Sutera Hall 2nd Service (22 September 2024)
Shalom Saudara! Apa kabarnya? Salam damai sejahtera juga kepada saudara sekalian, dimanapun anda berada bagi yang menyaksikan secara online. Saya percaya bahwa Kasih Karunia Tuhan menyertai kita semua.
Hari ini kita akan melanjutkan seri pengajaran kita tentang “Generous Soul,” yaitu tentang Jiwa yang melimpah atau bermurah hati, karena kemurahan hati yang seharusnya kita miliki sebagai murid Kristus, adalah kemurahan hati dimana jiwa kita bersatu dengan Tuhan dan kita selalu menyukai bagaimana kita bisa memberi dan berbagi di dalam kehidupan ini.
Minggu lalu kita sudah belajar dari Ps. Sidney bahwa seseorang yang mampu memberi walaupun memiliki sedikit di tangannya adalah seseorang yang memiliki jiwa yang melimpah, generous soul.
Tetapi sebaliknya orang yang suka mengambil, apalagi dengan cara yang tidak benar, walaupun sudah memiliki banyak di tangannya adalah seseorang yang memiliki jiwa yang miskin.
Itu sebabnya kita perlu mengerti karena pemberian kita dan kemurahan hati kita seharusnya tidak tergantung apakah kita punya sedikit atau banyak di tangan kita, tetapi kemurahan hati kita seharusnya tergantung kepada siapa kita terhubung. Apakah kita terhubung dengan sumber kehidupan itu? Karena kita tidak bisa memberi dari apa yang kita tidak miliki. We cannot pour from an empty cup.
Itu sebabnya penting bagi kita untuk terus terhubung dengan Sang sumber kehidupan supaya kita bisa terus bercahaya, bersinar dan berbagi kehidupan dengan orang yang ada di sekitar kita.
Kemurahan hati adalah salah satu sifat dari seseorang yang hidupnya dekat dengan Tuhan.
Dari mana kita tahu orang yang hidupnya dekat dengan Tuhan?
Biasanya salah satu sifat yang muncul adalah orang tersebut murah hati, suka berbagi, suka memberi, ada kehidupan yang mengalir keluar dari hati dan pikirannya, sebab Tuhan yang kita sembah adalah Kasih dan salah satu ekspresi dari Kasih adalah kemurahan hati yang biasanya ditunjukkan dalam bentuk memberi yang berbeda-beda baik itu dalam materi, moral, dan spiritual. Semakin kita dekat dengan Tuhan, seharusnya semakin kita ingin menyatakan Kasih dan kemurahan Tuhan dalam hidup kita.
You can give without loving, you cannot love without giving. Kita bisa memberi tanpa mengasihi tetapi kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi.
Contohnya, Kita bisa saja pergi keluar dan bertemu dengan orang miskin yang membutuhkan, kita bisa saja memberi uang kepada mereka tanpa mengasihi mereka. Tetapi kita tidak bisa mengasihi pasangan kita tanpa memberi. Karena memberi adalah ekspresi dan tindakan dari mengasihi.
Christian Smith, seorang Profesor of Sociology at the University of Rotterdam bersama dengan Hilary Davidson, PhD Candidate of Sociology at University of Rotterdam, mereka menulis buku berjudul “The Paradox of Generosity”, Paradoks dari kemurahan hati, buku yang menjelaskan tentang paradoks kemurahan hati, seakan-akan berlawanan satu sama lain, disini dikatakan bahwa mereka yang memberi malah menerima dan sebaliknya yang mengambil malah kita kehilangan.
Buku ini bukan buku rohani dan didasarkan pada penelitian sosiologi yang cukup luas, dengan berbagai survey dan wawancara dengan warga Amerika serikat dengan latar belakang kehidupan dan demografis yang berbeda-beda.
Dalam buku ini dikatakan bahwa kemurahan hati bersifat paradoks, self-contradictory, seakan-akan berlawanan satu sama lain. Dikatakan mereka yang memberi justru menerima kembali sebagai balasannya, dengan mengorbankan diri kita untuk kesejahteraan orang lain, kita malah meningkatkan posisi kehidupan dalam Dunia ini. Dengan melepaskan sebagian dari apa yang kita miliki, justru kita sendiri bergerak maju di dalam kemakmuran.
