JPCC Online Service (3 April 2022)
Salam bagi Saudara semua yang bergabung di ibadah daring hari ini. Di awal bulan yang baru ini, saya yakin anugerah dan kasih setia Tuhan terus menyertai setiap Saudara, dari mana pun Saudara mengikuti ibadah daring hari ini. Kita bersyukur mulai hari ini kita dapat menambah jumlah ibadah kita menjadi dua ibadah di setiap lokasi, termasuk Upper Room, yang memulai ibadah pada hari ini juga.
Doa kita bersama adalah agar keadaan terus membaik, sehingga secara bertahap kita dapat terus menambah ibadah kita untuk menjawab kebutuhan setiap Saudara yang sudah rindu sekali untuk hadir mengikuti ibadah tatap muka dan menyembah Tuhan bersama-sama.
Di bulan April kita akan membahas topik “Mendengar Suara Tuhan”, setelah di bulan Maret lalu kita belajar mengenai hidup yang berbuah. Saya beri judul pembahasan kita hari ini “Mengenali Suara Tuhan”.
Beberapa pertanyaan yang sering saya dapat adalah:
“Bagaimana saya tahu ini adalah Tuhan yang sedang bicara pada saya? Apa benar ini suara Tuhan, atau hanya pikiran saya sendiri, atau jangan-jangan ini suara iblis? Bagaimana cara mengenali, menguji, dan bahkan membedakannya?”
Atau mungkin ada di antara Saudara yang ragu bahwa Tuhan masih berbicara, karena Saudara pernah memiliki pengalaman buruk dengan orang-orang yang menyatakan bahwa mereka mendengar suara Tuhan, diminta dan disuruh Tuhan untuk melakukan suatu hal, tapi kemudian apa yang mereka buat tidak memberi kesaksian dan mencerminkan hidup yang sesuai firman, yang benar-benar dekat dengan Tuhan.
Sebelum saya berbagi beberapa hal praktis untuk membantu pertumbuhan dan perjalanan iman Saudara, izinkan saya awali pelajaran kita hari ini dengan mengatakan beberapa hal:
Pertama, saya percaya bahwa Tuhan masih berbicara.
Tuhan masih berbicara hingga detik ini— baik itu secara audibel, karena Alkitab berulang kali mencatat bahwa Tuhan berbicara kepada anak-anak-Nya dengan suara yang dapat didengar oleh gendang telinga—, atau melalui Alkitab, yaitu firman-Nya, maupun melalui orang-orang, kejadian, dan lain sebagainya.
Saya pribadi belum pernah mendengar suara Tuhan secara audibel, tapi saya sering mendengar Tuhan bicara pada saya melalui firman yang tertulis, atau melalui suara yang ada di dalam hati saya, maupun melalui pemimpin, mentor, hamba Tuhan yang saya hormati.
Saya juga beberapa kali mendengar Tuhan berbicara melalui kejadian-kejadian yang seperti “kebetulan” terjadi berulang kali dalam kurun waktu singkat.
Kembali ke pertanyaan, bagaimana saya mengenali suara Tuhan? Selain saya percaya Tuhan masih berbicara, saya juga percaya Tuhan ingin bicara kepada setiap anak-Nya, tanpa terkecuali.
Tidak ada seorang pun yang memiliki jalur khusus atau yang aksesnya lebih istimewa daripada orang lain, sampai-sampai ketika kita perlu suara dan jawaban Tuhan, kita perlu terlebih dahulu minta bantuan orang itu.
Jadi, Tuhan ingin bicara pada setiap anak-Nya, dan setiap anak Tuhan memiliki akses yang sama kepada Tuhan serta kesempatan yang sama untuk belajar mendengar suara-Nya.
Jadi, mari kita mulai belajar. Saudara siap?
Bulan lalu kita banyak belajar dari Yohanes 15 mengenai “Pokok Anggur Yang Benar”. Hari ini saya ingin mengambil Yohanes 10 menjadi perikop utama acuan pembahasan kita. Saudara bisa lanjut baca perikop ini sendiri di rumah, bila tertarik. Tema dari Yohanes 10 ini adalah “Gembala yang Baik”.
Opening Verse – “Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia [Tuhan, sang Gembala] berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” Yohanes 10:4 (TB)
Yesus sedang menyingkapkan kerinduan untuk domba-domba-Nya mengenal suara-Nya dan hidup berjalan serta mengikuti Dia yang akan menuntun mereka ke padang rumput yang hijau.
