JPCC Sutera Hall 2nd Service (14 September 2025)
Berikan tepuk tangan kepada semua Volunteers yang sudah melayani pagi ini, baik yang di depan layar ataupun tidak. Selamat Pagi, siang dan malam untuk semua teman-teman yang menyaksikan secara online, welcome to Church! I love Church, kita masuk ke dalam minggu kedua dalam tema besar bulan itu, yaitu “We are His Church”, Kita adalah GerejaNya milik Tuhan. Bahwa JPCC ini bukanlah milik para leaders atau pastors, tetapi gereja ini adalah milikNya Tuhan.
Kita sedang berbicara tentang komunitas dan minggu lalu Ps. Jeffrey membagikan sesuatu yang luar biasa disini, yaitu kita melihat di Kisah Para Rasul kedua tentang gambaran indah gereja mula-mula, yang hidup dalam sebuah keharmonisan dimana jemaat mula-mula hidup saling berbagi, peduli dan bertumbuh bersama.
Judul kotbah minggu lalu adalah “From Rows to Circles”, dari saudara yang dulu sekedar datang bergereja, memperhatikan tetapi akhirnya menikmati dan ikut memiliki. Minggu ini kita sedang berbicara sesuatu yang buat saya menjadi tensionnya, yang menjadi masalahnya.
Karena “here’s the thing”, kalau kita sudah bergabung dalam komunitas gereja selama lebih dari seminggu saja, pasti kita akan tahu bahwa kenyataannya, in reality, bahwa komunitas itu tidak selalu seindah “blueprint” yang baru saja kita dengar minggu lalu. Betul kan?
Tadi pagi saya bertanya kepada gereja, berapa banyak yang sudah bergereja lebih dari lima tahun? Angkat tangan yang tinggi-tinggi. Lebih dari lima tahun? Wow. Wah ini veteran semua. Ada yang sudah sepuluh tahun? Sepuluh tahun? Atau di atas lima belas tahun? Oke, mulai sedikit. Kalau ada yang sudah dua puluh tahun, dua dekade bergereja, angkat tangan yang tinggi-tinggi. Wow. Yang juga online di rumah juga bisa. Wow. Oke, lumayan banyak ya disini.
Kita yang sudah “bergereja”, masuk dalam sebuah komunitas, this beautiful circle yang adalah gerejaNya Tuhan, kita selalu pasti sadar bahwa ternyata komunitas gereja itu sama sekali tidak sempurna. Betul kan? Saya yakin dari setiap dari kita pasti pernah merasakannya.
Yang tidak bisa dihindari dalam sebuah komunitas, any community, komunitas manapun juga, baik itu komunitas gereja sampai komunitas padel, zaman sekarang semuanya komunitas padel. Yang tidak bisa dihindari dalam sebuah komunitas adalah kata ini, perbedaan. Keberagaman, diversity, perbedaan yang sering membawa manusia masuk ke dalam sebuah potensi konflik dan juga tension. Betul kan?
Akan ada saat-saat di mana yang namanya gesekan dan bahkan kekecewaan dengan satu dengan yang lain terjadi karena, simply, memang kita semua adalah orang-orang yang berbeda dan unik. Tidak ada satupun dari kita yang sama. Bahkan, kembar yang “identical twins” pun kalau mau dilihat pasti mereka mempunyai perbedaan. Namun, here’s our prayer, ini doa kami di gereja ini bahwa kita tidak mengizinkan perbedaan untuk memisahkan dan memecah-belahkan kita.
Jangan ijinkan perbedaan itu untuk menjauhkan saudara dan saya dari sebuah proses pembentukan atau transformasi yang seharusnya kita lalui dalam Tuhan Yesus. Ingat tujuan utama kita mengikuti Yesus adalah supaya saudara dan saya diubahkan, di transform untuk bisa menjadi lebih serupa dengan Kristus. Betul kan?
Bukan untuk saudara sekedar datang ke gereja atau “KTP-nya” Kristen saja, tetapi tujuan kenapa kita disebut Kristen atau pengikut Kristus adalah supaya saudara dan saya, baik saudara sudah lima tahun bergereja, sepuluh tahun bergereja, atau mungkin baru lima hari datang ke gereja, mungkin hari ini adalah hari pertama saudara datang ke gereja, tujuan utama kita adalah supaya kita diubahkan menjadi serupa dengan karakternya Kristus. Ada amin?
