JPCC Online Service (8 January 2023)
Hai, Saudara yang dikasihi Tuhan. Senang dapat menjumpai Saudara semua di minggu kedua tahun 2023 ini. Izinkan saya untuk menyampaikan Selamat Tahun Baru untuk Saudara semua di mana pun Saudara berada.
Terlepas dari realita yang terjadi di dalam kehidupan Saudara— mungkin ada yang merasa mengalami musim yang berat, atau sebaliknya, ada yang mengalami musim keberhasilan di tahun 2022 lalu—mari bersama-sama tetap percaya bahwa apa pun realita musim kehidupan kita tidak akan pernah mengubah fakta bahwa Tuhan adalah Tuhan yang baik.
Cara-Nya seringkali tidak seperti yang mampu kita bayangkan,
tetapi firman-Nya dalam Yesaya 40:31 berkata.
Opening Verse – “Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” Yesaya 40:31 TB
Mari memulai tahun ini dengan kekuatan baru yang datang dari Tuhan yang senantiasa baik itu. Nah, sepanjang tahun lalu kita belajar tentang tema “Devoted” (Setia). Kehidupan yang mengakar di dalam Kristus dan dibangun di atas Kristus.
“Devoted” juga mendeskripsikan kehidupan yang setia, loyal kepada Tuhan, dan menunjukkan keteguhan atau kekuatan di setiap musim kehidupan. Atau dengan kata lain, kehidupan yang kokoh—tidak mudah goyah oleh realita atau tantangan musim kehidupan apa pun.
Di tahun 2023 ini, seperti yang sudah disampaikan oleh Ps. Jeffrey Rachmat minggu lalu kita akan melanjutkan pelajaran kita dengan tema “Closer” (Lebih Dekat).
Di bulan Januari ini kita berfokus pada tema “Closer to God and to Others”, atau lebih dekat kepada Tuhan dan kepada sesama, atau kepada orang lain. Khotbah hari ini saya berikan judul “Fakta dan Rasa”.
Berbicara soal “Closer” atau lebih dekat, berarti berbicara tentang jarak dan frekuensi atau intensitas. Saya ingat sewaktu SMP atau SMA di kelas Fisika pernah belajar tentang teori yang disebut dengan “Efek Doppler”.
Saudara yang jarang bolos pasti masih ingat pelajaran ini. Kalau yang dulu suka bolos dan lupa pelajaran ini, saya akan membantu mengingatkan Saudara. Efek Doppler merupakan teori yang ditemukan oleh ilmuwan fisika asal Austria yang bernama Christian Doppler.
Efek Doppler menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan pergerakan sumber bunyi terhadap pendengar yang relatif satu sama lain, dan menyebabkan frekuensi yang didengar oleh pendengar atau penerima berbeda dari fakta frekuensi yang dihasilkan oleh sumber bunyi.
Sebagai contoh, ketika sebuah ambulans yang membunyikan sirinenya bergerak mendekati seseorang yang sedang berdiri di tepi jalan, maka bunyi yang akan terdengar semakin tinggi, atau semakin kuat.
Tetapi ketika ambulans tersebut bergerak menjauh maka bunyi sirine yang terdengar akan semakin lemah atau semakin mengecil. Dengan demikian persepsi terhadap bunyi yang terdengar sangat tergantung pada posisi dan jarak antara sumber bunyi dengan penerima bunyi atau pendengar.
Jika jarak antar keduanya dekat, maka bunyi yang terdengar terasa lebih kuat. Sebaliknya, jika jarak keduanya jauh, maka bunyi yang terdengarakan terasa lebih lemah atau lebih kecil. Jadi sebenarnya, jarak tidak mengubah fakta kejelasan atau kuatnya atau intensitas frekuensi dari sumber bunyi, tetapi jarak mengubah rasa yang diterima oleh pendengar.
Bagaimanakah posisi dan jarak kita dengan Tuhan, jika Tuhan adalah sumber dan kita adalah penerimanya?
Apakah Saudara pernah atau mungkin sedang merasa bahwa Tuhan jauh dari hidup Saudara, atau sebaliknya, Saudara merasa jauh dari Tuhan? Ingatlah, bahwa rasa tidak selalu selaras dengan fakta. Karena itu, mari kita pelajari faktanya terlebih dahulu. Bisakah Tuhan jauh dari kita, atau sebaliknya kita jauh dari Tuhan? Mari buka Alkitab Saudara di Yohanes 1:1-4 (TB).
