Grown Ups By Ps. Gea Denanda

JPCC Online Service (19 February 2023)

Selama bulan ini kita belajar tentang hubungan (relationship). Siapa yang bersemangat karena kita membahas tentang hubungan? Yes. Saudara, kenapa penting bagi kita untuk mempelajari hubungan sampai kita mendedikasikan bulan ini untuk belajar tentang hubungan?

Minggu lalu kita sudah belajar bahwa kita perlu menjadi handal di dalam berhubungan, karena sebagian besar masalah kita sering kali datang dari masalah dalam hubungan.

Kalau kita pikir-pikir dan lihat-lihat lagi, kebanyakan isu atau problem yang kita hadapi lahir dari masalah dalam hubungan. Makanya, saya tidak tahu bagaimana dengan Saudara, saya sering kali merasa tersambung kalau sedang menonton drama Korea (“drakor”).

Apakah di sini ada yang suka menonton drakor seperti saya? Nanti kita bisa bertukar daftar drakor terbaru mungkin setelah ibadah, ya? Kenapa banyak yang suka menonton drakor? Karena banyak sekali masalah yang muncul dari hubungan-hubungan yang ada di dalam tayangan film drakor.

Memang kalau dalam drakor tentu permasalahannya dilebih-lebihkan sampai 100 kali lipat. Sering kali kita merasa emosi kita dipermainkan, setiap melihat hubungan-hubungan dalam drama-drama Korea. Itu sebabnya, penting bagi kita untuk belajar di dalam rumah Tuhan bagaimana cara membina hubungan yang benar dan sesuai dengan firman Tuhan.

Minggu lalu, kita belajar bahwa kualitas hubungan kita dengan Tuhan dan sesama akan menentukan kualitas kehidupan kita. Kebenaran ini bahkan didukung oleh penelitian ilmiah!

Minggu lalu kebetulan Ps. Sidney berkhotbah di kampus UpperRoom. Pasti semua yang hadir di sini juga belajar hal yang sama. Ada riset yang mendukung kebenaran bahwa hubungan-hubungan yang baik membuat kita lebih sehat dan bahagia; hubungan-hubungan yang baik dan sehat yang kita miliki akan menolong kita menjadi pribadi yang lebih sehat dan bahagia.

Jadi, Saudara, firman Tuhan didukung oleh studi dan data. Saya bersyukur, setiap minggu kita bisa belajar firman Tuhan. Selain itu, kita juga belajar bahwa di dalam berhubungan dengan orang lain kita perlu mencontoh apa yang Yesus lakukan kepada kita. Kita baca bersama teks dalam Filipi 2:5-8, yang menjadi ayat panduan kita bulan ini.

Opening Verse – Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, Perhatikan: seperti apakah pikiran dan perasaan Yesus Kristus?Dijelaskan selanjutnya: yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang…— Bos? Bukan!— …seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya—tidak hanya sampai di situ— dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Filipi 2: 5-8 (TB)

Wah, Saudara bisa coba bayangkan? Tuhan, Yesus yang adalah Allah, setara dengan Allah, meninggalkan semua yang Ia miliki. Dia tidak pertahankan. Dia kosongkan diri-Nya, Dia rela datang, menjadi sama seperti Saudara dan saya. Tidak cuma sekadar menjadi sama, Dia taat sampai Dia mati. Bahkan mati bukan dengan cara yang nyaman; mati di kayu salib untuk Saudara dan saya.

Saya tak tahu bagaimana dengan Saudara, tapi waktu saya baca ini, saya membaca dengan perasaan biasa saja, Saudara. Saya baca ini dengan takut dan gentar, Saudara. Kalau kita mengaku bahwa kita adalah pengikut Kristus maka kita patut melakukan apa yang Dia contohkan. Sungguh luar biasa standar yang Tuhan berikan untuk kita. Pertanyaannya adalah, apakah hal ini mudah?

Saudara boleh meresponi, tidak apa-apa. Apakah hal ini mudah? Tidak! Tidak sama sekali. Itu sebabnya, minggu lalu kita juga belajar bahwa tidak mungkin kita bisa mengasihi seperti Kristus mengasihi kita, tanpa Kristus hadir terlebih dahulu dalam kehidupan kita. Takkan mungkin kita bisa melakukannya.

Namun, puji Tuhan, Dia hadir dalam hidup Saudara dan saya.. Dia yang akan memampukan Saudara dan saya. Saudara, saya mau mengatakan bahwa hanya pribadi dewasa yang bisa mengasihi seperti Kristus mengasihi. Kalau Saudara tidak dewasa, Saudara tidak akan mungkin bisa mengasihi seperti Kristus mengasihi.