Itu sebabnya saya tulisnya begini, “Ijinkan perbedaan ini untuk membentuk saudara, “shape us”, untuk melengkapi kita dan membawa pertumbuhan dalam kehidupan kita”.
The circle, komunitas ini ada, lingkaran ini ada untuk membentuk saudara dan saya. Itu sebabnya judul kotbah hari ini, kalau minggu lalu adalah “From Rows to Circles”, minggu ini judulnya adalah “We Are Shaped by Circles“. Kita dibentuk oleh lingkaran, kita dibentuk oleh komunitas.
Nah, ketika kita sedang berbicara tentang semua perbedaan dalam komunitas yang tidak sempurna ini, semuanya “agree” bahwa yang namanya gereja tidak ada yang sempurna, betul? Setiap kali kita masuk ke dalam sebuah komunitas yang tidak sempurna ini, biasanya ada reaksi dengan dua cara.
Kalau anak-anak muda biasanya mengatakan begini, mereka berkata, “I’m done, I’m hurt”, itu yang disebut hashtag #churchhurts. Sering banget yang kita dengar zaman sekarang, di sosmed dan lain sebagainya, “aku terluka, aku kecewa”.
Nah, ada juga yang biasanya ini untuk generasi yang lebih tua, mereka tidak berbicara tentang “church hurts”, tetapi mereka pelan-pelan menghilang dari lingkaran. Mungkin ada beberapa yang disini, mungkin ada beberapa dari kita, biasanya kalau yang sudah lebih tua, kita ngomongnya seperti ini, “Aku sudah tidak mau lagi ada drama-drama dalam hidupku”. Nah, mereka ini pelan-pelan keluar, tidak usah ngembar-ngembor, tidak ngomong, tidak pakai hashtag-hashtag #churchhurts. Tapi tiba-tiba sudah menghilang. Lanjut cari komunitas yang lain, cari circle yang lain, bahkan sampai mencari gereja yang lain.
Tetapi ini yang saya temukan, bahwa kedua hal ini, baik yang anak muda bilang church-hurts, dan orang tua yang berkata, “Aku tidak mau tension, aku tidak mau drama lagi, dan mereka mulai menghilang”. Sebenarnya dua-duanya itu melakukan hal yang sama, yaitu mereka melarikan diri dari sebuah proses yang Tuhan mau untuk membentuk saudara dan saya. Ini hanya sebuah pelarian.
Nah, ini perbedaan yang penting, sebelum kita masuk ke dalam kebenaran firman Tuhan, saya mau kita bisa membedakan, hari ini saya kita pelajari sesuatu hal yang lain. Bahwa dalam berkomunitas, kita harus bisa membedakan yang mana yang namanya “hurt“, terluka, atau rasa sakit, dengan apa yang namanya “harm“, yaitu cedera atau sesuatu yang merusak.
Karena “hurt” itu sesuatu yang bersifat memang sakit, “It just hurts”. Tetapi yang namanya “harm” atau sebuah kerusakan, apakah itu “abuse”, apakah itu manipulasi, itu adalah sesuatu yang sangat berbeda. Dan kita harus bisa belajar untuk melihat “the distinction between the two”.
Jangan semua kita berpikir bahwa segala sesuatu yang sakit itu buruk untuk kita. Karena, ini yang saya pelajari, bahwa “hurt” itu, rasa sakit itu bisa terjadi pada waktu kita lagi ditegur, pada waktu kita lagi dikoreksi, atau pada waktu kita lagi berbeda pendapat dalam kelompok sel kita, di DATE kita.
Tetapi tidak semua yang “hurt” atau rasa sakit itu buruk. Karena seringkali Tuhan memakai yang hurtful itu malah untuk membentuk dan mendewasakan kita. Tetapi, kita juga harus membedakan kalau itu “harmful”. Karena “harm” tadi itu bersifat tentang merusak, abuse, atau manipulasi.
