JPCC Online Service (13 November 2022)
Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, atau selamat malam bagi Saudara yang mengikuti ibadah daring JPCC hari ini dari mana pun. Bagaimana kabarnya, Saudara? Siap menyambut Natal? Mulai terasa seperti Natal ya di sana-sini.
Silakan keluarkan catatan Saudara. Kita akan mulai pesan Tuhan hari ini. Setelah seseorang tertanam dalam Komunitas Kristus—yang kita pelajari dua bulan lalu—, dan belajar mengikuti Agenda Kristus— yang kita pelajari di bulan lalu—, langkah selanjutnya adalah “Melayani Tubuh Kristus”—yang menjadi tema kita bulan ini.
Saudara, tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi membawa disrupsi tertentu di gereja,termasuk dalam konteks melayani. Ada orang-orang yang kehilangan apinya sehingga menjadi malas untuk melayani.
Ada mereka yang mau melayani hanya ketika nyaman, tapi mundur waktu tidak nyaman. Ada juga yang melayani untuk mendapatkan sesuatu, bukan untuk memberi atau berkontribusi secara tulus.
Mari kita lihat apa yang Yesus katakan tentang alasan Ia datang ke dunia.
Opening Verse – Ketika Anak Manusia datang ke dunia, Ia bukan datang untuk dilayani orang. Ia datang untuk melayani orang lain, dan memberikan nyawa-Nya untuk membebaskan banyak orang. Markus 10:45 (AMD)
Itu sebabnya pesan Tuhan kepada setiap kita hari ini “Bukan untuk Dilayani.” Apa judulnya, Saudara? Katakan sama-sama. “Bukan untuk Dilayani.”
Dan judul dari perikop yang baru kita baca adalah “Permohonan Yakobus dan Yohanes.” Siapakah Yakobus dan Yohanes ini? Mereka adalah dua dari 12 murid Yesus, atau dua dari tiga murid yang terdekat dengan Yesus.
Kalau Yesus sampai mengajarkan bahwa Dia datang bukan untuk dilayani, menurut saya sudah sepantasnya ke-12 murid, atau paling tidak tiga murid terdekat Yesus, menangkap prinsip ini.
Mari kita cermati perikop ini lebih lanjut, yaitu dari sudut pandang apa saja akibat dari seseorang yang tidak mengerti tentang melayani. Dengan kata lain, apa saja potensi akibat waktu seseorang lebih memilih untuk dilayani oleh orang lain ketimbang melayani orang lain?
Supporting Verse – Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendatangi Yesus dan berkata, “Guru, kami mohon Engkau perbuat sesuatu bagi kami.” Yesus bertanya, “Apa yang kamu mau Aku lakukan bagimu?” Mereka berkata, “Biarlah salah satu dari kami duduk di sebelah kanan-Mu dan di sebelah kiri-Mu dalam kemuliaan-Mu.” Markus 10:35-37 (AMD)
Baru saja di perikop sebelum ini, Yesus memberitahu kepada murid-murid-Nya bahwa Dia akan menderita dengan cara diolok-olok, diludahi, dicambuk, dan bahkan dibunuh.
Namun mereka seperti tidak berempati dengan cerita Yesus itu, malah minta sesuatu yang mereka rasa berhak untuk dapatkan. Saudara bisa bayangkan kalau jadi Yesus? Bahkan di terjemahan bahasa Inggris ayat ini berbunyi demikian.
Supporting Verse – Then James and John, the sons of Zebedee, came to him. “Teacher,” they said, “we want you to do for us whatever we ask.” Markus 10:35 (NIV)
“Boleh tidak, Kamu melakukan untuk kami apa pun yang kami minta?” Wah, berani sekali. Sepertinya Yakobus dan Yohanes gagal paham. Mereka berpikir bahwa menjadi pengikut Kristus adalah surat izin untuk meminta apa pun yang mereka inginkan.
Kita belajar dari sini. Akibat yang pertama waktu seseorang fokus untuk dilayani ketimbang melayani adalah ini: Merasa berhak.
Saudara, ada berbagai macam keanggotaan—baik untuk jaringan hotel, penerbangan, sampai aplikasi. Ada beberapa tingkat yang seseorang bisa capai, dari yang paling dasar sampai level tertinggi. Makin tinggi tingkat keanggotaan seseorang, makin tinggi juga tingkat “keberhakan” orang itu terhadap berbagai macam fasilitas dan keuntungan yang ditawarkan.