Supporting Verse – Mazmur Daud. Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar
oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,
aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku;
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa. Mazmur 23:1-6 TB
Mazmur 23 mengelaborasi lebih jauh tentang kerinduan Tuhan ; untuk membimbing kita ke air yang tenang, menyegarkan jiwa kita, menuntun kita di jalan yang benar, berjalan bersama dengan kita dalam lembah kekelaman, menghibur kita dengan gada dan tongkat gembala-Nya, menyediakan hidangan di hadapan lawan kita, bahkan mengurapi kita dengan minyak, dan membuat piala kita penuh melimpah, sehingga kebajikan dan kemurahan belaka mengikuti kita seumur hidup kita.
Itulah yang Tuhan rindukan untuk kita alami dalam hidup kita. Dalam Yohanes 10:10 (TB) Yesus kemudian berkata.
Supporting Verse – “Aku [Yesus] datang, supaya mereka [kita] mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Yesus juga memperingatkan kita mengenai pencuri yang akan datang untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan. “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang—kata Yesus—, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Yohanes 10:10 (TB)
Jadi, apa yang dapat kita lakukan untuk membangun kemampuan kita mengenali suara Tuhan? Bagaimana membedakan suara-Nya dari suara hati dan pikiran kita sendiri, atau suara pencuri yang ingin datang mencuri, membunuh, dan membinasakan kehidupan dan potensi kita?
Hari ini, ada tiga kata kerja yang saya akan bagikan untuk membantu kita membangun kemampuan mengenali suara Tuhan.
Yang pertama, “Mencari”.
Apa arti kata “mencari”? Saya memilih kata kerja “mencari” bukan karena Tuhan bersembunyi, [Kita perlu] mencari Tuhan, mencari suara-Nya, mencari wajah-Nya, mencari jawaban-Nya, mencari hadirat-Nya, tapi kata mencari bukan karena Tuhan menyembunyikan diri dari kita.
Alkitab pun memakai kata “mengejar Tuhan”, bukan karena Tuhan sedang melarikan diri, menjauhkan diri dari kita. Namun, maksud “mencari” di sini adalah memosisikan diri kita [sedemikian rupa] sampai kita dapat mendengar Dia, mencari Dia, mengambil postur siap menyimak apa pun yang Tuhan akan katakan pada kita.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk mencari Dia? Bagaimana kita memosisikan diri untuk bisa mendengar suara-Nya?
Alkitab sering kali mencatat bahwa kita, anak-anak-Nyalah, yang sebenarnya tidak mau mendengarkan Dia. Banyak sekali ayat-ayat yang mencatat demikian. Salah satunya Yeremia 22:21 (TB) yang berkata :
Supporting Verse – Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: ”Aku tidak mau mendengarkan!” Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku! Yeremia 22:21 (TB)
I spoke to you when everything was going your way. You said, ‘I’m not interested.’
You’ve been that way as long as I’ve known you, never listened to a thing I said. Jeremiah 22:21 (MSG)
Ayat ini berkata bahwa, terutama saat segala sesuatu “baik-baik saja”— atau terjemahan baru memakai kata “sentosa”, dan terjemahan The Message “saat segala sesuatu terjadi sesuai maumu”— sering kali kita tidak mau mendengarkan.
Akibatnya ada banyak sekali peringatan, nasihat, arahan, tuntunan yang ingin Tuhan berikan untuk membawa kita menuju air yang tenang, padang rumput yang hijau, penghiburan, untuk membawa kita melewati lembah kekelaman, dan untuk memberi kita kekuatan, tetapi kita tidak terima karena kita tidak mendengarkan suara-Nya.
Jadi, apa yang harus kita lakukan, dan apa yang dapat kita lakukan untuk mencari Tuhan dan suara-Nya?
Poin yang pertama adalah memberi ruang.
Bukan berarti Saudara harus punya tempat atau kamar khusus, pojok khusus, kursi khusus— walau tidak masalah bila Saudara punya tempat khusus. Tak ada salahnya Saudara punya ruang khusus.
Namun, konteks di sini adalah ruang untuk sendirian dengan Tuhan. Buat ruang untuk Saudara bisa sendiri dengan Tuhan. Bagi saya, ruang untuk sendiri dengan Tuhan justru bukan berupa lokasi, melainkan saat saya misalnya sedang berolahraga—di mana pun itu, sedang jalan pagi, sepeda, lari, atau berenang.
