JPCC Online Service (20 February 2022)
Apa kabar, Saudara? Saya berharap Saudara semua dalam keadaan sehat dan baik. Meski sekarang situasi dan kondisi kita agak rumit, tapi mari kita terus berdoa serta saling membantu dan menyemangati satu sama lain, supaya kita cepat keluar dari pandemi.
Jangan lengah, ikuti protokol kesehatan, ikuti vaksinasi dan revaksinasi, hindari kerumunan untuk sementara waktu, dan cobalah melakukan pertemuan secara daring saja. Saya akan melanjutkan tema di JPCC untuk bulan ini, yaitu ”Akar yang Dalam, Kasih yang Sejati”.
Bulan Februari kita dedikasikan untuk belajar tentang hubungan. Judul pesan saya hari ini adalah “Good For You”. Saya berharap pesan ini akan memberkati Saudara semua dan memberikan pengertian yang lebih dalam akan perspektif Alkitab tentang hubungan. Saya awali dengan mengucapkan Happy Valentine’s Day, buat semua yang merayakan beberapa hari yang lalu.
Timeline media sosial saya penuh dengan unggahan romantis para pasangan, maupun respon-respon kreatif dari para jomblo. Seperti yang kemarin sempat tren yang berkata: “Hari Valentine bukan budaya kita. Budaya kita adalah…” Saudara tak perlu mengerti atau tahu semua ini, karena tak terlalu penting, cuma lelucon saja. Tentu saya turut merayakan kebahagiaan dan menyemangati semua orang yang merayakan Hari Kasih Sayang.
Sebuah hari yang didedikasikan untuk kasih sayang, lebih baik daripada tak ada sama sekali. Saya suka hari Kasih Sayang; baik dulu saat saya masih jomblo, maupun sekarang, saat saya sudah punya pasangan–[terbatuk] “pengumuman selipan”.
Ada suasana hati dan perasaanyang begitu mendominasi di Hari Valentine; yaitu suasana romantis, perasaan hangat, kesenangan yang meluap dari hati saat orang-orang yang kita kasihi, menyiapkan atau memberi sesuatu yang spesial buat kita. Perasaan yang amat menyenangkan! Andai setiap hari bisa seperti Hari Valentine! Tapi, itulah masalahnya! Hari Valentine, hanya satu tahun sekali.
Sensasi, suasana hati, dan kesenangan Hari Valentine, biasanya pudar dengan sangat cepat. Mungkin ada di antara Saudara yang sudah lupa apa yang terjadi di Hari Valentine kemarin, atau mungkin Saudara sudah cukup lama pacaran atau menikah dan tak merayakannya lagi. Begitulah manusia pada umumnya memandang kasih sebagai sebuah perasaan; rasa cinta adalah sebuah perasaan.
Kita pun hidup di zaman dengan budaya di mana perasaan sangat mendominasi keputusan-keputusan kita. Banyak riset modern yang menemukan bahwa kebanyakan dari keputusan kita itu sebenarnya tak rasional–tetapi lebih emosional.
Banyak strategi pemasaran ditujukan untuk memikat atau menjerat hati kita, untuk membuat keputusan emosional dalam membeli sebuah produk atau jasa. Baik itu memberikan perasaan aman, atau pun menggunakan rasa takut akan masa depan, atau keinginan untuk merasa diterima dan dikagumi orang lain.
Intinya, kita adalah makhluk yang lebih cenderung emosional dan bukan rasional. Tak ada salahnya dengan perasaan atau emosi kita. Sama sekali tidak! Tapi perasaan tak seharusnya jadi patokan saat kita membuat keputusan-keputusan.
Perasaan adalah sebuah indikator. Perasaan adalah tanda atau sinyal, yang mengomunikasikan sebuah kondisi atau keadaan. Perasaan harus kita perhatikan dan bahkan bisa kita nikmati! Saat kita rasa ada sesuatu yang mengganjal atau tidak beres, harus kita telusuri alasannya. Saat kita merasakan sakit, harus kita tindak lanjuti. Saat kita merasa senang, harus kita nikmati.