Sharing Ps. Alvi – Suatu saat saya dapat kesempatan naik kelas bisnis di sebuah maskapai penerbangan. Begitu masuk, saya diarahkan sampai ke kursi. Kalau biasanya hanya ditunjukkan arahnya saja, kali ini diantar sampai ke kursi.
Sampai di kursi, saya disapa dengan nama keluarga saya: “Dapat salam dari ‘Radja-gak-gak’”. Setelah duduk diberikan minuman dengan gelas yang mewah, lalu ditanya, mau makan apa sebelum terbang—ini belum terbang ya, sudah ditanya mau makan apa—,diservis bak seorang raja— ya, memang “Radja” sih.
Saya dilayani dengan begitu mewah. Memang beda ya ternyata, Saudara, kelas ekonomi dan kelas bisnis, sampai saya katakan ini dalam hati: “Sepertinya saya cocok di sini.”
Celakanya, Saudara, adalah kalau kita bawa, terapkan perasaan berhak ini dalam kita mengikut Tuhan. Betul-betul tidak seharusnya.
Supporting Verse – Tetapi jawab Yesus, “Kalian tidak mengerti apa yang kalian minta. Apakah kalian sanggup menerima penderitaan seperti yang akan Aku alami? Apakah kalian siap ditimpa kesengsaraan seperti yang akan Aku alami?” Jawab mereka, “Kami bisa.” Lalu kata Yesus, “Memang kalian akan menderita dan memikul kesengsaraan besar sama seperti yang akan Aku alami. Tetapi Aku tidak berhak untuk menentukan siapa yang akan duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, karena kedua kursi itu disiapkan untuk orang yang sudah dipilih oleh Allah.” Markus 10:38-40 (TSI)
Yesus keren sekali. Dia tak pusing dengan jawaban angkuh kedua muridnya ini: “Kami bisa!” Saya yakin mereka jawab tanpa berpikir dulu, karena yang penting buat mereka adalah supaya permintaannya dikabulkan.
“Kami mohon, turutilah apa yang kami minta.” Yesus katakan sendiri, Dia tidak punya hak untuk menentukan siapa yang duduk di sebelah kiri dan kanan-Nya. Permintaan ini sebenarnya adalah kelanjutan dari apa yang terjadi satu pasal sebelumnya, yaitu waktu para murid ribet sekali ingin tahu siapa murid yang paling penting di mata Yesus.
Supporting Verse – Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Waktu mereka sedang berada di rumah, Yesus bertanya, “Apa yang kalian perdebatkan dalam perjalanan tadi?” Namun mereka tidak berani menjawab, karena dalam perjalanan mereka mempersoalkan tentang—dengarkan ini— siapakah yang paling tinggi kedudukannya di antara mereka. Markus 9:33-34 (TSI)
Wow. Akibat kedua saat seseorang fokus untuk dilayani ketimbang melayani yaitu sombong—merasa atau berpikir bahwa dirinya bernilai lebih tinggi, lebih penting, atau lebih mampu daripada yang lain.“Kami bisa!” Saudara, lanjut ke ayat berikutnya ya.
Supporting Verse – Ketika kesepuluh pengikut lainnya mendengar hal itu, mereka menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes.—Kalau saya jadi salah satu dari yang sepuluh lagi, pasti saya bertanya-tanya, “Buat apa sih kamu tanya-tanya siapa yang terpenting?Ingin sekali ya jadi yang paling penting.” Lalu Yesus mengumpulkan semua pengikut-Nya dan berkata, “Orang-orang yang bukan Yahudi mempunyai orang tertentu yang mereka sebut—apa Saudara?—pimpinan.—Ya, pimpinan. Kamu tahu bahwa para pimpinan seperti itu suka menunjukkan kekuasaannya atas orang-orang. Dan pimpinan utamanya suka menggunakan semua kuasanya untuk menindas orang-orang. Markus 10:41-42 (AMD)
Sedikit familier? Akibat ketiga waktu seseorang— bahkan pemimpin—fokus atau [lebih] suka dilayani ketimbang melayani adalah menyalahgunakan kekuasaan.