Kalau yang kita alami itu “harmful”, bukan sekedar dari rasa sakit saja, tetapi bersifat mencederai atau merusak kita, maka kita harus melapor. Kita harus “speak up”. Karena yang namanya “harmful, it will destroy you”.
Ilustrasi – See, “hurt”, rasa sakit itu seperti kita lagi olahraga. Saya selalu menggunakan nge-gym, karena itu sesuatu yang saya suka untuk lakukan. Awal-awal saya nge-gym, saya punya seorang coach.
Nah, coach saya akan selalu berkata, angkat lebih banyak beban lagi. Betul kan? Ayo lebih berat lagi, lebih banyak repetisinya lagi. Badan akan ngamuk, bilangnya sakit. Iya dong? It hurts, coach!.
But, it’s good for me. Karena itu membentuk beban yang saya angkat, itu akan membentuk tubuh saya membuat saya menjadi lebih sehat. Itu sebabnya saya katakan, kalau kita punya beban, jangan didoain saja bebannya diangkat.
Karena seringkali itu yang kita lakukan, “Aku punya beban, tolong Pastor, doakan beban-bebanku, agar diangkat atau dihilangkan dari aku”. No, no! Jangan didoain, tetapi sebaliknya angkat! Because beban tersebut will make us “stronger”.
Tetapi if it’s hurtful, itu kalau coachnya bilang begini, “Angkat 100 kilogram lebih berat dari minggu lalu”. Nah, itu yang namanya abusive. Apalagi kalau coachnya tidak akan membantu untuk kita mengangkat beban tersebut. Ini yang harus kita bisa punya distinction. Not every hurt is bad for you.
Sewaktu saya belajar bermain gitar, jari saya sampai berdarah-darah. Tetapi pada waktu saya melihat darah, saya tidak akan berkata begini, wah, karena berdarah, sakit, saya akan berhenti. No! I have a purpose. Saya punya tujuan kenapa “hurt” ini bisa membuat saya menjadi lebih mahir dalam bermain gitar. Sekarang, tangan saya sudah kapalan, it’s already callous. Sama kalau kita belajar olahraga apapun, akan ada waktunya dimana we experience hurt. Tetapi tidak semua hurt itu jahat untuk saudara.
Ini yang harus kita pelajari bahwa teguran yang berasal dari Tuhan itu membangun. Tetapi perlakuan yang abusive dan merusak itu benar-benar mencederai kita. Jangan menjauh hanya karena kita merasa sakit.
Tetapi kalau kita atau itu sudah menjadi harmful, kalau itu sesuatu yang harmful, sesuatu yang abusive dan merusak, “We have to speak up” dan juga mencari pertolongan. Kita harus mencari ketua komsel kita atau mencari pendeta atau pastor yang ada
In my life, selama 35 tahun saya bergereja. Saya sudah habis hitungan berapa kali saya ditegur atau dikoreksi oleh orang-orang yang saya percaya kepada mereka. Tetapi “here’s the thing”, selama saya ditegur, saya sangat menyadari bahwa teguran mereka adalah kebenaran dari firman Tuhan. Bahwa apa yang mereka tegur dan koreksi dalam kehidupan saya adalah untuk kebaikan saya.
Dan itu sebabnya tidak pernah sekalipun saya menganggap bahwa saya harus keluar dari lingkaran ini karena saya merasa sakit hati. “I’m surrounded”, Saat ini pun saya melihat ada beberapa teman-teman di sini yang pernah atau mungkin sering memberikan koreksi dalam kehidupan saya, dalam kehidupan kami, dalam pernikahan dan lain sebagainya. Itu semua, rasa sakit itu, adalah untuk kebaikan kami.
Untuk mengerti lebih dalam lagi, mari kita melihat apa yang Rasul Paulus katakan. Bagaimana dia membandingkan gereja, dia mengilustrasikan gereja dengan tubuh Kristus.
Opening Verse – [12] Karena sama seperti tubuh manusia hanya satu tetapi mempunyai banyak anggota, demikian juga tubuh Kristus hanya satu, tetapi banyak anggotanya, yaitu kita. 1 Korintus 12:12TSI
Lihat kiri kananmu. Kita adalah bagian dari rumah ini dan dari Tubuh Kristus. Betul kan?
