JPCC Online Service (21 Maret 2021)
Selamat pagi dan selamat hari minggu JPCC! Suatu kehormatan bagi saya boleh menyampaikan firman Tuhan bagi Anda semuanya di mana pun Anda berada.
Terima kasih banyak kepada Pastor Jeffrey, Pastor Jose, dan seluruh tim pastoral JPCC, yang boleh memberikan mimbar ini untuk saya boleh menyampaikan kabar baik untuk Anda semuanya. Mari kita buka dengan ayat Firman berikut.
Opening Verse – Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. Ibrani 10:19-23 TB
Hari ini saya akan membicarakan “LIVING FAITH“, atau “IMAN YANG HIDUP”.
Sharing Ps. Jimmy – Beberapa tahun yang lalu, sebelum pandemi, saya bersama seluruh tim pastoral melakukan acara piknik tahunan. Kali ini kita memilih tempat yaitu Banyuwangi, untuk melihat “Blue Fire” (Api Biru) dan konon ceritanya, matahari terbit terindah ada di Kawah Ijen.
Jadi kita semangat sekali saat itu, Kita tiba di Banyuwangi siang hari. Di hari berikutnya, kita sudah langsung berangkat ke Kawah Ijen dan dijemput oleh tur jam satu pagi, karena kita harus mengemudi ke parkiran di Kawah Ijen selama kurang lebih dua jam dan baru kita naik ke Kawah Ijen.
Jadi jam satu pagi kita telah dibangunkan semuanya, kita semangat walaupun sedikit ngantuk, ya. Singkat cerita, dua jam kita sampai di parkiran. Lalu, pemandu wisatanya kasih pengarahan pada semuanya. “Nanti kita akan jalan, santai saja, jalan ringan, tapi kurang lebih empat sampai lima km. Ya, kurang lebih dua jam.”
Disiapkan untuk menjaga oksigen kalau-kalau kita kehabisan nafas. Lalu saya tanya kepada pemandu wisata, “Mas, gimana kalau kita enggak kuat? Ini kan banyak rata-rata, ada yang muda, ada yang setengah muda, dan tua juga, ya kan?” Lalu, dia jawab, “Jangan khawatir, mas, temen-temen. Di atas banyak taksinya.” Wah, saya senang sekali! Mungkin ada Grab!
Singkat cerita, kita mulai jalan. Pada waktu perjalanan, gelap sekali! Ternyata, dari parkiran sampai puncak gunung Kawah Ijen itu, tidak ada, atau belum ada, listrik. Jadi kita dipandu lampu senter. Lalu, langkah demi langkah, kita berjalan. Pelan sekali. Semangat, sih, pada awalnya, tapi setelah kurang lebih 40 menit, 50 menit, hampir satu jam, kita sudah ngos-ngosan.
Saya tanya kepada teman-teman, “Mana taksinya, guys? Ini enggak bener. Kita dibohongin jangan-jangan ya.” Singkat cerita, kita tanya, “Mas, ini sebagian kalau enggak kuat, gimana?” “Oh, mau dipanggilin taksi, Pak?” “Ya boleh, deh.”
Ternyata taksi yang dimaksud itu semacam gerobak. Gerobak itu dulu dipakai untuk memuat belerang, dimodifikasi oleh mereka, lalu dikasih tempat duduk yang cukup baik, sederhana. Nah, semuanya pada senang. Waw! Harganya, sih, lumayan ya. Katanya kurang lebih, kalau enggak salah, 700 sampai 800 pulang pergi, naik lalu turun.
Nah, saya mulai bimbang, naik taksi atau enggak? Singkat cerita, saya bisa mendengar, gaung di belakang, “Tunggu Ps. Jimmy Oentoro dulu, deh! Dia naik taksi, enggak?” Singkat cerita, pada waktu saya naik taksi, tiba-tiba sebagian besar lalu minta juga, semuanya pada naik taksi.
Dan yang membuat saya terkejut, ternyata taksi itu diangkut oleh tiga orang. Dua orang di belakang seperti ditandu begitu ya, teman-teman ya. Lalu di depan satu orang. Satu orang pakai sarung untuk mengikat gerobaknya itu, lalu satu berjalan di depan, dua di belakang, kanan-kiri.