Tidak heran orang yang fokus untuk dilayani itu suka menunjukkan bahwa dia berkuasa atas orang lain, suka pakai kuasa itu untuk menekan atau menindas orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Sebelum pandemi dan ada sistem reservasi untuk bisa hadir secara ragawi di gereja, menariknya, saya suka dengar ada jemaat yang marah kalau tidak dapat tempat duduk, lalu berkata, “Kamu tidak tahu siapa saya?” Atau kartu ini: “Saya ini temennya Pastor Jeffrey. Saya ini temennya Pastor Jose.” Sedih, Saudara, setiap kali saya mendengarnya. Namun hati-hati, setiap kita bisa punya kecenderungan ini, terutama jika kita lebih suka dilayani ketimbang melayani.
Mari kita tinjau ulang pernyataan misi Yesus tadi di ayat yang sama, tapi dari terjemahan berbeda.
Supporting Verse – Sama halnya seperti Anak Manusia, Ia tidak datang supaya orang lain melayani-Nya, melainkan Anak Manusia datang untuk melayani orang lain, dan memberikan hidup-Nya menyelamatkan banyak orang.” Markus 10:45 (VMD)
Ada tiga kata kunci di sini: melayani, memberi hidup, dan menyelamatkan. Terjemahan lain dari ayat yang sama memperkuat pernyataan misi Yesus ini.
Supporting Verse – Kalian harus mengikuti teladan-Ku.— baca sekali lagi ya. Kalian harus mengikuti teladan-Ku.— Karena Aku, yang adalah Sang Manusia, datang ke dunia ini bukan untuk dilayani oleh orang-orang lain, tetapi untuk melayani dan memberikan hidup-Ku sebagai kurban untuk menebus banyak orang dari dosa-dosa mereka.” Markus 10:45 (TSI)
Bukan “boleh”, bukan “pikir-pikir dulu”, melainkan, “Kalian (kita) harus mengikuti teladan-Ku!” kata Tuhan. Dipertegas lagi di sini bahwa bagian dari melayani adalah berkorban. Yesus sebenarnya juga membahas tentang melayani ini di pasal ke-9.
Perhatikan judul perikopnya. Markus 9:35 (TSI), judulnya ini: “Sifat orang-orang yang paling penting dalam kerajaan Allah.” Apa sifatnya?
Supporting Verse – Maka Yesus duduk dan mengumpulkan kedua belas murid-Nya, lalu mengajarkan,—baca sama-sama lagi ya. Belum ada yang tidur, kan? Baca sama-sama dari kata “kalau.” Satu, dua, tiga. Kalau kamu mau menjadi yang nomor satu di mata Allah,—baca yang kencang— kamu harus siap menjadi yang paling hina dan menjadi pelayan bagi semuanya.” Markus 9:35 (TSI)
Wow. Dunia mengajarkan bahwa makin seseorang ada dalam posisi yang lebih tinggi, lebih penting, dia harus dilayani. Barang ini dibawakan, barang itu dibawakan, jalannya dibukakan, dirapikan, dan sebagainya.
Namun firman Tuhan mengajar seberapa penting seseorang dilihat dengan ia menjadi “pelayan”—kata benda dari “melayani”— pelayan bagi semuanya— sebuah posisi yang paling hina atau paling rendah dari semuanya.
Tuhan mengajarkan bahwa jalan ke atas itu bukan dengan berlomba-lomba jadi yang paling penting, melainkan, jalan ke atas adalah melalui bawah. Saudara tak salah dengar. Jalan ke atas adalah melalui bawah. Mau jadi yang paling penting? Yang paling atas? Harus mau ada di posisi melayani karena jalan ke atas adalah melalui bawah. Jalan untuk ke atas adalah untuk melayani.
Berdasarkan ayat-ayat ini, dalam konteks tema tahunan JPCC “Devoted”, kita bisa menyimpulkan bahwa mengabdi kepada Kristus artinya mengikuti teladan Kristus untuk melayani, bukan untuk dilayani.
Kita baca pernyataan ini sama-sama. Satu, dua, tiga. Mengabdi kepada Kristus artinya mengikuti teladan Kristus untuk melayani, bukan untuk dilayani.
Saya akan mengakhiri pesan ini dengan 40 poin berikut ini. Senang ya kalau sudah dengar kata “mengakhiri”? Bercanda. Hanya ada tiga pemikiran.