Supporting Verse – [13] Jadi tidak ada masalah kalau kita orang Yahudi atau bukan Yahudi, budak ataupun orang merdeka. Karena kita masing-masing sudah dibaptis secara rohani dalam Roh Allah yang sama, ibaratnya kita sudah minum air murni dari cawan yang sama. Artinya, Roh yang satu itu mempersatukan kita dalam satu tubuh, yakni tubuh Kristus. [14] Sebab tidak mungkin tubuh terdiri dari satu anggota saja, tetapi banyak. 1 Korintus 12:13-14 TSI
Bayangkan kalau ada jemaat yang masuk ke sini dan badannya semuanya isinya tangan. Ada 30 mata, semuanya mata, atau semuanya hidung. That’s scary. Tubuh tidak bisa hanya mata saja atau kaki saja. It’s the same with us. Ada sebuah perbedaan, Diversity.
Supporting Verse – [15] Seandainya kaki bisa merasa iri dan berkata, “Aku bukan tangan, berarti aku tidak termasuk bagian dari tubuh ini,” hal itu tidak akan mengubah keadaan, dan kaki tetap saja anggota tubuh itu. [16] Seandainya telinga bisa berkata, “Aku bukan mata, berarti aku bukan bagian dari tubuh ini,” perkataannya itu pun tidak akan mengubah keadaan. Telinga tetap saja anggota tubuh tersebut. 1 Korintus 12:15-16 TSI
Ini mungkin konsepnya seperti “Pity-Party”, “Oh, Aku bukan Pendeta, Aku bukan Worship Leader, Aku bukan DATE leader”. Read this. Saya mau saudara melihat ini. Paulus itu sangat tahu bahwa manusia, sifat manusia itu sering terjebak dalam perbandingan yang tidak sehat. We like to compare things.
“Aku kan cuman jemaat pastor, Aku tidak bisa nyanyi, aku tidak bisa melayani di atas mimbar”.
Seakan-akan fungsi daripada satu dengan yang lain mempunyai peran atau tingkat serta ranking yang berbeda. Saat rasa “insecure” berkembang, kebanyakan dari kita cenderung untuk menarik diri karena kita merasa bahwa diri kita kurang penting.
Tetapi ingat, jari kelingking kita tetap bagian tubuh meskipun kelihatannya kecil. Karena tanpa kelingking ini, kita tidak bisa mengorek hidung atau telinga. Am I correct? Artinya begitu juga dengan saudara dan saya. Kita tetap berharga di mata Tuhan. Despite, apapun kata perasaan kita.
Itu sebabnya saya paling tidak suka kalau mendengar orang mengatakan “aku ini cuma, aku ini hanya”. No, no, no! You play part, Kita semua mempunyai peran. Lanjutkan.
Supporting Verse – [17] Kalau seluruh tubuh terdiri dari mata saja, tubuh itu tidak akan bisa mendengar apa-apa. Atau kalau terdiri dari telinga saja, tubuh tidak akan bisa mencium apa-apa. 1 Korintus 12:17 TSI
Bayangkan kalau JPCC isinya semuanya pemimpin. Tidak ada yang mau mengikuti atau tidak ada yang mau belajar. Kalau semuanya menjadi guru, tidak ada yang mau dimuridkan. It’s gonna be chaos.
Supporting Verse – [18-19] Bila seluruh tubuh hanya terdiri dari satu anggota, itu tidak bisa disebut tubuh lagi. Tetapi Allah sudah mengatur bermacam-macam anggota dalam satu tubuh, dan setiap bagian berfungsi sesuai kehendak-Nya. [20] Jadi tubuh itu satu, tetapi mempunyai banyak anggota. 1 Korintus 12:18-20 TSI
Allah sudah mengatur bermacam-macam anggota dalam satu tubuh. Dan setiap bagian berfungsi sesuai kehendaknya, “According to His will”. Jadi tubuh itu satu, tetapi mempunyai banyak anggota.
Allah sudah mengatur. Kata mengatur disini dalam bahasa aslinya adalah kata “tithemi“. Yang artinya Tuhan sudah menempatkan, tetapi tidak cuma sekedar menempatkan anggota tubuh kita, tetapi Dia menempatkan dengan tujuan. Ada purpose-nya.