Karena perasaan adalah sebuah indikator yang mengomunikasikan kondisi dan keadaan kita, baik secara individu maupun secara kelompok. Masalah sering terjadi kalau kita hidup untuk mencari dan mengejar perasaan. Kita mencari aktivitas yang membuat kita merasa, “Wah, ini seru sekali!”
Kita mencari pekerjaan yang membuat kita merasa senang. Atau mencari hubungan pertemanan yang membuat kita merasa nyaman. Atau mencari pasangan yang membuat kita merasa hangat. Namun kisah-kisah kehidupan yang mengejar dan mencari perasaan, tak selalu berakhir dengan baik. Karena, perasaan sifatnya hanya sementara.
Sebuah perasaan tak akan bertahan lama. Perasaan datang dan pergi. Perasaan sifatnya temporer. Bayangkan yang akan terjadi jika seorang pengusaha membangun bisnisnya atas dasar perasaan saja. Di saat dia sudah tak lagi merasa “seru” atau “menggairahkan” atau merasa berat hati karena mengalami rintangan, mungkin dengan mudahnya dia akan tinggalkan bisnis itu lalu mencari peluang lain.
Bayangkan yang akan terjadi terhadap sebuah pernikahan, pada saat perasaan hangat sudah hilang. Kalau sebuah pernikahan didirikan di atas dasar perasaan, bisa saja pasangan itu bercerai saat perasaan itu sudah tak ada lagi.
Bayangkan pula pada saat seseorang berminat mengejar sebuah ilmu atau keterampilan hanya karena perasaan. Saat dia sedang tak merasa nyaman dan kehilangan semangat, ya一 Saudara pasti mengerti maksud saya. Karena sifatnya hanya sementara, perasaan tidak bisa menjadi dasar kokoh untuk membangun sesuatu yang berharga dan bertahan lama. Bayangkan kalau kita membangun sebuah rumah. Apakah kita akan bangun di atas pasir, atau lebih baik dibangun di atas batu?
Semua hubungan dalam hidup kita adalah hal berharga, dan kita mau semuanya bertahan lama. Bayangkan kalau kita mau bangun pertemanan, hubungan pernikahan atau keluarga, bukankah sebaiknya kita bangun di atas dasar yang kokoh dan tahan lama?
Perasaan, sifatnya hanya sementara. Pada umumnya,orang menganggap kasih sebagai sebuah perasaan. Meski anggapan ini tak selalu kita dengar dengan gamblang, tapi sangat banyak tersirat di berbagai media kita, baik media hiburan maupun sosial.
Kalau kita pelajari Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, banyak sekali dicatat nasihat, perintah, dan instruksi bagaimana seharusnya orang Kristen— sebagai pengikut atau murid Yesus—membangun hubungan dan memperlakukan satu sama lain.
Jadi, kalau Saudara belum menjadi pengikut atau murid Yesus, kalau Saudara belum menaruh iman percaya Saudara pada Yesus, semua nasihat itu bukan ditujukan untuk Saudara. Mungkin Saudara tertarik untuk terus menyimak, bahkan mungkin Saudara akan mau untuk coba mempraktikkannya, silakan saja.
Namun, kalau Saudara adalah orang Kristen, artinya Saudara menyatakan diri sebagai pengikut Yesus dan mau menjadi murid Yesus, maka Saudara wajib mempraktikkan ini, karena inilah yang menjadi tanda khusus atau merek kita; tanda bahwa kita benar-benar murid Yesus.
Kita lihat beberapa ayat Alkitab dari injil Yohanes. Ada empat kitab Injil dalam Perjanjian Baru. Tiga dari empat kitab itu isinya mirip satu dengan yang lain, kecuali Injil Yohanes. Injil Yohanes isi catatannya agak berbeda, termasuk fokusnya.