Berdasarkan pernyataan misi Yesus tadi, kita akan mempelajari tiga hal dari hidup Yesus yang melayani, dari contoh yang Yesus sendiri berikan dalam kehidupan seseorang yang melayani. Dan berikut ini adalah tiga pelajaran tersebut yang kita tarik dari hidup Yesus.
Yang pertama, melayani adalah sebuah gaya hidup.
Sebuah apa Saudara? Betul. Gaya hidup. Di setiap musim kehidupan yang dialami-Nya, Yesus terus melayani dengan konsisten. Konsistensi Yesus dalam melayani dibuktikan dalam berbagai macam kejadian dan juga kesempatan. Yesus tinggalkan surga untuk turun ke tingkat realita manusia. Yesus mengekspresikan kasih-Nya kepada orang-orang dengan melayani mereka.
Dia tidak hanya bilang “Aku mengasihi kamu.” Dia tunjukkan dengan melayani mereka. Yesus memberi makan ribuan orang. Beberapa kali hati-Nya tergerak karena belas kasihan sehingga Ia menyembuhkan orang yang sakit. Yesus meluangkan waktu dengan orang-orang yang tak punya teman yang mau bergaul dengan mereka.
Supporting Verse – Biarpun Yesus mempunyai semua sifat Allah, Dia tidak pernah menganggap kedudukan-Nya sebagai Allah adalah sesuatu yang harus dipertahankan. Tetapi Dia merendahkan diri dan meninggalkan semuanya, lalu mengambil kedudukan paling hina— ada istilah ini lagi muncul, “paling hina”—seperti budak yang—apa Saudara?— melayani kita, dan datang ke dunia ini sebagai manusia biasa. Dalam keadaan sebagai manusia, Yesus lebih lagi merendahkan diri-Nya untuk taat pada kehendak Allah, hingga Dia menyerahkan tubuh-Nya sampai mati, bahkan sampai mati disalibkan. Filipi 2:6-8 (TSI)
Yesus paham, yakin betul akan misi hidup-Nya, dan misi ini diejawantahkan dalam perilaku-Nya, yaitu melayani. Supaya melayani bisa jadi gaya hidup kita, perhatikan beberapa kata kunci di ayat tadi.
Yang pertama, supaya melayani bisa jadi gaya hidup, jangan menganggap posisi, kedudukan, status sebagai sesuatu yang perlu kita pertahankan.
Yang kedua, kita perlu turun ke level orang yang kita layani.
Jangan harapkan mereka naik ke level kita, karena kita ini hamba, kita ini budak, kita ini pelayan-Nya. Pelayan turun ke level orang yang dilayani karena melayani adalah tentang orang lain, dan bukan tentang kita.
Yang ketiga, Yesus sendiri mati untuk keinginan-Nya.
Yesus mati untuk perasaan berhak-Nya. Yesus betul-betul tidak mementingkan diri sendiri sehingga Dia setia melayani sampai pada akhirnya.
Pertanyaan refleksi, yang pertama, apakah posisi atau status adalah sesuatu yang masih saya pertahankan?
Yang kedua, apakah saya cukup rendah hati untuk mau turun ke tingkat orang yang saya layani?
Pertanyaan refleksi ketiga, apakah saya mau belajar untuk mati bagi keinginan diri sendiri, preferensi diri sendiri, terutama ketika sedang melayani?
Pembelajaran kedua dari hidup Yesus yang melayani adalah melayani membantu kita berdamai dengan ketidaknyamanan.
Berdamai dengan apa, Saudara? Ketidaknyamanan.
Kalau ada satu hal yang pandemi ini ajarkan adalah kita perlu berdamai dengan ketidaknyamanan. Ada gejala sedikit, kita colok-colok hidung. Bersin sedikit, tidak pakai masker, diliat orang lain. Pakai masker terus-terusan, saat nyanyi, khotbah. Bau pula. Masuk mal pindai-pindai-pindai aplikasi. Isolasi mandiri. Sehari serasa seminggu. Tunggu dari hitam sampai hijau. Selamat bagi yang baru hijau hari ini.
Saudara tahu persis bukan apa yang saya katakan barusan? Ketidaknyamanan demi ketidaknyamanan kita hadapi di pandemi ini. Saudara, merupakan alamiah untuk mementingkan kepentingan diri sendiri, untuk main aman dan nyaman.