Saya duduk di tengahnya. Haduh, nyaman, hanya lima menit, tapi setelah itu, deg-degannya sangat besar sekali, karena gelap sekali, dan mas-nya dengan santai saja sambil mereka bicara dengan bahasa Madura.
Saya katakan, “Mas, kita perlu turun, enggak? Kelihatannya berbahaya!” “Jangan khawatir, Pak. Kita udah biasa! Jangan khawatir, santai saja. Yang penting tipnya, Pak!” Dia mengingatkan kita, yang penting tipnya.
Saya katakan, “Jangan khawatir, deh. Yang penting kita selamat ya, Mas, ya.” Lalu kita jalan bersama dengan tiga orang yang mengangkat badan saya dan beberapa teman-teman kita, satu-satu taksinya. Lalu, dalam setengah perjalanan, kita berhenti. Mereka beristirahat, saya katakan— di situ ada warung “Udah mas, ayo makan bakmi sekenyang-kenyangnya.”
Saya pikir biar mereka punya tenaga untuk mengangkat kita sampai ke puncak. Nah, setelah makan, perjalanan kedua dilanjutkan ke puncak. Saya terkejut karena setelah stop yang berjalan setengah ini, hanya siaa dua orang pengemudi, satu orang di depan, satu orang di belakang.
Saya enggak tahu, satunya kemana. Mereka sudah punya peraturan sendiri. Hati saya, lemasnya enggak karuan. Di saat itu saya menyadari, pentingnya iman. Di saat itulah, iman saya tidak bisa pasif. Iman saya harus aktif.
Di saat itulah saya mulai berdoa, berbahasa roh, “Tuhan, ini kalau tergelincir aja, saya udah goodbye!” enggak sempat pamitan kepada istri dan anak saya. Sampai di puncak, kita merasa lega sekali. Lega sekali.
Kemudian saya bertanya “Mana api birunya?” “Oh, bapak harus turun lagi 40 menit.” Aduh, saya udah lemas sekali, teman-teman. Lalu, kita ditawarin mau lihat api biru atau matahari terbit. Saya katakan, “Ya sudah, matahari terbit saja, deh. Enggak mungkin saya turun lagi, dengan jalan kaki, kali ini.”
Beberapa memilih untuk melihat api biru. Api birunya, semacam kompor di rumah mungkin ya, dengan api nyala, Tapi konon, ceritanya, sangat indah. Nah, saya melanjutkan di puncak dan melihat matahari terbit. Indahnya Indonesia. Betapa luar biasanya Indonesia.
Rasanya begitu bangga kita sampai puncak Kawah Ijen. Lalu kami turun kembali, naik taksi lagi, teman-teman. Nah, yang membuat saya terkejut kali ini, pada waktu naik taksi, hanya satu orang pengemudi di belakang, saya duduk di depan.
Di saat itulah, saya mulai belajar, “Tuhan, iman saya ini saya cantolkan kepada orang Madura.” Tiga orang Madura awalnya, lalu dua orang Madura, sekarang, satu orang Madura. Kalau saja dia tergelincir, ya sudah lah, saya terbang, pergi bersama angin. Iman yang hidup, disitu saya belajar tidak dilihat dari besar atau kecilnya ukuran iman tersebut, namun kepada siapa iman itu diletakkan.
Alkitab seringkali menggambarkan, iman itu seperti biji sesawi. Bagian biji yang terkecil, mungkin, di dunia, tapi bila biji itu berkembang, ia menjadi pohon yang besar dan rindang.
Supporting Verse – supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Ibrani 6:18 TB
Pertama, Iman yang hidup diletakkan pada Yesus dan janji-janji-Nya. Alkitab memberikan lebih dari 7000 janji-janji Allah bagi Anda dan saya. Kalau saya hitung satu tahun 365 hari, Anda bisa bayangkan 20 tahun, ya, hidup Anda dan saya, diberi benih iman untuk semua kehidupan Anda dan saya.
Sungguh mengagumkan. Kalau iman kita tidak dicantolkan kepada pengalaman kita, tidak dicantolkan kepada ATM kita, tidak dicantumkan kepada posisi kita, tapi dicantolkan hanya pada Yesus. Itulah iman yang hidup, diletakkan pada janji-janji-Nya.