Kenapa hidung ditaruhnya disini dan bukan di belakang kepala? Ada tujuan kenapa telinga ada dua? Ada tujuan kenapa tangan kiri dan kanan, Karena Tuhan menempatkan dengan tujuan.
Artinya fungsi kita, peran kita atau posisi kita ini bukan kebetulan atau pilihan kita saja. Tetapi Tuhan yang sudah mengaturnya untuk saudara ada dalam kebaktian hari ini. Saudara dilahirkan menjadi orang Indonesia, Tuhan sudah mengaturnya. Saudara masuk ke dalam JPCC, sudara masuk ke dalam DATE, Tuhan sudah mengaturnya, menetapkan dengan tujuan.
Artinya juga ini, bahwa ternyata tidak ada karunia yang lebih rohani daripada yang lain-lainnya. Tidak ada fungsi yang kelihatannya jauh lebih rohani.
“Oh kamu kan Pendeta, Pastor, kan kamu kan worship leader. Kamu jauh lebih rohani, tidak ada! We’re all the same. Mau kelingking, mau hidung, mau mata, fungsinya untuk apa? Tubuh.
I need us to understand this. Kenapa perbedaan ini, kenapa kadang-kadang pergesekan ini terjadi? Karena memang ini adalah rencana yang sempurna buat Tuhan.
Bahwa komunitas itu tidak sempurna. Percayalah bahwa tidak ada komunitas yang sempurna, saudara. Community is not perfect, but it is God’s perfect plan to shape us, merupakan rencana Tuhan yang sempurna untuk membentuk saudara dan saya.
Ijinkan saya membagikan pada saudara tiga kebenaran yang saya dapatkan dari ayat-ayat yang tadi kita sudah baca dari Rasul Paulus, dalam keberagaman, diversity in community, in this circle that shapes us.
Pertama, Diversity is designed by God.
Keberagaman itu rancangannya Tuhan. Ini bukan accident. Bahwa Tuhan tidak asal-asalan menciptakan sebuah komunitas gereja. Sama seperti dia merancang tubuh saudara dengan saya dengan organ yang berbeda-beda. Ada jantung, ada paru-paru, ada mata, ada tangan. Masing-masing dengan peran uniknya.
Begitu juga Tuhan dengan sengaja merancang keberagaman DATE saudara, gereja kita ini, dengan begitu banyaknya “diversity” anggota. Keberagaman dalam komunitas kita bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah “blueprint”, sebuah desain daripada Tuhan kita sendiri.
Kedua, dari firman Tuhan tadi kita belajar bahwa Everyone Has a Part.
Setiap orang, setiap jemaat, setiap dari kita yang berada dalam ruangan ini. Setiap dari kita mempunyai sebuah peran. Ada fungsinya, Tuhan sudah mengatur, menetapkan dengan sebuah tujuan. Ini yang Paulus sudah katakan.
Artinya, tidak ada yang namanya penonton dalam rencana Tuhan. Everyone has a part to play. Kita tidak bisa ngomong bahwa aku cuman jemaat. Aku hanya, aku tidak penting, Saudara penting dalam gereja ini.
Artinya juga begini, jika hari ini saudara datang sampai hari ini, atau bahkan udah bertahun-tahun datang ke JPCC, jika saudara hanya datang ke gereja ini hanya untuk menerima saja dan tidak mau mengambil bagian untuk berkontribusi dalam tubuh Kristus, then you are missing the point about being in the body of Christ!
Saudara kehilangan tujuannya. Saudara ada disini karena saudara mempunyai peran. Dan kita saling memerlukan dan membutuhkan satu dengan yang lain.
Ketiga, kebenarannya adalah ini, We are Formed by Our Differences.
Bahwa kita ini dibentuk. Dibentuknya bukan dari kesamaan, tetapi kita dibentuk oleh perbedaan kita. Keberagaman kita ini yang malah membentuk kita. Semua perbedaan, dan saya sebutnya sebagai “healthy tension”, Ketegangan yang sehat itu bisa membuat saudara dan saya bertumbuh dan dibentuk. Tetapi yang namanya perpecahan, itu yang merusak.