Penekanan Injil Yohanes adalah Yesus, Sang Anak Allah. Yohanes juga menyebut dirinya sebagai murid yang dikasihi Yesus. Jadi Yohanes cukup banyak menulis tentang kasih Tuhan dan bagaimana untuk hidup dalam kasih Tuhan.
Kalau kita baca bagian lain dalam Perjanjian Baru, ada juga tiga surat yang ditulis Yohanes, yang bahasa dan penekanannya cukup mirip. Khususnya di surat yang pertama yaitu 1 Yohanes. Bahkan, di ayat ini, dia membuat pernyataan yang luar biasa, yaitu “Tuhan atau Allah, adalah Kasih”.
Jadi, bisa dibilang Yohanes ini cukup ahli, dalam menyelami hal-hal yang berhubungan dengan kasih Tuhan. Kita akan baca sebagian dari pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya, sebelum Dia disalibkan.
Ini adalah sebagian kecil dari pengajaran atau khotbah, dan instruksi terakhir kepada murid-murid Yesus, sebelum Dia ditangkap dan dihukum mati. Saudara mungkin sudah mendengar bagian pendahuluannya yaitu tentang Yesus sebagai Pokok Anggur yang Benar, dalam khotbah minggu lalu.
Opening Verse – ”Seperti Bapa telah mengasihi Aku,…Berhenti di sini dulu.”Bapa” di sini adalah Allah Bapa di surga, Tuhan kita. Saudara bisa bayangkan seberapa Bapa mengasihi Yesus? Yesus tak pernah berbuat dosa. Yesus sempurna. Yesus selalu mengutamakan kehendak Bapa-Nya. Bahkan tercatat di bagian Injil lain, pada saat Yesus dibaptis,sebelum Dia memulai pekerjaan misi dan pelayanan-Nya, belum mencapai apa pun, Bapa di sorga menyatakan bahwa Dia berkenan atau senang pada Yesus. Seperti itulah Bapa di sorga mengasihi Yesus. Kita lanjut …demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; Yesus mengasihi murid-murid-Nya, sama seperti Bapa mengasihi Dia. Itu luar biasa!Yesus tidak mengasihi murid-murid-Nya dengan takaran dan kualitas yang berbedakarena murid-murid-Nya adalah manusia yang tak sempurna.Tidak!Sama seperti Bapa mengasihi Yesus, Yesus pun mengasihi murid-murid-Nya.Kita lanjut baca. tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Yohanes 15:9-10(TB)
Ada beberapa observasi di sini.
Pertama, Yesus mengundang murid-murid-Nya untuk tinggal di dalam kasih-Nya.
Artinya, apa yang dialami Yesus bersama Bapa di surga, juga bisa dialami oleh murid-murid-Nya. Kasih yang Yesus miliki bersama Bapa di surga, bukan sesuatu yang eksklusif yang Yesus dan Bapa nikmati sendiri, melainkan sesuatu yang bisa dialami oleh siapa pun yang mau menjadi murid Yesus. Itu yang pertama.
Kedua,untuk tinggal di dalam kasih itu, tersambung dengan kasih itu, untuk mengalami dan menikmati kasih itu, syaratnya adalah untuk para murid Yesus menuruti perintah-Nya.
Kita akan lanjut baca dan pelajari beberapa ayat-ayat selanjutnya, tetapi saya tidak mau kita melewatkan betapa signifikannya hal yang Yesus sedang ajarkan kepada murid-murid-Nya. Yesus mendefinisikan kasih dengan sangat berbeda dari dunia pada umumnya. Sangat berbeda dengan budaya modern kita saat ini! Kalau kita mau menerima dan mengaplikasikan apa yang Yesus katakan ke dalam kehidupan kita sehari-hari, saya yakin ini akan merevolusi semua hubungan kita.
Kita di sini bukan melebih-lebihkan, bukan memberi harapan palsu. Yang Yesus katakan benar-benar mampu untuk memutar-balikkan kondisi dari begitu banyak hubungan yang mungkin buruk, supaya bisa jadi baik, dan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.