Supporting Verse – Sebab Kristus adalah ”ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ”Amin” untuk memuliakan Allah. 2 Korintus 1:20 TB
For all the promises of God in Him are Yes, and in Him Amen, to the glory of God through us. II Corinthians 1:20 NKJV
Kedua, saya ingin katakan kepada kita semuanya, iman yang hidup merupakan jalan baru dan gaya kehidupan, a new lifestyle, bagi Anda semuanya murid-murid Yesus Kristus pada masa kini.
How far you want to follow Christ. Mengikuti Kristus bukan seperti mengikuti orang di Instagram, media sosial. Kalau mengikuti Dia, Anda mengikuti Dia dengan iman. Ini jelas sekali.
Maka itu dalam Ibrani 10 tadi dikatakan (khususnya ayat 20 dikatakan) “Ia telah membuka jalan yang baru, yang hidup bagi kita melalui tabir-Nya yaitu diri-Nya sendiri.”
Iman membuka jalan yang baru. Iman yang hidup adalah jalan baru untuk kita semuanya memiliki gaya hidup pada masa kini. Di tengah-tengah pandemi COVID-19, semua yang tidak pasti akan tergoncangkan. Hanya satu yang pasti: pada waktu kita percaya pada janji-Nya.
Pada waktu kita mengembangkan gaya hidup, yaitu gaya hidup yang punya iman. Perhatikan baik-baik, sejak kita berjumpa dengan Tuhan melalui ayat berikut :
Kita diselamatkan oleh Iman
Supporting Verse – Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Efesus 2:8-9 TB
Anda dan saya berjalan dengan iman
Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita. Maka oleh karena itu hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan, – sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat – 2 Korintus 5:5-7 TB
Tanpa iman, tindakan kita adalah dosa.
Supporting Verse – Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa. Roma 14:23 TB
Anda dan saya tidak bisa menyenangkan Tuhan. Without faith, it is impossible to please God
Supporting Verse – Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Ibrani 11:6 TB
Hidup Anda dan saya, kehidupan kita, adalah kehidupan dengan iman. The just shall live by faith.
Supporting Verse – Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ”Orang benar akan hidup oleh iman.” Roma 1:17 TB
Jadi kita sadari bahwa gaya hidup kita perlu dibangun, dilatih, menurut ukuran iman Anda. Setiap murid Kristus perlu memiliki iman yang hidup, dalam hidupnya sehari-hari.
Iman yang hidup itu diberikan menurut takaran masing-masing.
Supporting Verse – Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Roma 12:3 TB
Iman yang hidup seringkali mengubah cara pikir kita. Iman yang hidup menghantarkan gaya kehidupan kita untuk mempunyai pola pikir yang berbeda. Saya katakan, yaitu pola pikir yang vertikal.
Allah adalah Allah yang tidak bisa dibatasi. Bagi Allah segalanya adalah mungkin. Jika Allah ada dalam kehidupan Anda dan saya, dengan demikian, segala sesuatu mungkin di dalam kehidupan Anda, dalam kehidupan kita.
Ilustrasi – Dua orang salesman dikirim ke Afrika oleh perusahaannya. Salesman pertama tiba di Afrika. Lalu dia terkejut, dia katakan kepada perusahaannya, “Bos, jangan dikirim barang!”
Mereka jualan sepatu. “Enggak usah dikirim sepatunya! Besok saya pulang. Orang Afrika tidak memakai sepatu!” Bosnya terkejut, dikirimlah salesman yang kedua. Tiba di kota yang sama di Afrika.
Dia katakan, “Bos saya mau tinggal di sini agak lamaan ya! Tolong semua sepatu yang ada di pabrik, dikirim ke Afrika. Orang Afrika tidak memakai sepatu!”
Satu memakai human eyes, (cara pandang duniawi), satu memakai kingdom eyes (cara pandang surgawi). Satu memikirkan hal yang tidak mungkin, satu melihat segala hal mungkin. A new lifestyle, jalan baru.
Jadi kalau ada hal yang macet, lewat iman yang hidup, Anda diberikan jalan yang baru, a new way of life.
Supporting Verse – Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Kolose 3:2 TB
Pikiran yang vertikal adalah pikiran-pikiran iman. Semua hal dimulai dari pikiran. Cara kita berpikir, menentukan masa depan kita. Orang-orang yang berhasil, saya selalu melihat pikiran mereka memang berbeda, dengan banyak orang rata-rata.