Supporting Verse – [25] sehingga tubuh tidak terpecah-pecah, tetapi setiap anggota saling memperhatikan dan mempedulikan satu sama lain. 1 Korintus 12:25 TSI
Paulus tidak ngomongnya begini, “Supaya tidak ada perselisihan dalam tubuh”. Tetapi jangan terjadi perpecahan. There’s a difference. Division will tear the body apart. Tetapi “healthy tension”, healthy tension selalu memperkuat sebuah tubuh.
Seringkali yang saya dengar adalah banyak dari kita marah kepada orang lain atas apa yang mereka lakukan, kecewa dan lain sebagainya. Saya tidak sedang mengecilkan luka saudara, tetapi kembali lagi kepada ilustrasi tadi, nge-gym.
Bayangkan jika saudara lagi “bench press”, Bench press itu untuk memperbesar atau memperkuat otot dada. Kalau kita melakukan bench press, kita tidak taruh barbel atau bebannya itu di dada, yang ada adalah kita menggunakan tangan untuk mengangkat beban untuk mendorong barbel atau beban tersebut sehingga otot kita merasakan sakit atau “the hurt”.
But here’s the thing, agak lucu kan kalau misalnya dada protes sama tangan. “Tangan! turunkan barbelnya, aku kesakitan”. Yang sakit dada, karena apa? Ya memang bebannya ada di tangan yang megang. Tetapi pada saat tangannya yang bergerak, otot dada ini yang menjadi kuat.
Nah, seringkali yang terjadi adalah kita komplain dengan orang lain, kita mengatakan begini-begitu, padahal seluruh tubuh kita sedang diperkuat. Ada satu pembentukan, ada sesuatu yang membuat kita menjadi lebih sehat dan lebih kuat daripada sebelumnya. Dan ini yang harus kita bisa lihat dalam kehidupan kita.
We are formed by our differences. Dalam ministry kita, dalam DATE kita, dalam kita bergereja, dan lain sebagainya. Komunitas-pun, komunitas yang selalu menghindari konflik, tidak akan pernah bertumbuh.
Kalau dada bilang sama tangan, “Stop angkat barbel lagi!”, dengarkan saya baik-baik, dada kita tidak akan bertambah kuat. Justru lewat perbedaan dan “healthy tension”, Tuhan yang akan membentuk kita menjadi lebih kuat. Amin.
Mari kita masuk ke dalam aplikasi. Apa yang harus kita lakukan jika kita mengalami kekecewaan atau rasa sakit tersebut?
I’m very excited about sharing this. Karena saya berdoa ini bisa membantu setiap kita dalam komunitas bergereja di JPCC.
Pertama adalah ini, Atur Ekspektasi.
Kita harus bisa mengatur ekspektasi. Artinya apa? Jangan kita masuk ke dalam sebuah gereja atau komunitas dengan mengharapkan kesempurnaan.
Sampai sini semua setuju? Jangan pernah kita masuk ke dalam sebuah komunitas dengan kita berpikir, “Oh di gereja ini pasti perfect”, Tidak ada.
Jangan hanya datang untuk berharap menerima anugerah saja, menerima Grace. Tetapi kita harus datang dengan ekspektasi memberikan anugerah bagi orang lain dalam lingkaran yang beragam ini. Atur ekspektasi.
Masih ada begitu banyak orang yang berpikir, begitu saya masuk ke dalam gereja, “Wah pasti semuanya akan baik-baik saja”, No! Kita, saudara dan saya, termasuk saya, apalagi saya, kami bukanlah orang-orang yang sempurna. Tetapi, dengarkan saya baik-baik, kita semua memiliki Tuhan yang sempurna dalam hidup kita. Dan Dialah sumber kekuatan kita.
Kedua, bagaimana kalau kita sudah mengalami rasa sakit tersebut? Lakukanlah Rekonsiliasi dengan Cara Tuhan.
Lakukanlah dengan CaraNya Tuhan dan bukan dengan caranya kita. Jika ada di antara kita yang sudah pernah terluka oleh orang lain dalam komunitas, “I know the feeling is real”. Saya tahu rasa sakitnya itu nyata.