Supporting Verse – Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia Yohanes 1:1-4 (TB)
Jika kita renungkan dengan baik ayat yang baru saja kita baca, kita akan mendapatkan fakta bahwa Tuhan adalah Sang Sumber Tertinggi, Penyebab atau Inisiator Utama di dalam kehidupan umat manusia.
Kita mendapatkan impresi atau dapat merasakan betapa jauh lebih mulia, jauh lebih tinggi, jauh lebih tak terbatas jarak Tuhan dari manusia dan segala apa pun yang ada di dunia ini. Sampai di titik ini, fakta bahwa Tuhan jauh lebih segala-galanya dibandingkan dengan seluruh ciptaan-Nya, adalah selaras dengan apa yang manusia rasakan.
Oleh karena itu, seringkali timbul rasa kagum dan hormat kepada Tuhan yang jauh lebih segala-galanya itu. Persoalannya, jika pemahaman kita hanya berhenti sampai di sini, maka kita tidak akan pernah bisa mendekat kepada Tuhan. Kenapa? Karena fakta perbedaan yang sangat jauh tersebut.
Karena itu, mari sedikit melompat ke ayat 14, dikatakan demikian (Yohanes 1:14 TB).
Supporting Verse – Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. Yohanes 1:14 TB
Dengan demikian, kita mendapatkan fakta-fakta sebagai berikut.
Yang pertama, Allah adalah sumber yang tertinggi dari segala sesuatu.Inisiator utama.
Dia yang memiliki inisiatif, sehingga inisiatif mendekat berasal dari Tuhan, sang Sumber. Tanpa inisiatif tersebut, tidak ada upaya apa pun dari manusia yang mampu memangkas jarak dengan Tuhan, dan bahkan melihat kemuliaan-Nya.
Kedekatan tersebut, atau jarak yang dekat tersebut, membawa kehidupan atau menerangi manusia yang tadinya hidup dalam kegelapan dosa. Terang juga berarti memberikan jalan keluar dan pengharapan.
Tuhan yang faktanya adalah Pribadi, tanpa inisiatif-Nya untuk mendekat kepada manusia, atau kepada kita, hanya akan kita rasakan sebagai sebuah konsep, karena kita tidak bisa melihat kemuliaan-Nya tadi.
Fakta berikutnya, Tuhan diam di antara manusia, dan bagi orang percaya, Roh Allah yang hidup berdiam di dalam diri kita.
Nah, dengan demikian, bagaimana bisa jauh? Inilah perbedaan antara fakta dan rasa. Semua orang percaya, yang mengaku dengan mulut dan menerima dalam hati bahwa Yesus, Firman Allah yang hidup, adalah satu-satunya Tuhan dan Juru selamat, maka, seperti tadi disampaikan, Allah Roh Kudus tinggal tetap di dalam diri kita. Sang Sumber itu ada di dalam diri kita.
Oleh karena itu, Ia tidak pernah jauh. Ia bukan Tuhan yang keluar-masuk hidup kita bergantung pada mood-Nya. Tuhan yang dekat tersebut juga bukan Tuhan yang baperan atau mudah tersinggung. Ia juga bukan Tuhan yang PPKM.
Saudara tahu PPKM? Pernah Pendekatan Kemudian Menghilang. Karena Ia Tuhan yang sekali tinggal di dalam diri kita, Ia akan tinggal tetap selama-lamanya. Ketika kita bicara soal jauh-dekat dengan Tuhan, berarti ini bukan bicara tentang konteks lokasi, seakan waktu kita melakukan kesalahan atau dosa, hubungan kita dengan Tuhan menjadi LDR, atau long distance relationship. Tidak demikian.
Tuhan telah tinggal dan menetap di dalam kita, orang percaya. Inilah kedekatan Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan bukan Tuhan yang keluar-masuk dalam kehidupan kita.
Jika demikian, apa yang menjadi penyebab rasa jauh? Nah, untuk ini saya akan menunjukkan kepada Saudara sebuah ilustrasi bersama dengan Tami, istri saya. Saya mengundang Tami, istri saya, untuk bersama-sama dengan saya.
P.S : If you like our site, and would like to contribute, please feel free to do so at : https://saweria.co/316notes
Nah, perhatikan baik-baik ilustrasi yang saya tunjukkan kepada Saudara. Saya dan Tami adalah suami-istri. Kami tinggal di rumah yang sama, kami tidur di kamar yang sama, bangun tidur orang yang dilihat sama, sehari-hari di rumah orang yang dilihat juga sama.
Dengan demikian, faktanya adalah saya dekat, dan bahkan lekat, dengan Tami. Tetapi fakta bahwa saya dekat, bahkan lekat, dengan Tami, apakah kemudian tidak bisa membuat saya merasa jauh dari dia, atau Tami merasa jauh dari saya?