Ini bukan hanya ajaran agama atau filosofis, tetapi adalah fakta sosiologi, dibuktikan bahwa ini yang terjadi dimana mereka mengukur dampak kemurahan hati pada kebahagiaan dan kesehatan tubuh seseorang, kemurahan hati mempengaruhi seseorang untuk punya tujuan hidup dan menghindari depresi, dan termasuk juga ada keinginan untuk personal growth, secara keseluruhan saat ini diukur, hasilnya begitu kuat dan positif.
Menjadi murah hati lebih baik hasilnya bagi kita diukur dari sisi dan segi apapun, jika kita murah hati, itu akan membuat kita lebih bahagia, tubuh dan jiwa kita menjadi lebih sehat, terhindar dari depresi dan bahkan ketika kita hidup dalam kemurahan hati, semakin timbul keinginan untuk meningkatkan pertumbuhan Pribadi kita.
Buku ini juga mengatakan bahwa yang penting bukan sebuah tindakan memberi tetapi yang penting adalah gaya hidup memberi yang konsisten, bukan sesekali saja. Sebaliknya kemurahan hati akan menunjukkan hasil yang nyata jika itu sudah menjadi bagian kehidupan kita.
Selalu menyenangkan disaat menemukan Prinsip-prinsip Firman Tuhan sejalan dan selaras dengan apa yang ditemukan secara akademis di dunia ini. Karena di dalam Alkitab sudah dituliskan jauh lebih dahulu tentang hal-hal diatas.
Opening Verse – [24] The world of the generous gets larger and larger; the world of the stingy gets smaller and smaller. Proverbs 11:24 MSG
[24] Ada orang yang sering membantu sesamanya, tetapi justru bertambah kaya. Ada yang terlalu kikir tetapi semakin miskin. Amsal 11:24 TSI
Melalui kemurahan hati, Tuhan bukan mau mengambil apa yang ada di tangan kita, Dia tidak butuh itu, tetapi sebaliknya melalui kemurahan hati, Tuhan ingin memperbesar kapasitas hati dan kehidupan kita, Tuhan mau kehidupan dan dunia kita menjadi semakin besar agar kita bisa menyatakan Kasih dan Kemurahan Tuhan kepada dunia ini.
Jemaat mula-mula begitu suka melayani dan memberi, dan mereka disukai begitu banyak orang. Rasul Paulus merupakan salah satu teladan dalam hal kemurahan hati. Paulus tahu bahwa dia terhubung dengan Tuhan yang merupakan sumber kehidupan. Dia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan orang-orang yang ada bersamanya, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Dia menjadi teladan, dan karena dekat dengan Tuhan, ketika dia berbagi maka dia tidak akan pernah berkekurangan.
Supporting Verse – [35] Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Kisah Para Rasul 20:35 TB
Terlepas dari semua contoh di Alkitab, kita sebagai manusia, memberi dan berbagi ini bukanlah sebuah tindakan yang alami. Dari kecil, kita selalu diajar oleh orang tua kita untuk belajar memberi, apalagi memberi sesuatu yang kita suka, karena itu bukan sesuatu yang alami bagi manusia.
Ada beda tipis antara “giving” dan “dumping“, yang kita suka biasanya kita ambil dan simpan untuk diri sendiri. Kita lebih gampang untuk membagikan dan memberi apa yang kita tidak suka. Tetapi yang kita suka biasanya kita ambil dan simpan untuk diri sendiri. Itu sebabnya memberi dan berbagi adalah salah satu cara terbaik untuk menyalibkan keinginan daging yang hanya mau menyenangkan diri sendiri saja.