Tetapi kita harus mengijinkan Tuhan memproses luka yang ada di hati kita dan jangan disimpan. Dan, jangan kita simpan untuk diri sendiri, tapi kita-pun harus bisa menghadapinya, mengambil langkah, berekonsiliasi sesuai dengan firman Tuhan.
Dan apa kata Tuhan tentang ini?
Supporting Verse – [15] “Kalau saudara seimanmu bersalah kepadamu, datanglah secara pribadi kepadanya dan beritahukanlah kesalahan yang sudah dia lakukan. Kalau dia mengakui kesalahannya dan bertobat, kamu sudah berdamai kembali dengan saudaramu itu. Matius 18:15 TSI
Here is what you never do pada saat kau dilukai, jangan pernah lari ke media sosial dan broadcast kesalahan orang tersebut. Dalam hidup saya, saya sudah berkali-kali dikoreksi. Saya sudah berkali-kali ditegur. Dan buat saya ini penting, ingat, kita harus bisa membedakan yang mana terluka, “hurt”, atau “harm”, dicederai.
Seringkali kita tuh hanya berhentinya di dalam “Grace”, Anugerah. Ada suatu kejadian di mana Yesus, dimana Yesus berhadapan dengan seorang wanita yang ketahuan berzinah. Dan semua para laki-laki sudah siap untuk merajam dia dengan batu, untuk menghukum dia.
Supporting Verse – [1] Tetapi Yesus pergi ke Bukit Zaitun. [2] Pada hari berikutnya, pagi-pagi benar Dia kembali ke salah satu teras rumah Allah, dan banyak orang datang kepada-Nya. Lalu Dia duduk dan mengajar mereka. [3] Kemudian para ahli Taurat dan beberapa anggota kelompok Farisi datang membawa seorang perempuan kepada Yesus. Perempuan itu tertangkap basah berbuat zina. Mereka memaksa dia berdiri di depan orang banyak itu [4] lalu berkata kepada Yesus, “Guru, perempuan ini tertangkap basah sedang berbuat zina. [5] Menurut hukum Taurat, orang seperti ini harus dilempari batu sampai mati. Tetapi menurutmu bagaimana?” [6] Mereka bertanya seperti itu karena mereka sudah sepakat kalau jawaban Yesus tidak sesuai dengan hukum Taurat, mereka berencana untuk menyalahkan Dia. Tetapi Yesus hanya menunduk dan menulis dengan jari-Nya di tanah seolah-olah tidak mempedulikan mereka. [7] Ketika para pemimpin masih terus mendesak-Nya untuk memberi jawaban, Yesus mengangkat kepala dan berkata kepada mereka, “Siapa di antara kalian yang merasa dirinya tidak pernah berbuat dosa, biarlah dia yang lebih dulu melempari perempuan ini dengan batu.” [8] Kemudian Dia menunduk lagi dan menulis di tanah. [9] Mendengar jawaban Yesus itu, mereka pergi satu per satu mulai dari yang paling tua, sampai akhirnya tinggal Yesus sendiri di situ bersama perempuan itu. Dan perempuan itu masih berdiri di tempatnya. [10] Yesus berdiri dan bertanya kepadanya, “Di manakah orang-orang yang menuduh engkau tadi? Apakah tidak ada yang mau menghukummu?” [11] Perempuan itu menjawab, “Tidak ada, Tuan.” Dan Yesus berkata kepadanya, “Aku juga tidak menghukum engkau. Pergilah, dan mulai sekarang jangan berbuat dosa lagi.” Yohanes 8:1-11 TSI
Yesus dengan tenang, hanya berkata begini kepada pria-pria tersebut, “Orang yang tidak pernah melakukan dosa, dialah yang pertama yang boleh melempar batu tersebut.” Akhirnya mereka semuanya meletakkan batu tersebut dan mereka semuanya pergi.
Seringkali kita cuma sekedar berhentinya di sini. Kita harus bisa menerima, ada pengampunan, ada Grace. But here’s the thing, yang jarang sekali dikutip adalah apa yang Yesus katakan kepada wanita tersebut pada waktu mereka hanya berdua saja.
Pada waktu pria-pria dengan batu yang siap melemparkan batu tersebut, pergi, Yesus katakan ini kepada wanita tersebut, “Now go and sin no more“. Pergi, dan janganlah berdosa lagi.