Justru ketika saya sedang bergerak secara jasmani, saya merasa memiliki kesendirian dengan Tuhan. Kesendirian tidak selalu berarti senyap, sepi. Bisa saja di tengah keramaian, kita temukan kesendirian dengan Tuhan. Sering kali saya pasang penyuara telinga untuk mendengar suara Tuhan, melalui lagu penyembahan pada Tuhan saat saya sedang bergerak, berjalan.
Di situlah saya mengalami kesendirian dengan Tuhan, dan saya memberi ruang untuk mendengar suara Tuhan. Selain memberi ruang, Saudara juga perlu memberi waktu.
Poin yang kedua adalah memberi Waktu.
Apa yang penting bagi Saudara, Saudara pasti akan temukan waktu untuk melakukannya. Ada yang suka melakukannya [sendiri dengan Tuhan] di pagi hari, ada yang suka melakukannya di penghujung hari, atau di akhir hari saat semua pekerjaan sudah selesai, saat di rumah mulai agak sepi dan pekerjaan sudah diselesaikan.
Sebelum Saudara beristirahat atau tidur, Saudara punya waktu untuk sendirian dengan Tuhan. Jadi, beri waktu. Saudara pasti bisa beri waktu untuk sesuatu yang Saudara anggap penting, setiap hari. Selanjutnya, buat ruang di dalam pikiran dan hati Saudara.
Saya ingin mengutip David Augsburger, penulis buku “Ten Commandments for Hearing” (Sepuluh Perintah untuk Mendengar). Dia menulis sepuluh perintah tentang cara untuk mendengar. Salah satu “perintah” yang dia tulis— kalau tidak salah, yang keenam— berbunyi seperti ini:
“I will avoid wishful hearing. I will neither use my ears to hear what the heart wants to hear, nor the mind to filter what the head will heed”. Atau, “Aku akan menghindarkan diri dari sekadar mendengar apa yang aku harap aku dengar, atau memakai telingaku hanya untuk mendengar apa yang hatiku senang dan ingin dengar, atau hanya memperhatikan apa yang pikiranku ingin perhatikan.”
Dengan kata lain dia berkata, untuk membuat ruang di dalam hati dan pikiran kita agar dapat mendengar Tuhan, kita tak bisa menempatkan harapan pribadi akan apa yang kita mau Tuhan katakan, baik dalam hati maupun pikiran kita.
Kita harus sungguh-sungguh biarkan Tuhan untuk menempatkan ide, pemikiran, suara dalam pikiran dan hati kita. Kita perlu punya sikap rendah hati dan keterbukaan serta siap menerima apa pun juga yang Tuhan ingin katakan, walau terkadang apa yang Tuhan sampaikan tidak menyenangkan dan bukan yang kita harapkan untuk dengar.
Supporting Verse – ”Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” Markus 4:9 (TB)
“Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.” Markus 4:12 (TB)
Artinya, banyak dari kita, walau sudah mendengar, tidak bisa menanggapi dengan baik. Kita melihat peringatan tapi tidak meresponi atau mematuhinya, seperti yang Tuhan inginkan.
Oleh sebab itu, pemilihan kata “mencari” bertujuan untuk menolong Saudara dalam mempersiapkan dan memosisikan diri untuk menerima apa yang Tuhan sediakan bagi Saudara, dan mendengar suara yang datang dalam hidup Saudara serta meresponinya dengan baik. Itu yang pertama.
Kata kerja yang kedua adalah “mengenal”.
Selain mencari, kita perlu mengenal. Mengenal apa atau siapa? Tentu mengenal Tuhan. Mengenal Dia, pribadi-Nya.
Supporting Verse – “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku.” Yohanes 10:14 (TB)
Ada saling kenal—dalam ayat ini— antara Tuhan dengan domba-domba-Nya, dan antara domba-domba-Nya dengan Tuhan— sang Gembala yang baik.
Supporting Verse – “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku.” Yohanes 10:27 (TB)
Kita perlu mengenal pribadi Tuhan, mengenal keberadaan-Nya, karena pengenalan akan mendatangkan ketajaman.
- Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita tajam dalam mengenali suara-Nya.
- Semakin kita mengenal Dia, semakin kita tahu bahwa Dia yang sedang bicara pada kita.
- Semakin kita mengenal keberadaan Tuhan dalam hidup kita, semakin kita dapat membedakan suara-Nya dalam hidup kita.
Pertanyaannya, bagaimana kita belajar untuk mengenal Tuhan?
Dalam khotbah saya bulan lalu mengenai kehidupan yang berbuah, saya membahas mengenai perintah Tuhan Yesus kepada kita semua. Ada tiga perintah yang berkaitan dengan kata “tinggal”—kalau Saudara ingat.