Faktanya dekat, tetapi saya bisa merasa jauh pada saat seperti ini. Kami dekat, tetapi saya memalingkan muka dari Tami. Saya tidak bertemu muka dengan muka, tetapi saya memalingkan muka atau perhatian atau fokus saya dari Tami.
Nah, fokus yang teralihkan oleh persoalan dan segala hal material, termasuk, mungkin, resolusi dan mimpi untuk pembuktian diri. Saya tahu bahwa seringkali kita menyusun sebuah resolusi di awal tahun, tetapi jika resolusi atau apa pun yang kita mau capai, itu adalah sesuatu yang kemudian membuat saya berpaling dari Sang Sumber dalam kehidupan kita, atau kehidupan saya, maka itu yang membuat saya bisa merasa jauh dari sumber itu.
Jadi, faktanya saya dekat dengan Tami, dengan istri saya, tetapi saya bisa merasa jauh pada saat saya memalingkan muka saya dari dia.
Yang ketiga, pada saat posisi saya membelakangi dia.
Apa artinya posisi membelakangi? Posisi membelakangi adalah tentang frekuensi komunikasi yang rendah dengan Tami. Dan ini yang kemudian menyebabkan keterbiasaan yang tidak pantas, atau familiarity.
Persepsi kedekatan yang cenderung meremehkan sang Sumber, sekalipun faktanya kita dekat dengan Dia. Jadi tiga hal ini bisa menjadi pertimbangan Saudara, bahwa fakta kita dekat dengan Tuhan— itu tidak terbantahkan.
Tetapi belum tentu fakta itu kemudian kita rasakan, karena kita bisa merasakan jauh pada saat kita memalingkan muka atau perhatian kita, fokus kita, dari Dia, sang Sumber itu.
Atau pada saat frekuensi komunikasi, hubungan kita dengan-Nya menjadi lebih rendah, yang disebabkan oleh keterbiasaan yang tidak pantas, cenderung meremehkan, tidak kagum atau hormat lagi kepada Tuhan, sang Sumber itu.
Saya berharap Saudara bisa memahami dengan baik—terima kasih untuk Tami. Nah, rencana Tuhan adalah untuk fellowship atau bersekutu atau memiliki hubungan yang intim, yang lekat dengan manusia, dan merekonsiliasi semua umat-Nya kepada-Nya.
Kita tidak diciptakan untuk menjadi utuh dan penuh di luar Tuhan. Kita tidak bisa mendekat kalau bukan karena inisiatif Tuhan.
Lebih dekat dengan Tuhan berarti membangun kehidupan yang Christ-centered, menjadikan Dia pusat di dalam kehidupan kita, bertemu muka dengan muka dengan Dia, tidak memalingkan perhatian kita dengan segala hal yang bukan menjadi fokus utama yang seharusnya.
Menjadikan Kristus sebagai pusat kehidupan— itu adalah dekat yang sesungguhnya dengan Tuhan. Bekerja keras untuk alasan pembuktian diri, apakah kehidupan yang Christ-centered?
Melakukan aktivitas sosial, pelayanan, memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, jika hasil akhirnya atau motivasinya hanyalah untuk kepuasan aktualisasi diri, maka hal itu bukanlah kehidupan yang dekat dengan Tuhan.
Jadi, jangan sampai persoalan atau bahkan resolusi Saudara di tahun ini berangkat dari motivasi untuk membuktikan diri, atau balas dendam dengan persoalan Saudara di tahun lalu.
Sebaliknya, lakukanlah seperti yang Yohanes Pembaptis lakukan, yaitu bukan untuk membuktikan kehebatan dirinya sebagai pembuka jalan Kristus, tetapi untuk menjadi saksi tentang Pribadi Tuhan yang mendekat kepada manusia.
Nah, akan tetapi, kembali berbicara soal jauh-dekat, apakah saat kita merasa Tuhan jauh adalah sesuatu yang selalu berdampak negatif? Bagaimana jika rasa itu, atau rasa jauh itu, justru menjadi dorongan bagi kita untuk meyakini fakta betapa hebatnya, betapa jauh tak terhingganya, betapa jauh tak terbatasnya Tuhan dalam kehidupan kita, sehingga mendorong kita untuk mendekat kepada Pribadi yang kita kagumi dan hormati itu.
Kesadaran terhadap fakta bahwa Yesus adalah Tuhan yang berinisiatif mendekat membuat kita semakin kagum dengan betapa jauh tinggi dan dalamnya kemuliaan-Nya.