Saudara siap? Yesus sama sekali tidak mengaitkan kasih dengan perasaan. Sebaliknya, Dia mengaitkan kasih dengan perbuatan. Saya ulangi sekali lagi. Yesus mengaitkan kasih dengan perbuatan.
Dia tidak mengkaitkan kasih dengan perasaan. Yesus tak bilang bahwa untuk Dia tinggal di dalam kasih Bapa, Dia harus berusaha ingat dan merasakan kedekatan dan kehangatan kasih Bapa. Dia tak bilang, untuk tinggal dalam kasih-Nya, para murid harus “merasakan” kehangatan dan kedekatan dengan Dia.
Sebaliknya, yang Dia kaitkan dengan kasih adalah ketaatan menuruti perintah. Taat adalah cara seseorang tinggal dalam kasih Tuhan. Yesus tinggal dalam kasih Bapa, dengan cara taat kepada Bapa. Para murid tinggal dalam kasih Yesus, dengan cara taat kepada Yesus. Taat kepada Tuhan, sama dengan kasih,dan taat adalah sebuah perbuatan, bukan sebuah perasaan.
Dalam arti lain, Yesus mengajar bahwa: Kasih bukan sebuah perasaan. Kasih adalah perbuatan. Lebih jelas lagi, ya: Kasih bukan sebuah perasaan. Kasih adalah perbuatan untuk membawa kebaikan dan keuntungan kepada orang lain.
Hubungan-hubungan yang bertahan lama, yang bertumbuh dan bahkan berhasil, adalah hubungan yang terdiri dari orang-orang yang memutuskan bahwa terlepas dari apa pun perasaan yang mendominasi, satu atau dua pihak tetap memutuskan untuk melakukan perbuatan yang membawa kebaikan dan keuntungan kepada pihak yang lain.
Bentuk kasih Yesus adalah melakukan perbuatan yang menyenangkan Bapa di surga. Bentuk kasih para murid kepada Yesus, adalah dengan melakukan perbuatan yang menyenangkan Yesus. Lalu Yesus lanjut katakan begini
Supporting Verse – Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Yohanes 15:11 (TB)
Jadi, hidup yang menaati Yesus, bukan berarti para murid-Nya rugi. Bukan berarti para murid Yesus berpikir, ”Waduh, kalau cuma menuruti kemauan Yesus, kalau cuma sekadar menyenangkan Yesus, kapan aku akan bahagia?”
Bukan berarti mereka kehilangan hak dan kesempatan untuk berbahagia. Justru kebalikannya, mereka akan mengalami sukacita yang penuh! Yesus mau supaya sukacita yang Dia alami karena Dia taat kepada Bapa di sorga, juga dialami oleh murid-murid-Nya, karena mereka taat kepada Yesus. Yesus memiliki maksud dan niat baik terhadap murid-murid-Nya. Lalu tak cuma itu saja, selanjutnya ada sebuah perintah:
Supporting Verse – Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Yohanes 15:12 (TB)
Jadi Yesus berkata— saya pakai bahasa saya sendiri—: “Ini yang harus kalian lakukan sebagai murid-muridKu; harus. Selama ini kamu lihat dan perhatikan cara Aku selalu memutuskan untuk melakukan yang baik buat kalian, yang menguntungkan kalian. Aku ingin kalian juga lakukan yang sama terhadap satu sama lain.
”Saya berpikir— mungkin ya—murid-murid-Nya bisa saja saling melihat dan berpikir, “Berbuat baik buat dia? Untuk apa?” “Berbuat baik pada si Petrus yang banyak omong itu?””Berbuat baik pada Yohanes yang selalu sok dekat sama Yesus?””Malas ah!””Berbuat baik pada Yudas yang penuh hitungan, omongannya duit melulu?””Eh, Yudas ke mana ya?” [tertawa kecil]
Mungkin Yesus bisa membaca pikiran mereka semua dan berkata,“Ya, betul! Sama seperti Aku selalu melakukan yang baik dan yang menguntungkan kalian, terlepas dari perasaan dan dari waktu ke waktu, dengan cara yang sama kalian juga harus memperlakukan satu sama lain.”
Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk saling mengasihi. Bukan kasih yang satu arah saja, tetapi mereka semua harus berusaha untuk saling berbuat baik satu sama lain. Tidak mengikuti perasaan, tapi terlepas dari seberapa menyebalkan, seberapa banyak salah paham, seberapa banyak miskom yang terjadi, mereka tetap harus berusaha berbuat baik untuk keuntungan pihak lain. Lalu setelah itu—belum selesai— Yesus menaikkan lagi standar-Nya, perhatikan:
Supporting Verse – Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Yohanes 15:13-14 (TB)
Kalau kasih adalah perbuatan untuk membawa kebaikan dan keuntungan buat orang lain, maka kasih terbesar adalah saat seseorang memberi segenap hidupnya buat orang lain. Para murid bisa saja menunjukkan kasih dengan melakukan banyak perbuatan besar atau hal-hal yang kecil untuk orang lain, tetapi, kasih terbesar adalah saat mereka memberi segenap hidup mereka untuk kebaikan dan keuntungan orang lain.
Inilah yang membedakan Yesus dengan pemimpin-pemimpin yang buruk, yang tidak peduli dengan orang lain, atau yang sesat. Seseorang yang menyesatkan menuntut para pengikutnya memberikan hidup mereka untuk sang pemimpin. Tetapi Yesus, Tuhan kita, menyebut diri-Nya dalam Alkitab sebagai seorang Gembala yang baik. Yesus memberikan nyawa-Nya untuk pengikut-pengikut-Nya, bahkan untuk orang-orang yang belum mengenal Dia dan tidak mengenal Dia dan orang-orang yang membenci Dia, karena kasih bukan sebuah perasaan.
Kasih adalah perbuatan untuk membawa kebaikan dan keuntungan bagi orang lain. Mungkin Saudara berpikir, “Ya, kedengarannya sih bagus, tapi bagaimana caranya kita bisa mempraktikkan kasih yang seperti itu? Kok sepertinya terlalu muluk dan terlalu idealis?”
Kalau Saudara sempat mendengar apa yang disampaikan Pastor Jeffrey Rachmat minggu lalu, Saudara mendengar bahwa untuk berbuah, ranting enggak perlu ngotot. Yang diperlukan ranting itu hanyalah tetap tersambung dengan pokok anggur. Karena selama terhubung, ranting dapat mengambil mineral yang diperlukan, dari pokoknyadan pada waktunya, pasti akan menghasilkan buah.
Kalau kita tersambung dengan Yesus yang adalah Pokok Anggur, artinya kita selalu sadar dan ingat, bahwa Yesus sudah terlebih dahulu memberikan nyawa-Nya, untuk menyelamatkan kita semua dari kuasa dosa dan maut. Dia sudah menggantikan kita di kayu salib, supaya kita bisa memperoleh pengampunan, keselamatan dan hidup yang kekal.
Bukan karena kita layak, tetapi karena Dia memilih untuk membawa kebaikan dan keuntungan bagi kita. Dan Dia, sebagai Tuhan yang menciptakan dan menetapkan hukum semesta, mengerti bahwa jauh lebih berbahagia memberi daripada menerima.
Dia memilih untuk memberikan yang terbaik dan yang menguntungkan kita. Karena Dia adalah kasih; Allah adalah Kasih. Saya mau mengajak kita semua untuk membaca surat yang ditulis oleh Yohanes juga bertahun-tahun setelah dia menuliskan catatan Injil yang tadi kita pelajari.