Bila Anda berpikir suatu hal dapat terjadi, pasti akan terjadi. Nah, kenapa banyak orang tidak mencapai apa yang mereka impikan? Seringkali pola pikir mereka tidak vertikal.
Mereka tidak membangun kehidupan mereka dengan iman yang hidup. Mereka hanya melihat dengan mata jasmani. “Ya udah, enggak bisa!” “Ya udah, menyerah saja!”
Dia tidak mau melihat jalan yang baru. Iman membantu melihat ketidakpastian menjadi sesuatu yang pasti. Orang-orang yang memiliki pemikiran vertikal, akan menghasilkan hal-hal yang besar.
Supporting Verse – Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: ”Tambahkanlah iman kami!” Lukas 17:5 TB
Ada ukurannya; jangan sedikit-sedikit enggak bisa. Dalam kehidupan kita, iman yang hidup adalah jalan yang baru. Sebuah gaya hidup, yang berdasarkan akan janji-janji-Nya.
Saya masih ingat, saya punya burung beo dikasih teman saya, ya. Waktu saya dikasih beo senang sekali, karena beonya bisa ngomong. Rupanya ngomongnya cuma dua hal ini: “Assalamualaikum” sama “enggak bisa”.
Nah, kata teman saya, “Kamu latih, deh, kan kamu seorang hamba Tuhan.” Saya coba latih, teman-teman, setiap pagi saya kasih suara, nyanyi lagu “Shalom Elohim”, lagu-lagu pujian, tetap saja beo saya ngomongnya, “Enggak bisa.”
Kadang-kadang kesel, ya, saya mau deketin beonya, saya mau ngajak, “Shalom,” dia ngomong, “Enggak bisa.” Saya katakan, “Haleluya,” dia ngomongnya, “Assalamualaikum.”
Saya masih ingat suatu saat teman saya, pastor Deni, sedang tidur di tempat saya. Tiba-tiba, “Assalamualaikum!” Dia kaget, “Eh, Jim, ada tamu pagi-pagi.” Saya tertawa terbahak-bahak, saya katakan, “Bukan, Bro, itu beo saya, coba kamu ke sana, deh, ke belakang.”
Dia ke belakang. Saya bilang “Ngomong dong ‘Shalom,’ siapa tahu mau sama kamu dia ngomong ‘Shalom’.” Beo saya menyahut kencang, “Enggak bisa!”
Pastor Deni sampai terkejut, saya tertawa terbahak-bahak. Suatu hari, saya pulang dari kantor, pembantu mengatakan, “Pak, beonya mati.” Sedih, sih, tapi dalam waktu yang sama saya bahagia.
Kenapa? Karena di rumah saya, tidak ada lagi gaung perkataan “Enggak bisa.” It’s dead! Perkataan “Enggak bisa!” sudah mati! Ada sebuah gaya hidup baru dalam kehidupan Anda dan saya.
Iman yang hidup; kita menyadari bahwa iman datang dari pendengaran, dan pendengaran akan firman Allah. Jadi perlu diisi, supaya di dalam bejana kehidupan Anda, iman Anda bertambah, bertambah, bertambah, bertambah, sehingga memiliki iman yang hidup, memiliki kekuatan, memiliki pola pikir yang berbeda daripada orang yang ada di sekitar kita.
Yang terakhir, saya ingin ajak untuk kita semuanya, ayo, jemaat JPCC yang saya cintai, iman yang hidup termanifestasi dalam pekerjaan. Kiranya iman yang hidup termanifestasi dalam pekerjaan kita. Iman itu enggak bisa sekadar dipertunjukkan.
Faith must be at work; iman itu harus dibuktikan dalam pekerjaan kita, enggak bisa dipisahkan. Yakobus menjabarkan secara sederhana, sih, tapi sangat dalam maknanya.
Supporting Verse – Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ”Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: ”Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: ”Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: ”Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: ”Sahabat Allah.” Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain? Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. Yakobus 2:14-26 TB
Yakobus mengatakan dengan jelas sampai lima kali, dia berulang-ulang mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya tidak ada gunanya, useless di ayat Yakobus 2:14.