Sebagai orang percaya, bukannya kita tidak mau memberi atau berbagi, tetapi seringkali ketika mau melakukan itu, muncul perasaan takut dan kuatir yang seringkali berbicara seperti ini :
- “Tetapi kalau saya beri ini, bagaimana kalau nanti tidak cukup untuk saya sendiri?”,
- “Tetapi kalau saya beri ini, saya nanti tidak bisa liburan dan mendapatkan barang yang saya mau dan sudah rencanakan selama ini”
- “Tetapi kalau saya beri waktu Dan perhatian saya kepada dia, nanti pekerjaan saya tidak akan selesai-selesai”
- “Tetapi kalau saya berikan maaf dan pengampunan kepadanya, nanti dia tidak akan pernah belajar”
Kita selalu lebih mudah menemukan dan memberikan alasan untuk tidak memberi daripada memberi atau berbagi, sebenarnya pikiran itu mungkin bisa valid dan sah-sah saja. Karena sebagai manusia dengan segala keterbatasan kita, mudah untuk berpikir seperti itu. Namun demikian ada salah satu hal yang sebenarnya bisa menjadi penangkal dari pikiran-pikiran diatas yaitu tentang “stewardship“.
Stewardship does not end with me, the goal of stewardship is generosity.
Tujuan akhir dari pengelolaan yang baik adalah kemurahan hati. Kalau kita bisa mengelola semua sumber daya, waktu, perhatian, Karunia, talenta dan semua harta benda yang Tuhan percayakan kepada kita dengan baik, maka kita akan mampu menciptakan margin dan ruang untuk berbagi dan memberi kepada orang di sekitar kita agar kita bisa menyatakan Kasih dan kemurahan Tuhan di sekeliling kita.
Termasuk salah satunya adalah kalau kita sudah menerima pengampunan atas segala dosa kita, seharusnya kita juga punya kekuatan untuk bisa memberikan pengampunan kepada orang lain yang bersalah kepada kita.
Mengampuni orang lain memang tidak mudah, apalagi kalau sering disalip di jalan dan berbagai kejadian “unik” yang kita temukan saat berkendara. Tetapi ketika kita ingat bahwa di dalam hal lain, kita juga sudah berbuat kesalahan dan punya kelemahan tetapi Tuhan, oleh Kasih KaruniaNya datang ke dunia ini, mati bagi kita di atas kayu salib untuk menebus segala dosa kita dan mengampuni dosa yang sudah kita buat dan sedang berjalan, maupun yang akan kita buat, sehingga kita bersih dan benar di hadapanNya.
Hal itulah yang seharusnya memberikan kekuatan untuk mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita. Karena kita pun telah menerima pengampunan itu walaupun tidak pantas dan tidak layak, tetapi oleh Kasih Karunia dan kemurahanNya, kita menerimanya. Dan oleh karena itu kita harus membagikan ini juga kepada orang lain.
Itu sebabnya yang kita bahas sekarang bukanlah kemampuan kemurahan hati yang ditunjang oleh kemampuan manusia belaka, tetapi adalah kemurahan hati ilahi yang merupakan buah Roh Kudus dalam hidup kita, ini untuk semua orang karena ini adalah “a God-kind of generosity”.
Karena kalau kemurahan hati hanya bergantung kepada kekuatan manusia, maka kemurahan hati bukan untuk semua orang karena bagaimana mungkin kita bisa bersaing dengan orang-orang yang punya harta benda dan begitu kaya? Pasti kalah tentunya kemurahan hati kita.
Tetapi kalau Kemurahan Hati Ilahi, itu untuk semua orang.
It’s not a man-made generosity but a God-kind of generosity.
Bukan kemurahan Hati yang berdasakan perbuatan manusia yang seringkali dilakukan untuk pencitraan atau “flexing”, atau bahkan untuk menyogok. Seakan-akan disaat kita melakukan persembahan, maka dosa kita akan dihapuskan. Tetapi kabar baiknya, kita bawa persembahan atau tidak, dosa kita sudah dihapuskan oleh Tuhan.
Pemberian kita harusnya adalah karena ucapan syukur kita, bahwa terlepas dari kelemahan dan kekurangan kita, Tuhan sudah mengampuni dosa kita. Dan ini juga yang menjadi pesan Firman Tuhan hari ini, yaitu “a God-kind of generosity“.
Untuk kita punya kemurahan hati yang ilahi, kita harus berpindah dari rasa takut kepada Kasih, dari pengabdian kepada Mamon menjadi pengabdian kepada Tuhan, dari berdasarkan kekuatan sendiri menjadi melandaskan diri kita dan bergantung kepada kekuatan Roh Kudus.