Yang pertama, Dia memerintahkan kita untuk tinggal di dalam Dia, mengenal Dia secara pribadi.
“Tinggal di dalam Dia” bukan bicara soal aktivitas agamawi—pergi ke gereja, ikut persekutuan doa, dan pelayanan— melainkan pengenalan pribadi kita akan Dia yang tinggal di dalam kita, yaitu Roh Kudus. [Membangun] hubungan yang intim yang sangat pribadi. [Membangun] pengenalan pribadi tentang Dia.
Kemudian, tinggal di dalam firman-Nya; artinya mengenal firman-Nya.
Tentu kita tidak bisa mengenal firman-Nya kalau tidak membaca firman-Nya—bukan hanya menghafal, melainkan mengenal dan mengerti setelah kita membaca firman-Nya. Pengenalan kita akan firman-Nya akan menolong kita juga untuk mengenal Dia.
Kemudian, tinggal di dalam kasih-Nya; artinya mengenal kasih-Nya.
Kalau Saudara ingat, Yesus pernah bertanya pada Petrus, apakah Petrus mengasihi Dia, dan tentu Petrus menjawab “ya”. Dia mengasihi Yesus, gurunya. Kemudian tiga kali berturut-turut Yesus meminta dia untuk menggembalakan domba-domba-Nya.
Apa artinya?
Apabila kita mengasihi seseorang, kita akan peduli kepada keinginan atau kerinduan terdalam dari pribadi tersebut. Yesus sebenarnya sedang berkata pada Petrus, “Kalau engkau mengasihi Aku, tentunya engkau tahu kerinduan-Ku yang terdalam, yaitu untuk kamu menggembalakan domba-domba-Ku.”
Saya ingin bagikan beberapa langkah sederhana yang sering saya praktikkan, ketika saya berusaha untuk mengenal seseorang atau berusaha untuk memperdalam pengenalan saya akan seseorang. Langkah-langkah praktis ini juga dapat membantu Saudara dalam membangun pengenalan Saudara akan Tuhan, maupun pengenalan akan orang lain atau sesama dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tujuh hal yang saya praktikkan yang membantu saya mengenali seseorang dan bisa membantu Saudara dalam pengenalan akan Tuhan maupun pengenalanan akan sesama dalam kehidupan Saudara. Apa saja ketujuh hal itu?
Yang pertama adalah Karakter.
Kalau saya mau mengenali seseorang, saya mempelajari dan mencari tahu karakter pribadi tersebut. Apakah dia orang yang setia? Adil dalam mengambil keputusan? Jujurkah dia? Apakah dia murah hati? Pertama, karakter dasar. Apakah dia orangnya sabar atau pemarah?
Yang kedua adalah Nilai.
Apakah dia orangnya penuh hormat, atau tidak menghormati orang lain? Apakah dia tepat waktu atau selalu terlambat? Apakah dia murah hati? Dewasa? Bertanggung jawab?
Kedua, nilai dalam kehidupan. Gereja kita punya nilai: menghormati, kedewasaan, murah hati, keunggulan— beberapa nilai yang kita praktikkan dalam hidup kita. Saat kita mencoba mengenali seseorang, nilai bisa menolong kita untuk mengenali pribadi tersebut. Karakter, nilai, dan yang ketiga, kepribadian.
Yang ketiga adalah Kepribadian.
Apakah orangnya terbuka, cenderung tertutup, pendiam, dan sebagainya. Kepribadian juga akan menolong kita untuk mengenali pribadi tersebut. Bicara soal kepribadian—menurut saya, dalam pengenalan saya akan Tuhan—, Tuhan menciptakan kita untuk kita bisa mengambil keputusan. Tuhan memberi kita pilihan bebas untuk mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, saya temukan, banyak anak Tuhan, yang dalam menjalani kehidupan rohani mereka, cenderung jadi bergantung berlebihan— dalam bahasa saya. Sedikit-sedikit tanya Tuhan.
Bangun pagi tanya Tuhan, pakai baju putih atau hitam, makan bubur atau bakmi— setiap langkah mereka tanyakan pada Tuhan. Dalam perjalanan saya bersama Tuhan, saya perhatikan pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering kali tak dijawab Tuhan karena Tuhan ingin kita menjadi dewasa untuk membuat pilihan kita sendiri.