Di zaman sekarang, jangan berdosa ibaratnya seperti “aku dihukum ini, Kak”, “Church hurts” itu. Kita sering berhentinya hanya di Grace, But we don’t speak about the truth.
Saya dikoreksi berkali-kali oleh Ps. Jeffrey, Ps. Jose, sama Ko Jonny yang kita selalu anggap menjadi orang-orang yang kita anggap sebagai kakak rohani kami, saya dalam pernikahan kami, kita selalu, kalau kita melenceng atau melakukan yang tidak benar, pasti kita ditegur.
But here’s the thing, itu adalah kebenaran firman Tuhan. The Truth. Sehingga kami menerima semua teguran tersebut tanpa kami marah, tanpa kami kecewa. Dan ini yang disebut sebagai rekonsiliasi.
Jangan kita larinya ke media sosial. Cerita semuanya, semua di tujuh halaman, diklik di banyak banget di IG story kita, kita ngomongin semuanya, aku kecewa. No, no, no, Firman Tuhan mengatakan, Datanglah dengan pribadi. Secara pribadi, empat mata, ngomong. Dan ampunilah mereka.
Choose forgiveness. Not because they deserve it, but because Christ commands it.
Ketiga, adalah tetap Fokus kepada Yesus
Ini adalah fondasi yang paling kokoh dalam hidup kita. Dalam apapun yang sedang kita alami, jika kamu sedang menderita, tetap fokus kepada Yesus. Sesederhana, tetapi tidak semudah itu.
Karena seringkali pasti ada perasaan kecewaan, perasaan sakit hati yang seringkali mengaburkan mata kita dan pandangan kita. Dan kita hanya melihat pada masalahnya.
Tapi hari ini saya berdoa, bahwa kita semua tetap fokus kepada Yesus. Fokus kepada kabar baik Tuhan Yesus. Fokus kepada Kasih Karunia, the Grace of Jesus. Fokus kepada pengampunan, the Forgiveness of Christ. Bahwa Yesus datang ke dunia, bahkan pada waktu kita masih berdosa. Fokus kepada pengorbanan Tuhan Yesus yang harus selalu menjadi acuan, dan menjadi landasan dalam setiap hubungan kita di dalam dunia ini.
Karena manusia akan selalu mengecewakan. Dan manusia tidak bisa menjadi landasan sikap kita dalam sebuah komunitas, dalam sebuah circles, hanya Yesus, hanya Yesus yang sanggup menanggung beban itu.
Terimalah sesama, karena Yesus yang terlebih dahulu menerima kita. Ampunilah sesama, karena Yesus yang terlebih dahulu mengampuni kita. Kasihilah sesama, karena Yesus yang terlebih dahulu mengasihi kita.
Saat kita memilih untuk tidak menyerah pada gesekan atau kekecewaan, tetapi belajar tetap saling mengasihi dalam segala perbedaan kita. Ini yang akan terjadi. Saat gereja melakukan itu, tetap saling mengasihi meskipun dalam semua perbedaan.
Dalam “healthy tension”, ini yang akan terjadi. Dunia akan melihat Kasih Kristus dalam tindakan. Sesuatu yang dunia tidak bisa cintakan dengan sendirinya.
Mereka perlu bukti bahwa konsep saling mengasihi ini bukan sekedar sesuatu yang abstrak. Tetapi dunia perlu melihat dari mana? Dari teladan kita pada saat kita bergesekan, pada saat kita saling dikoreksi, pada saat kita saling dinasehati, dan kita menerimanya dengan kasih, bahkan saling mengampuni, pada saat itulah dunia akan melihat dan berkata “Wow, ternyata benar apa yang Yesus ajarkan”.
Closing Verse – Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. Yohanes 13:35 TB
Sehingga dunia akan tahu kalau kita adalah pengikut Kristus, bukan dari seberapa besarnya gereja ini, bukan seberapa megahnya gedung ini, bukan dari seberapa bagusnya production atau praise and worship kita. Dunia akan tahu bahwa kita adalah pengikut Yesus dari Kasih kita akan satu dengan yang lain.