Dengan demikian, apakah Ia Tuhan yang dekat? Ya, tentu saja, faktanya Ia adalah Tuhan yang dekat. Tetapi apakah Ia juga Tuhan yang jauh? Iya juga, Faktanya Ia Tuhan yang jauh lebih tinggi, lebih dalam, lebih mulia, lebih tak terbatas, dan lebih segala-galanya.
Karena itu kata kuncinya, agar rasa kita selaras dengan fakta bahwa Ia adalah Tuhan yang dekat tetapi sekaligus adalah Tuhan yang begitu jauh tinggi dan tak terbatas, adalah dengan memiliki pengenalan akan Dia. Karena dekat belum tentu kenal. Jadikan pengenalan sebagai fakta, bukan rasa. Merasa kenal bukan berarti benar-benar mengenal.
Mengenal erat kaitannya dengan frekuensi, seperti contoh efek Doppler tadi. Semakin kita dekat dengan sumber bunyi, maka bunyi yang kita rasa selaras dengan faktanya, karena bunyi itu tidak berubah, jaraklah yang kemudian menyebabkan rasa atau persepsi terhadap bunyi itu menjadi terdengar tidak sebagaimana fakta yang sesungguhnya.
Di Yohanes 1:18 dapat kita pelajari bahwa Yesuslah yang menyatakan Tuhan yang terasa jauh menjadi terasa dekat. Tuhan yang faktanya jauh adalah Tuhan yang faktanya dekat juga.
Supporting Verse – Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah: tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakannya. Yohanes 1:18 TB
Dekat adalah fakta sekaligus rasa. Tuhan sudah menyatakan diri-Nya, mendekat, bahkan tinggal tetap di dalam kehidupan orang percaya.
Karena itu, apa yang perlu Saudara dan saya lakukan agar rasa kita selaras dengan fakta tersebut? Ada dua saran yang bisa Saudara pertimbangkan.
Yang pertama, tingkatkan frekuensi atau intensitas hubungan dan komunikasi Saudara dengan Tuhan melalui Firman-Nya.
Kembangkan disiplin untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan, karena melalui itulah Tuhan menyatakan diri-Nya sehingga kita bisa semakin hari semakin mengenal Dia.
Yang kedua, arahkan ulang motivasi tindakan kita baik dalam pelayanan atau pekerjaan.
Reorientasi motivasi kehidupan yang tampak baik, tetapi sebenarnya tidak berpusat pada Kristus. Sebagai contoh, membangun kehidupan yang excellent, jika berpusat pada diri sendiri, maka Tuhan akan terasa jauh.
Dekat berarti memosisikan diri seperti Yohanes Pembaptis, menyadari penuh bahwa aktor utama dalam setiap tingkah laku kehidupan kita bukanlah diri kita, tetapi Tuhan, sang Sumber itu.
Karena seperti ayat yang tadi kita baca di atas, tanpa Dia tidak ada apa pun yang dijadikan. Karena itu Saudara, dampak dari kedekatan kita dengan Tuhan adalah adanya kasih yang semakin bergairah untuk mendekat kepada orang lain.
Untuk apa? Untuk memperkenalkan mereka yang belum mengenal Yesus kepada Pribadi yang dekat itu.
Pengenalan Yohanes Pembaptis kepada Kristus membawanya untuk semakin antusias memberitakan atau menyaksikan Kristus kepada banyak orang. Karena faktanya, seperti di Yohanes 1:11, dikatakan bahwa ada orang-orang yang tidak menerima-Nya.
Karena itu mereka perlu mendengar dan mendapatkan kesaksian tentang pribadi Kristus itu sendiri.
Closing Verse – segera setelah bertemu Yesus, Andreas memberitahukan dan membawa saudaranya kepada Yesus. Salah seorang dari keduanya yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikut Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus. Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ”Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).” Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ”Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).” Yohanes 1:40-42 (TB)
Saya berdoa di awal tahun yang baru ini, Saudara semua dapat semakin dekat kepada Kristus, semakin mengenal Pribadi sang Sumber dari segala sumber, sang Inisiator utama di dalam kehidupan kita, sekaligus semakin kagum dengan betapa jauh tak terbatasnya Pribadi sang Sumber Kehidupan itu.
Dan pengenalan seperti itulah yang akan membawa kita semakin bergairah dalam mengasihi orang lain, dengan memberitakan dan memperkenalkan Kristus dalam kehidupan mereka, melalui perkataan dan perbuatan kita. Mari semakin dekat kepada Tuhan dan semakin dekat kepada umat-Nya. Amin. Happy Sunday and have a blessed week!
P.S : If you like our site, and would like to contribute, please feel free to do so at : https://saweria.co/316notes