Seorang catholic priest dan teologi dari belanda bernama Henry Nouwen berkata demikian “Every time I take a step in the direction of generosity, I know I am moving from fear to love“.
Supporting Verse – [41] Di teras rumah Allah itu, Yesus duduk menghadap peti persembahan sambil memperhatikan orang-orang yang memasukkan uang ke dalamnya. Banyak orang kaya memasukkan sejumlah besar uang. [42] Lalu datanglah seorang janda miskin dan memasukkan dua keping koin yang nilainya paling kecil. [43] Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata, “Aku menegaskan kepadamu: Persembahan janda miskin ini lebih besar nilainya daripada persembahan semua orang lain, bahkan orang-orang kaya itu. [44] Karena mereka memberi sedikit dari kelebihan harta mereka, sedangkan janda yang sangat miskin ini memberikan semua uang yang dia punya, yakni seluruh biaya hidupnya.” Markus 12:41-44 TSI
Ingat di dalam kesempatan lain Tuhan Yesus pernah berkata begini “Dimana hartamu berada, disitu hatimu berada“, Sudah jelas, di dalam hati janda miskin ini hanya ada Tuhan, makanya Tuhan bilang bahwa ini yang paling besar nilainya.
A man-made generosity comes from our own strength. But a God-kind of generosity comes from a grateful heart and a Christ centered life.
Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai yang kaya karena ia suka memeras orang-orang sebangsanya sendiri, tetapi satu pertemuan dengan Yesus mengubahnya dan pertobatan Zakheus langsung bisa dirasakan oleh orang di sekitarnya.
Supporting Verse – [8] Kemudian di rumahnya, Zakheus berdiri dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, separuh dari harta saya akan saya sedekahkan kepada orang miskin; dan siapa saja yang pernah saya tipu, akan saya bayar kembali kepadanya empat kali lipat!” [9] Lalu kata Yesus, “Pada hari ini engkau dan seluruh keluargamu diselamatkan oleh Allah dan diberikan hidup yang baru, sebab engkau juga keturunan Abraham. Lukas 19:8-9 BIMK
Tanda orang yang menerima hidup baru adalah kemurahan hati dan suka memberi, sama seperti Zakheus, berubah dari seorang yang bersifat “taker” menjadi “giver”, hatinya tidak lagi melekat kepada hartanya sendiri.
Pertanyaannya, koq bisa berubah seperti itu? Apa Zakheus tidak takut jadi berkekurangan kalau dia membagikan setengah daripada hartanya kepada orang miskin? Atau kalau dia membayar 4 kali lipat daripada orang yang dia tipu, apa dia tidak takut berkekurangan? Apa yang menyebabkan dia begitu berani?
Yang terjadi karena Zakheus sudah bertemu dengan Sang sumber Kasih, mengalami keselamatan dan menerima Kasih yang sejati, ketika kita menerima Kasih yang sejati, keinginan kita tidak bisa untuk tidak memberi karena Kasih selalu ingin memberi. Jadi dia lakukan itu bukan karena kewajiban agamawi tetapi karena Kasih yang datang dan mengubah hidupnya.
When you take love out of a relationship, everything becomes an obligation.
Kalau hubungan kita dengan Tuhan tidak ada Kasih di dalamnya, maka semua yang kita lakukan hanya akan menjadi kewajiban agamawi saja, baik itu dalam menyembah Tuhan, membaca Firman dengan metode “OIA”, dan sebagainya. Tetapi beda jika kita lakukan semua itu karena Kasih masuk dalam kehidupan kita dan mengubah hati kita.
Pertanyaanya, Apakah kita memberi karena kewajiban atau karena Kasih yang lahir dalam hubungan Pribadi dengan Tuhan?
Mari kita belajar tentang kemurahan hati yang ilahi dari apa yang Yesus ajarkan di Lukas 12. Saya berikan sedikit latar belakang. Pada waktu itu, Yesus sedang mengajar di depan kerumunan orang banyak dan saat itu tiba-tiba ada seorang yang keluar dari kerumunan dan meminta bantuan tentang harta warisannya.
Pada jaman itu pertikaian tentang harta warisan memang merupakan masalah umum dan sering terjadi di tengah banyak orang, dan permintaan ini menunjukkan ambisi pribadi dari seseorang yang seringkali mengabaikan nilai kebenaran hanya untuk mengutamakan dirinya karena harta warisan merupakan simbol status keamanan dirinya sendiri.