Supporting Verse – Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. 1 Yohanes 4:18 (TB)
Orang yang takut, akan selalu meragukan perintah Tuhan, di dalam hatinya dia akan terus curiga dan enggak percaya bahwa perintah-perintah Tuhan yang terkesan sulit sebenarnya dirancang untuk mendatangkan kebaikan bagi dirinya. Kalau kita mengalami ketakutan, artinya kita masih berpikir bahwa Tuhan ingin menghukum kita karena dosa-dosa kita, atau Tuhan enggak peduli sama kita, atau Tuhan enggak berniat untuk membawa kebaikan dan keuntungan buat kita.
Tetapi kalau kita yakin bahwa Tuhan selalu punya niat untuk membawa kebaikan dan keuntungan buat kita, maka kita enggak akan takut. Dan menariknya, bagian berikutnya dari ayat ini berkata, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” Saudara baca bagian itu?
Kemampuan kita untuk mengasihi dengan benar,untuk melakukan yang baik dan yang menguntungkan orang lain di sekitar kita, enggak tergantung dari apa yang orang lain lakukan kita terlebih dahulu. Tetapi sangat tergantung dari apa yang TUHAN lakukan bagi kita lebih dulu.
Nah, inilah keuntungan yang kita peroleh saat kita percaya kepada Tuhan. Di dalam setiap hubungan,kita enggak usah lagi menunggu pihak yang lain untuk terlebih dahulu melakukan kebaikan kepada kita, karena Tuhan sudah terlebih dahulu melakukan yang baik bagi kita. Kita tersambung dengan Tuhan, kita terlebih dahulu menerima kasih yang datang dari Dia, untuk kita salurkan dan lakukan bagi orang lain.
Karena pada dasarnya, kita tak bisa memberikan apa yang kita tidak punya. Kita enggak bisa memberi kasih saat kita belum menerima atau belum punya kasih. Dan kasih yang dari Tuhan bukan untuk kita simpan untuk diri sendiri, tapi untuk kita bagikan kepada orang lain.
Itulah sebabnya tadi kita baca bahwa Yesus memberikan perintah kepada murid-murid-Nya untuk saling mengasihi sama seperti Dia mengasihi mereka. Yesus sebagai seorang Gembala yang baik, terlebih dahulu melakukan dan memberi contoh bagi semua murid-murid-Nya. Pola yang sama kita lihat tidak hanya dalam tulisan Rasul Yohanes,tapi juga dalam catatan dan surat-surat Rasul Paulus. Saya berikan beberapa contohnya.
Supporting Verse – : Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah. Roma 15:7 (TB)
dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah. Efesus 5:2 (TB)
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. Efesus 5:25 (TB)
Saudara bisa lihat polanya?
- “ Sama seperti Kristus telah menerima kita…”
- “Sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu…”
- “Sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat…”
- “Terimalah satu akan yang lain…”
- “Hiduplah dalam kasih…”
- “Suami kasihilah isterimu…”
Yang menjadi standar, patokan, dan referensi kita adalah apa yang Yesus telah lakukan bagi kita terlebih dahulu. Kita diperintahkan untuk memperlakukan kepada orang lain, sama seperti Kristus memperlakukan kita. Tersambung dengan Yesus artinya kita selalu mengingat dan percayaakan apa yang sudah terlebih dahulu Dia lakukan bagi kita.
Bukan sekadar apa yang Dia rasakan terhadap kita, tetapi apa yang Dia sudah lakukan bagi kita, mengasihi kita. Kasih adalah perbuatan untuk membawa kebaikan dan keuntungan kepada orang lain. Nah, sebelum kita akhiri pesan firman untuk hari ini, ada satu hal penting yang harus kita ingat: Berbuat baik atau berbuat yang baik bukan selalu, bukan berarti kita melakukan hal-hal yang menyenangkan.
Terkadang orang tua harus tega mendisiplin anak-anak kecil karena hal itu adalah baik dan akan menguntungkan saat mereka menjadi dewasa. Hubungan-hubungan harus punya batasan yang jelas, supaya bisa saling menghormati dan justru baik untuk setiap pihak.