Dalam bahasa saya, Tuhan itu tidak cerewet atau berlebihan dalam mengatur kehidupan kita. Seorang hamba Tuhan pernah bergurau, sering kali kalau kita bertanya seperti itu Tuhan tidak jawab, karena kalau Tuhan jawab, mungkin akan seperti ini, “Aku bapakmu, bukan ibumu.” Dia bukan tempat kita tanyakan hal-hal yang terlalu kecil, yang sebenarnya tidak perlu dijawab, karena kita hanya perlu membuat keputusan dan menjadi dewasa dalam hidup kita.
Yang keempat adalah Kerinduan— apa yang menjadi keinginan orang ini, kerinduan terdalamnya, mimpi-mimpi yang belum terealisasi, visi yang dia miliki.
Saat kita mencoba mengenali seseorang, tanyakan, “Apa mimpimu yang terdalam? Bagaimana kau melihat hidupmu lima tahun dari sekarang?”
Kalau Saudara sedang mencoba mengenal seseorang, ini bisa menjadi bahan pembicaraan yang baik. Saat kita mengenali kerinduan di hati terdalam seseorang, kita bisa mengenali hidupnya.
Dalam kisah tadi, saat Yesus bertanya pada Petrus, “Apakah kau mengasihi-Ku?”, Yesus sebenarnya bertanya, “Apakah kau tahu hati-Ku yang terdalam?” —kerinduan.
Kelima, pengalaman— apa yang pernah terjadi dalam hidupnya, apa yang pernah dia alami, masa lampaunya, masa kecilnya, dan sebagainya.
Yang keenam, batasan—apa yang pernah dia lakukan, apa yang dia paling takut lakukan, petualangan yang pernah dia lewati, kejadian paling berbahaya yang pernah dia lalui.
Batasan-batasan dalam hidupnya; apa saja yang pernah dia lakukan atau dia tidak akan pernah lakukan. Ada orang yang tidak makan malam lewat batas jam tujuh malam, misalnya. Ada orang yang takut naik ke batas ketinggian tertentu, dan lain sebagainya. Batasan seseorang akan menolong kita mengenali hidupnya.
Kemudian yang terakhir, gaya hidup— kebiasaannya, preferensinya, kesukaannya, pilihannya.
Tentu tak semua dari ketujuh hal ini bisa kita aplikasikan dalam upaya kita mengenali Tuhan, tapi ini bisa Saudara pakai dalam mengenali sesama. Setidaknya empat hal pertama bisa kita pakai dalam mengenali Tuhan.
Melalui perjalanan kita dengan Tuhan, kita bisa mengenali karakter-Nya, bahwa Dia selalu setia. Dia tidak pernah terlambat dan selalu tepat waktu, Dia adil dan selalu penuh dengan kasih, Dia mengampuni— beberapa contoh dari nilai Tuhan.
Saudara bisa mengenali Tuhan melalui firman, melalui pengalaman Saudara dengan Tuhan, dan melalui kejadian-kejadian dalam kehidupan Saudara saat Saudara berjalan dengan Tuhan.
Tuhan akan menyatakan diri-Nya pada kita karena Dia punya tujuan besar melalui apa yang Dia sampaikan dari dalam hati dan pikiran-Nya— kerinduan-Nya— pada kita semua.
Jadi, pengenalan akan Tuhan akan mempertajam kemampuan kita untuk mengenali suara-Nya, tetapi pewahyuan kebenaran bahwa Tuhan mengenal kitalah— bukan hanya upaya kita mengenal Dia, tetapi pewahyuan bahwa Tuhan mengenal kita—yang justru akan mengubah hidup kita.
Saat kita menyadari bahwa bukan hanya kita mengenal Dia, tetapi Dia mengenal kita— bahkan nama setiap kita. Kita menerima pewahyuan tentang keintiman yang mengubah hidup, membangkitkan rasa aman [bahwa “Tuhan kenal saya secara pribadi”], memberi kita kekuatan untuk berjalan bersama Tuhan.
Supporting Verse – “Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.” Yohanes 10:3 (TB)
Tuhan mengenal namamu. Bukan hanya engkau yang berusaha untuk mengenal Dia, melainkan Dia mengenal engkau dan Dia ingin berbicara pada engkau, dan Dia bahkan mengenal namamu.
Jadi, selain mencari, kita berusaha untuk mengenal Dia. [Kita] mencari dan mengenal.
Yang terakhir, tapi tak kalah penting, selain mencari dan mengenal, kita menguji.
Kita perlu menguji apa yang kita dengar. Berikut ini cara saya menguji bahwa yang saya dengar berasal dari Tuhan.