Ayat 14(b) dikatakan, “tidak bisa menyelamatkan.” Iman seperti itu tidak bisa menyelamatkan. Ayat 17, pada hakikatnya iman tanpa perbuatan, “dead”.
Ayat yang ke-20 dikatakan “kosong”; iman tanpa perbuatan pada hakikatnya kosong. Lalu ayat 26 dia kembali menyimpulkan, iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati.
So, saya ingin membagikan simpel saja secara ilustrasi, bahwa iman yang hidup itu sebenarnya seperti segitiga, ya. Kalau kita gambar segitiga, Anda bisa ikuti bersama-sama. Sebelah kiri adalah iman. Iman kita, tadi saya katakan, dicantolkan kepada Yesus Kristus. Itu bersifat internal sih, guys, di dalam, tidak bisa dilihat orang.
Tapi pada waktu kita melihat di luar, dalam tindakan kita sehari-hari, dunia membutuhkan fakta, dunia membutuhkan bukti daripada iman Saudara itu. Itulah peranan work atau perbuatan, itu bersifat eksternal.
Jadi kalau kita melihat iman dan perbuatan itu tidak bisa dipisahkan. Faith (iman), lalu work (perbuatan), kemudian Yesus. Itulah iman yang hidup yang sesungguhnya.
Itulah faith in action (iman yang dipraktikkan). Jadi seperti dalam segitiga ini, faith, work, dan Jesus tidak bisa dipisahkan, temen-temen. Iman kita ditujukan kepada Yesus, bukan kepada pengalaman kita, bukan kepada ATM kita, tapi kepada Kristus dan semua janji-janji-Nya.
Lalu kita juga bekerja untuk memuliakan Tuhan. Maka itu Yakobus mengatakan, “Tunjukkan kepadaku iman tanpa perbuatan. Aku akan tunjukkan iman dengan perbuatan.”
Bahkan dia memberikan semacam, seolah-olah kontroversial, padahal tidak kontroversial, bahwa perbuatan bisa menyelamatkan engkau. So, saya berdoa segitiga ini bisa menolong Anda semuanya, kita semuanya untuk mengerti bahwa iman Anda itu harus disertai dengan perbuatan, ditujukan kepada Kristus, sehingga apa pun yang kita kerjakan, memuliakan nama-Nya.
Seperti saya ini, ambil contoh ya, Jimmy Oentoro. Sebelah kiri saya membicarakan iman, saya diselamatkan oleh iman. Ini yang Paulus katakan “biji”, tapi biji itu harus bertumbuh menghasilkan buah, work.
Jimmy Oentoro enggak sekadar faith saja, tapi saya juga harus menunjukkan work, kerja saya. Faith menjustifikasi semua dosa-dosa saya yang lama, dibenarkan, tapi pekerjaan saya juga dibenarkan, karena pekerjaan saya memuliakan Tuhan. Iman dan perbuatan; inilah iman yang hidup. Inilah yang Yakobus ingin katakan kepada kita semuanya.
Jadi ini bukan kontradiksi, guys, tapi saling melengkapi. Paulus menekankan akar dari keselamatan [adalah] iman pada Yesus, ini akar. Yakobus menekankan buah setelah keselamatan adalah perbuatan baik.
Tidak ada yang bertentangan. Jadi Paulus menjelaskan bagaimana mendapatkan keselamatan. Yakobus mengajarkan kita bagaimana membuktikan bahwa Anda dan saya sudah diselamatkan.
Itulah iman yang hidup, yang dapat menaklukkan dunia. Iman dan pekerjaan tidak bisa dipisahkan. Iman dan pekerjaan adalah iman yang utuh, komplit, holistik, iman di dalam kehidupan kita.
Saya berdoa setiap kita boleh mengalami iman yang hidup, boleh berdoa dan minta “Tuhan, tingkatkanlah imanku.” Ingat, iman yang hidup adalah iman yang dicantolkan, diletakkan pada Yesus dan janji-janji-Nya.
Iman yang hidup merupakan gaya kehidupan kita semuanya, para pengikut Kristus. Iman yang hidup termanifestasi dalam pekerjaan kita.
P.S : Hi Friends! I need a favor, please do let me know if any of you know a freelance opportunity for a copywriter (content, social media, press release, company profile, etc). Sharing is caring so any support is very much appreciated. Thanks much and God Bless!