Namun coba pikirkan lagi Saudara, apakah yang namanya “kenyamanan” itu pada akhirnya benar-benar nyaman?Kenyamanan memberi kesenangan di awal, tapi tak jarang kenyamanan itu memberikan ketidaknyamanan pada akhirnya.
Saya ingat betul, dulu saya hanya peduli akan apa yang ada di tangan saya. Saya makan semuanya. Kalau semuanya dimakan hanya karena tersedia di depan mata kita, ujung-ujungnya tidak nyaman, Saudara. Saya pernah di situ. Saya tahu rasanya. Ini yang saya pelajari tentang kenyamanan bahwa kenyamanan membunuh potensi, memperkecil kapasitas, dan mengurangi kesempatan.
Kenyamanan akan membunuh potensi-potensi kita, memperkecil kapasitas, dan mengurangi kesempatan. Dan kenyamanan ternyata bukanlah konsep yang alkitabiah.
Supporting Verse – Maka yakinlah bahwa di balik segala sesuatu yang kita alami, Allah bekerja mengatur semuanya itu untuk menghasilkan—”kenyamanan bagi kita yang mengasihi-Nya”. Betul ayatnya bunyi gitu? Tidak – kebaikan bagi kita yang mengasihi-Nya. Sebab kita adalah orang-orang yang sudah Dia pilih sesuai dengan rencana-Nya. Roma 8:28 (TSI)
Tuhan bekerja untuk kebaikan Saudara dan saya, bukan untuk kenyamanan kita. Saya ulangi. Tuhan bekerja untuk kebaikan kita, bukan untuk kenyamanan kita karena yang Tuhan pandang baik bagi kita biasanya kurang nyaman bagi kita. Katakan ‘Amin’ kalau Saudara setuju. ‘Amin’ atau ‘Aduh’ tadi saya dengar?
Karena Tuhan lebih tertarik untuk membuat rencana-Nya terjadi dalam hidup kita, ketimbang membuat kita terus berkubang dalam zona aman dan nyaman. Saya ulangi lagi. Tuhan lebih tertarik untuk membuat rancangan-Nya, kehendak-Nya, rencana-Nya, agenda-Nya terjadi dalam hidup kita, ketimbang membuat kita terus berkubang dalam zona aman dan nyaman.
Supporting Verse – Apa pun yang kamu lakukan, janganlah mementingkan kepentinganmu sendiri atau menonjolkan diri. Utamakanlah kepentingan setiap saudara seiman lebih daripada kepentinganmu sendiri, dan tetaplah rendah hati. Janganlah kamu hanya sibuk memikirkan keperluanmu sendiri, tetapi pikirkanlah juga keperluan orang lain. Jadi hendaklah kamu mengikuti sikap Kristus Yesus! Filipi 2:3-5 (TB)
Memang tidak nyaman, Saudara, mengutamakan kepentingan saudara seiman lebih daripada kepentingan sendiri. Memang menyebalkan memikirkan keperluan orang lain padahal kita sendiri juga punya keperluan.
Kalau Saudara tertanam di JPCC pasti sering mendengar “melayani dari kelimpahan” bukan? Prinsip ini tidak serta-merta berarti kalau kita sedang tak berlimpah waktu, tenaga, hati, pemikiran, lalu ini menjadi pembenaran utama, pertama, dan terutama untuk kita tidak lagi melayani.
Karena kalau melayani hanya untuk mereka yang punya waktu saja, kalau melayani itu ditujukan bagi mereka yang punya waktu berlimpah saja, artinya pelayanan itu cocoknya untuk orang-orang yang pengangguran. Lagipula melayani ini adalah sebuah sikap hati, melebihi aktivitas yang kita lakukan. Sekali lagi. Melayani adalah sebuah sikap hati.
Itu sebabnya, “melayani dari kelimpahan” seharusnya bukan menjadi surat izin untuk mundur dari pelayanan “hanya” karena kita bertemu dengan masalah, tantangan, ketidaknyamanan, atau keribetan yang memang terjadi dalam pelayanan.