Seorang pemimpin harus bisa menerima “kasih” dalam bentuk masukan dari orang-orang yang dia pimpin untuk kebaikan dan keuntungannya. Namun, apabila semua itu kita lakukan atas dasar kasih yang sejati, cepat atau lambat, meskipun enggak menyenangkan, pihak yang menerima pasti akan menyadarinya dan bersyukur.
Nah, saya mau ajak Saudara untuk coba ingat sejenak. Coba ingat kembali deh. Apa yang akan terjadi, kalau orang tua Saudara dalam pernikahan mereka, saling melakukan perbuatan untuk membawa kebaikan dan keuntungan buat satu sama lain? Apakah suasana di rumah akan berubah? Apa yang akan terjadi kalau sebagai orang tua, mereka berpikir dan bertindak untuk kebaikan dan keuntungan Saudara?
Nah, saya tahu banyak dari Saudara pasti mengalami itu, puji Tuhan. Tetapi ada juga di antara Saudara, hal itu menjadi impian dan keinginan Saudara saat sedang bertumbuh besar. Apakah Saudara bisa membangun pernikahan dan keluarga yang berbeda?
Coba tinjau kembali hubungan-hubungan Saudara. Mungkin hubungan pertemanan, atau pernikahan, atau mungkin mitra dalam bisnis. Apa yang akan terjadi apabila Saudara bangun semua itu bukan atas dasar perasaan tetapi atas perbuatan-perbuatan baik?
Pikirkan hubungan antar sesama anggota dalam tim yang Saudara pimpin? Apa yang akan terjadi pada saat semua pihak bertekad untuk tidak menjalankan semua hubungan berdasarkan perasaan dan emosi, dan enggak sibuk memikirkan kebaikan dan keuntungan diri sendiri, tetapi memutuskan untuk berbuat baik dan membawa keuntungan bagi teman yang lain; bagi pasangan, bagi anggota tim lain, bagi pemimpin, bagi mitra kerja?
Akan jadi seperti apa hubungan-hubungan yang kita miliki? Hubungan-hubungan seperti itulah yang Yesus rindukan bagi semua murid-murid-Nya.
Supporting Verse – “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Yohanes 13:35 (TB)
Yesus menyatakan bahwa branding (pencitraan) paling jelas, yang menyatakan bahwa kita adalah murid-murid Yesus, bukan terlihat dari seberapa rajin kita beribadah, seberapa rajin kita melayani, atau seberapa hebat pengetahuan kita tentang Alkitab. Pencitraan yang paling jelas, yang menunjukkan identitas kita sebagai murid-murid Yesus adalah cara kita memperlakukan satu sama lain. Lalu Yohanes menulis apa yang Yesus doakan kepada Bapa untuk murid-murid-Nya.
Closing Verse – Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. Yohanes 17:23 (TB)
Dunia hanya akan tahu, mengenal, dan percaya kepada Yesus, pada saat murid-murid Yesus, orang-orang Kristen, orang-orang yang percaya dan mengikut Yesus, benar-benar melakukan apa yang Yesus perintahkan untuk kita lakukan.
Terlepas dari perasaan, perbedaan, kekurangan, kelemahan, kesalahan kita, kita tetap memilih untuk bersatu, untuk berbuat baik dan membawa keuntungan buat satu sama lain, karena Tuhan sudah terlebih dahulu melakukan semua itu bagi kita. Amin, amin. Saya berharap Saudara diberkati oleh pesan hari ini.
P.S: Dear Friends, I am open to freelance copywriting work. My experience varies from content creation, creative writing for an established magazine such as Pride and PuriMagz, web copywriting, fast translating (web, mobile, and tablet), social media, marketing materials, and company profile. Click here to see some of my freelancing portfolios – links.
If your organization needs a Freelance Copywriters or Social Media Specialist, Please contact me and see how I can free up your time and relieve your stress over your copy/content needs and deadlines. My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com. Sharing is caring, so any support is very much appreciated. Thanks, much and God Bless!