Supporting Verse – [13] Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: ”Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” [14] Tetapi Yesus berkata kepadanya: ”Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” [15] Kata-Nya lagi kepada mereka: ”Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” [16] Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: ”Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. [17] Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. [18] Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. [19] Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! [20] Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? [21] Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” Lukas 12:13-21 TB
3 Hal yang dapat kita pelajari disini.
1. A God-kind of generosity reminds us that we are stewards, not the owners of life.
Kemurahan Hati yang Ilahi selalu mengingatkan kepada kita bahwa kita ini hanya pengelola saja dan bukan pemilik dari hidup ini.
Dari ayat diatas, dikatakan bahwa orang kaya tadi begitu bangga atas dirinya dan tenggelam dalam segala harta yang dia pikir dia milki, padahal itu hanya sementara dan hanya titipan saja, lalu Allah memanggilnya sebagai seorang yang bodoh karena orang kaya itu tidak menyadari bahwa semua yang ada padanya itu hanya titipan yang harus dikelola saja selama dia hidup.
Kemurahan hati yang ilahi kalau kita terapkan dalam keseharian hidup kita akan membantu mengingatkan kita bahwa kita adalah pengelola dan bukan pemilik dari hidup ini. Suatu hari kita akan kembali kepada pemilik kehidupan dan semua yang kita kelola tidak ada gunanya kalau kita tidak membagikannya kepada orang lain yang memerlukan Kasih di dunia ini.
2. The God-kind of generosity prevents us from living in greed.
Ayat 15 tadi berkata bahwa Tuhan Yesus memperingatkan agar kita berjaga-jaga dan waspada supaya tidak terjebak di dalam kehidupan yang serakah sebab hidup kita tidak bergantung kepada harta yang kita miliki, tetapi hidup kita bergantung kepada siapa kita terhubung denganNya, kepada sumber kehidupan yang menjadi kekuatan dan menjadi sumber dalam hidup kita.
Kemurahan hati yang ilahi membantu mencegah kita dari hidup dalam keserakahan, sadar akan kata cukup dan bahkan lebih dari cukup karena kita terhubung dengan Tuhan, sang sumber kehidupan.
3. The God-kind of generosity brings balance and meaning in life.
Kemurahan hati yang ilahi membawa keseimbangan dan makna di dalam hidup kita.
Seperti di ayat 21, mengajarkan bahwa kita sebagai orang percaya, Kita dipanggil untuk menjadi kaya di hadapan Allah, kita dipanggil untuk menerima dan menjadi penyalur berkat Tuhan, bukan untuk menjadi penimbun berkat Tuhan.
Kita dipanggil untuk menerima dan memberi, bukan menerima saja lalu menjadi obesitas, atau bukan memberi saja lalu menjadi kurus kering. Ada keseimbangan di dalamnya dalam menerima dan memberi. Pada saat kita memberi, kita akan menerima makna dan arti dalam hidup ini.
Kita dipanggil untuk menerima pengampunan dari Tuhan atas dosa kita dan memberikan pengampunan kepada orang yang bersalah kepada kita.
Kita dipanggil untuk menerima karunia dan talenta dari Tuhan dan memakainya untuk melayani orang lain. Kemurahan hati yang ilahi membawa keseimbangan dan mendatangkan makna dan arti dalam kehidupan ini.
Namun kita perlu pertolongan Roh Kudus, bukan dengan kekuatan diri kita sendiri, untuk hidup di dalam kemurahan hati yang ilahi untuk menunjukkan karakter Kristus yang selalu ingin memberikan yang terbaik kepada kita seperti yang sudah kita terima selama ini dan sudah seharusnya kita bagikan kepada dunia.
The God-kind of generosity comes from a grateful heart and a Christ-centered life.
P.S – I am currently looking and open for a “Freelancer Copywriting Work”. You can see some of my portfolio in the freelancing tab above, or feel free to contact me at @vmoniaga (Instagram) or vconly@gmail.com Thanks much and God Bless!
Also,If you like our site, and would like to contribute, please feel free to do so at : https://saweria.co/316notes