Bayangkan kalau Yesus berkata di Taman Getsemani kepada Bapa-Nya, “Tuhan, begini ya. Aku nih sedang sedih sekali, seperti mau mati rasanya. Aku cuti dulu dari misi penyelamatan dunia ini ya. Engkau kan Bapa yang baik, pasti mengerti kondisi-Ku dong, Tuhan. Aku lagi tidak berlimpah nih, Tuhan.” Namun Yesus hadapi setiap ketidaknyamanan dengan tekun dan gigih sehingga Dia tetap bisa taat dan setia kepada misi hidup-Nya.
Beberapa pertanyaan refleksi: pertama, apakah saya cenderung menjunjung tinggi kenyamanan sehingga ketidaknyamanan menjadi sesuatu yang saya hindari?
Yang kedua, apakah melayani sebuah sikap hati yang saya kembangkan atau sekadar aktivitas yang saya lakukan?
Yang ketiga,apakah saya mau belajar untuk mengikuti sikap Kristus Yesus untuk mengutamakan kepentingan orang lain dan memikirkan keperluan orang lain juga?
Pembelajaran yang terakhir dari hidup Yesus yang melayani— yang tidur, boleh bangun—yaitu melayani adalah jalan menuju hidup yang bermakna.
Supporting Verse – Beginilah cara kita mengenali kasih itu, yaitu Yesus Kristus memberikan hidup-Nya untuk kita. Karena itu kita juga— ada kata ini lagi, Saudara—harus memberikan hidup kita untuk saudara-saudari kita. Anak-anakku yang terkasih, marilah kita mengasihi bukan hanya [omdo] dengan perkataan atau dengan omongan. Tidak, kasih kita harus nyata.— baca sama-sama. Kita harus menunjukkan kasih dengan perbuatan kita. 1 Yohanes 3:16, 18 (AMD)
Saudara, di akhir hidup kita, orang tidak akan mengenang kita atas kepemilikan atau pencapaian kita. Percayalah.Namun orang akan mengenang kita dari bagaimana hidup kita telah memberi makna dan dampak bagi hidup mereka.
Namun kita tidak melayani supaya hidup kita diingat orang lain. Kita melayani karena Tuhan terlebih dulu memberi hidup-Nya untuk mengasihi dan melayani kita. Seberapa kita sadar dan yakin akan kasih Tuhan akan sangat terlihat dari bagaimana kita menunjukkan kasih yang kita sudah terima itu, kita teruskan ke orang lain, lewat perbuatan kita. Kasih kita harus nyata.
Kenapa harus nyata?
Supporting Verse – Demikianlah, kamu harus menjadi terang— kita dengar banyak kata “harus” hari ini ya— kamu harus menjadi terang bagi orang lain. Hiduplah supaya orang lain dapat melihat hal baik yang kamu perbuat sehingga mereka akan memuliakan Bapamu yang di surga.” Matius 5:16 (AMD)
Kenapa harus nyata kasih kita, Saudara? Karena perbuatan kita bisa menjadi Alkitab yang dibaca oleh orang lain sebelum mereka mengenal Tuhan melalui Alkitab.
Beberapa pertanyaan refleksi: Apakah saya sadar betul bahwa hidup saya bukan hanya tentang saya?
Yang kedua, seberapa konsistenkah saya dalam menyatakan kasih Tuhan melalui perbuatan saya?
Yang ketiga, ketika waktunya tiba, bagaimana saya ingin diingat oleh orang-orang di sekeliling saya?
Mudah-mudahan beberapa pertanyaan refleksi dari tiga poin tadi membantu Saudarauntuk menerjemahkan setiap pesan Tuhan yang sudah Saudara dengar dan Saudara bisa mulai lakukan perubahan di dalam keseharian Saudara.
Saya akan tutup dengan sebuah cerita. Saya bersyukur punya seorang ibu yang mencontohkan hidup yang melayani. Iman dan kasihnya kepada Tuhan diekspresikan dalam kasihnya kepada orang lain. Dia tidak memakai kemalangannya karena sakit kanker yang dideritanya menjadi alasan untuk berhenti melayani.
Mari kita saksikan video This Is My Story dari Yanti Radjagukguk, ibu saya, yang pernah ditayangkan di tahun 2018, hanya beberapa bulan sebelum ia dipanggil Tuhan. Mari kita tonton bersama-sama.
P.S : If you like our site, and would like to contribute, please feel free to do so at : https://saweria.co/316notes