjadi buah ara yang sejati, tapi merupakan semacam pelopor atau bakal buah yang akan menjadi buah ara pada waktunya nanti.

Mereka akan bertumbuh menjadi sebesar kacang badam berwarna hijau. Ketika sudah mencapai fase ini, sering kali ‘taqsh’ dimakan oleh para petani atau orang-orang yang melewati pohon tersebut yang sedang merasa lapar.”

Itu sebabnya ketika Yesus merasa lapar dan Dia melihat ada pohon ara yang sudah mulai muncul daun-daunnya, Ia berharap dapat menemukan “taqsh” atau bakal buah ara yang bisa Ia makan untuk memenuhi rasa laparnya. “Namun Yesus tidak menemukan apa-apa sama sekali. Hanya ada daun-daun saja yang menghiasi pohon tersebut.”

Di dalam sebuah artikel dijelaskan bahwa ini menggambarkan orang-orang Yahudi pada zaman itu, yang dari luar terlihat sukses, indah, saleh, dengan segala macam ritual agamawi yang mereka kerjakan, tapi sebenarnya tidak menghasilkan buah apa-apa, “..seperti daun-daun yang tidak ada ‘taqsh’ di dalamnya sama sekali,”—tidak ada bakal buah yang bisa dinikmati oleh orang yang melewati pohon tersebut.

“Yesus tahu, bahwa pohon ini tidak punya harapan sama sekali—pohon ara yang tidak berbuah, maka dikatakan, terkutuklah pohon itu supaya tidak akan berbuah lagi selamanya.'”

Itu sebabnya Yohanes Pembaptis katakan, di Lukas 3:8 (TB)

Supporting Verse – Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Lukas 3:8 (TB)

Kata “pertobatan” di sini menggunakan kata dalam bahasa Yunani “metanoia“, yang secara harfiah artinya perubahan cara pikir. Ini mengingatkan kita pada sebuah ayat yang ditulis oleh Rasul Paulus, Roma 12:2 (TB).

Supporting Verse – Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu. Sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Roma 12:2 (TB)

Jadi kita perlu terus berubah di dalam cara pikir kita melalui firman Tuhan, melalui tinggal dalam Dia dan dalam kasih-Nya, sehingga pembaruan budi terus terjadi di dalam kehidupan kita, dan seperti dikatakan selanjutnya di ayat diatas, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: Bapa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Buah yang baik adalah buah yang mencerminkan karakter dan kehendak Allah dalam kehidupan kita. Tidak hanya terlihat matang dari luar saja, tapi di dalamnya ternyata belum matang. Atau hanya terlihat baik di foto, di media sosial, tapi ternyata di balik semua itu ada yang bonyok, tidak baik, rusak, dan seterusnya.

Supporting Verse – Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Matius 7:17 (TB)

Hal ini mendorong kita untuk, sekali-sekali melakukan pemeriksaan mandiri di dalam kehidupan kita, dengan cara bertanya, pohon seperti apa yang kita cerminkan melalui buah kehidupan kita?

Karena pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, dan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Jadi, pohon seperti apa yang kita cerminkan melalui buah kehidupan kita? Atau, lebih tepatnya lagi, siapa yang kita cerminkan melalui buah kehidupan kita? Siapa pribadi yang kita promosikan dan muliakan melalui buah kehidupan kita?

Seorang bernama Andy Stanley pernah berkata demikian, “Jika kehidupan Saudara dan saya adalah sebuah iklan, apa yang kita promosikan melalui buah kehidupan kita?”

Apakah kehidupan kita sedang mengiklankan Pokok anggur di mana kita tersambung, mengiklankan Kerajaan Allah di dalam dan melalui kehidupan kita?Apakah kehidupan kita sedang mempromosikan Tuhan yang kita tinggikan dan kita sembah melalui buah roh yang ada dalam kehidupan kita, melalui karakter Kristus yang tercermin dalam kehidupan kita? Atau, kehidupan kita sedang mengiklankan rasa takut atau kehancuran?

Mari kita memilih untuk tetap tersambung, memilih untuk tinggal di dalam Dia dan Dia tinggal di dalam kita, supaya melalui kehidupan kita ada karakter Kristus yang dicerminkan, ada kehendak Allah yang dinyatakan di dalam dan melalui kehidupan kita, kehidupan kita dapat mengiklankan kerajaan Allah dan kemuliaan Tuhan, karena kita adalah orang-orang yang menjadi pengikut Kristus yang sejati, menjadi murid-murid Kristus yang sejati.

Supporting Verse – Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Inilah buah kehidupan yang dihasilkan dari hubungan kita dengan Tuhan dan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita dan kita tinggal di dalam Dia. Ketika kita ada dalam hubungan yang intim dengan Tuhan, maka yang akan terjadi adalah demikian Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. Roma 14:17-18 (TB)

Ketika kita hidup dalam Tuhan, hidup kita akan menghasilkan buah yang baik, yang mencerminkan karakter dan kehendak Allah. Pada saat kita mencerminkan hal tersebut, maka hidup kita menjadi berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.

Bagaimana kalau saya katakan kepada Saudara, bahwa Saudara dan saya memiliki potensi untuk memiliki kehidupan yang berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia, ketika kita tinggal di dalam Dia dan Dia tinggal di dalam kita?

Ketika firman-Nya tinggal dalam kita, dan kita tinggal di dalam kasih-Nya, maka kita akan menghasilkan kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan.

Kehidupan yang dihormati, dihargai oleh banyak orang, karena apa yang kita kerjakan dari dalam ke luar menghasilkan kehidupan yang berintegritas, kehidupan yang dapat menjadi teladan, bukan hanya tampak luar saja, tapi juga dalam kehidupan pribadi kita, dalam keluarga kita, dalam bagaimana kita berhubungan dengan orang lain, dalam menyikapi setiap tantangan dan cobaan, setiap tawaran yang datang dalam hidup kita, dalam menghadapi keberhasilan, pujian, dan semuanya itu, sehingga hidup kita menjadi dampak bagi orang lain, dan, di atas segala-galanya, memuliakan nama Tuhan.

Jadi, bagi Saudara semua, orang-orang percaya, mari kita tertanam terus di dalam Tuhan. Mari kita terus membangun kehidupan kita, berakar di dalam firman-Nya, sehingga kita menjadi orang-orang yang menyenangkan hati Tuhan, dan lebih dari itu, kita bertumbuh dalam pengaruh kita, dalam dampak yang kita hasilkan, menjadi berkat bagi dunia di sekitar kita.

P.S : Dear Friends, I am open to freelance copywriting work. My experience varies from content creation, creative writing for an established magazine such as Pride and PuriMagz, web copywriting, fast translating (web, mobile, and tablet), social media, marketing materials, and company profile. Click here to see some of my freelancing portfolios – links.

If your organization needs a Freelance Copywriters or Social Media Specialist, Please contact me and see how I can free up your time and relieve your stress over your copy/content needs and deadlines. My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com. Sharing is caring, so any support is very much appreciated. Thanks, much and God Bless!