Ada tiga hal sederhana yang Saudara bisa pakai dalam menguji suara Tuhan.
Yang pertama adalah “konfirmasi”.
Konfirmasikan apa pun yang Saudara dengar pada firman yang tertulis; apakah sudah selaras dan seiring dengan firman Tuhan. Tuhan tidak pernah menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan firman-Nya.
Selain konfirmasi kepada firman, Saudara bisa konfirmasi pada hamba Tuhan, mentor, atau pemimpin— orang-orang yang Saudara hormati, yang Saudara yakini bisa memberi arahan di dalam kehidupan Saudara.
Saudara juga bisa mendapat konfirmasi dari mereka. Jadi, kata kunci pertama untuk menguji adalah “konfirmasi”.
Yang kedua adalah “keselarasan”.
Apa maksudnya menguji dengan keselarasan? Izinkan saya memakai ilustrasi— yang saya dengar dari seorang hamba Tuhan dan tidak pernah saya lupa— mengenai menguji suara yang datang dalam kehidupan kita dengan keselarasan.
Ibaratnya seperti seorang pilot yang ingin mendaratkan pesawat yang dia kemudikan di malam hari. Saat ingin mendaratkan pesawat di malam hari, seorang pilot akan mencari keselarasan melalui deretan sejumlah lampu yang membentuk sebuah garis, yang bisa menunjukkan ke arah mana sang pilot bisa mendaratkan pesawatnya.
Tentu sang pilot tidak hanya akan melihat satu lampu yang berkedip, lalu berkesimpulan itulah bandara tempat mendaratkan pesawatnya. Akan terjadi kecelakaan besar apabila seorang pilot hanya melihat satu atau dua lampu yang berkedip lalu berkesimpulan bahwa itu adalah bandara, landasan untuk dia mendaratkan pesawatnya. Makin besar pesawatnya, makin panjang keselarasan lampu, makin banyak tanda lain yang ia butuhkan untuk mengarahkannya.
Dalam kehidupan saya, berulang kali saya menemukan keselarasan dari yang datang secara beruntun— dalam bentuk kejadian atau objek yang berbeda-beda, yang baru terlihat jelas di akhir kejadian—yang menunjukkan arahan Tuhan bagi kita dalam mengambil keputusan. Itulah yang saya maksud dengan “keselarasan”.
Yang terakhir adalah “keyakinan”.
Saudara juga perlu menguji keyakinan Saudara. Keyakinan pribadi, yang bersifat subjektif, yang Saudara miliki karena ada rhema yang datang dalam hidup Saudara. Tentunya karena bersifat subjektif, ketika diuji, bisa saja Saudara salah. Namun akan berbeda hasilnya, kalau Saudara sudah melewati proses mencari Dia, membuka hati dan memosisikan diri untuk mendengar Dia— bukan sekadar berharap untuk mendengar apa yang Saudara ingin dengar.
Lalu setelah mencari Dia, Saudara juga berusaha untuk mengenal Dia, mencari tahu kerinduan Tuhan, apa yang ada di hati Tuhan, Saudara belajar untuk mengenal firman-Nya.
Bila Saudara sudah sampai di tahap di mana Saudara harus mengambil langkah, saya mendorong Saudara untuk tidak berhenti di sana dan berani mengambil langkah selanjutnya. Melalui proses inilah Saudara belajar untuk menjadi dewasa,
untuk melangkah mengikuti suara dan tuntunan Tuhan dalam hidup Saudara.
Sekali lagi, saya berharap apa yang saya bagikan bisa menolong Saudara untuk bisa mengenali suara Tuhan dan kemudian berjalan dan bertumbuh menjadi semakin dewasa dan berbuah lebat dalam kehidupan Saudara.
Semoga apa yang saya bagikan ini memberkati setiap Saudara dan Saudara terus bertumbuh dalam iman dan pengharapan Saudara kepada Tuhan. Tuhan Yesus memberkati. See you next time.
P.S : Dear Friends, I am open to freelance copywriting work. My experience varies from content creation, creative writing for an established magazine such as Pride and PuriMagz, web copywriting, fast translating (web, mobile, and tablet), social media, marketing materials, and company profile. Click here to see some of my freelancing portfolios – links.
If your organization needs a Freelance Copywriters or Social Media Specialist, Please contact me and see how I can free up your time and relieve your stress over your copy/content needs and deadlines. My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com. Sharing is caring, so any support is very much appreciated. Thanks, much and God Bless!