Itu sebabnya, hari ini kita akan mendedikasikan waktu kita untuk belajar tentang bagaimana menjadi pribadi yang utuh, dewasa, bahkan sebagai lajang. Jadi, topik hari ini kita dedikasikan untuk teman-teman di sini yang masih lajang. Kita akan bicarakan tentang hidup melajang.

Boleh saya tahu dari semua yang ada di sini,siapa pun yang masih lajang katakan, ”Yey!” Ayo, Saudara bisa lebih lantang! Siapa pun yang masih lajang katakan, ”Yey!”. Yang lajang, tahu tidak, saya sedang memberi Saudara kesempatan! Buat yang masih lajang katakan, ”Yey!” . Kalau di kiri-kanannya sama-sama bilang “Yey,” bisa mulai dilirik. Siapa tahu ada tanda-tanda, bukan?

Namun, setelah ibadah saja mulai lihat lagi siapa yang lajang di sebelah Saudara. Lalu, siapa di sini yang sudah menikah? -Angkat tangan Saudara! Setengah dari ruangan ini, lebih banyak dibandingkan ibadah pertama. Di ibadah pertama cuma sepertiga yang lajang. Baiklah kalau begitu. Yang sudah menikah, boleh saya lihat lagi?

Lebih baik! Di ibadah pertama, yang angkat tangan seperti mengibarkan bendera setengah tiang. Saya tak yakin ada apa dengan pernikahan mereka. Kalaupun Saudara hari ini sudah menikah, sudah tidak berstatus lajang, Saudara tetap perlu mendengarkan pesan ini.

Kenapa? Karena kita tetap perlu menjadi pribadi yang utuh dan dewasa walau sudah menikah. Kita akan membahasnya dalam pesan hari ini, oke? Hari ini kita akan membicarakan tentang hidup melajang.

Kembali kepada para lajang di sini, saya punya berita untuk Saudara. Berita yang baik, tentunya. Berita baiknya adalah: Saudara tidak perlu menikah untuk menjadi bahagia! Bukan saya yang bilang, melainkan Pastor Jeffrey Rachmat, di “Singles Seminar” 10 tahun yang lalu, waktu Saudara mungkin belum berjemaat atau baru bergabung belakangan ini.

Ya, kita sudah mendiskusikan bahwa Saudara tidak perlu menikah untuk menjadi bahagia. Berita baik untuk para lajang! Kalau Saudara duduk dengan orang tua Saudara hari ini, Saudara bisa bilang, ”Kalau begitu, jangan tanya-tanya lagi ya.” Atau buat Saudara yang setiap ke kondangan lalu bertemu teman lama yang masih lajang; bertobatlah! Jangan terus bertanya kepada mereka, ”Kapan mau menikah?”

Akan selalu ada “kapan” yang ditanyakan. Kalau Saudara sudah menikah pun akan selalu ada pertanyaan “kapan” lainnya. “Kapan mau punya anak?” Sudah punya satu orang anak, Saudara akan ditanya, “Kapan punya anak kedua,” dan seterusnya.

Bertobatlah! Saya pun kadang begitu. Jadi, saya juga bertobat. Saudara tidak perlu menikah untuk menjadi bahagia. Untuk orang-orang berharap bahwa pernikahan akan membuat Saudara bahagia, ketahuilah bahwa Saudara akan kecewa.

Kalau Saudara masih lajang dan tidak berbahagia, jangan berpikir bahwa dengan menikah Saudara akan menjadi bahagia. Namun, saya tetap perlu katakan bahwa pernikahan itu baik! Saya ulangi, pernikahan itu baik. Pernikahan adalah sesuatu yang indah. Saya mencintai suami saya, Carlo, dan dia pun mencintai saya.

Pernikahan adalah sesuatu yang baik, yang sesuai dengan desain Tuhan. Namun, izinkan saya membacakan tulisan Rasul Paulus di dalam kitab Filipi. Rasul Paulus, seorang lajang yang aman dengan dirinya, menuliskan—di dalam Filipi 1:20-22 (BIMK)— seperti ini.

Supporting Verse – Yang saya sangat inginkan dan harapkan ialah supaya jangan sekali-kali saya gagal dalam tugas saya. Sebaliknya saya berharap supaya setiap saat, terutama sekali sekarang, saya dapat bersikap berani sehingga dengan segenap jiwa raga saya— baik saya hidup atau saya mati –siapa yang dimuliakan?  Kristus dimuliakan. Karena bagi saya, tujuan hidup saya hanyalah Kristus! saya dapat melakukan pekerjaan yang lebih berguna, maka saya tidak tahu mana yang harus saya pilih. Filipi 1:20-22 (BIMK)

Dari tulisan Rasul Paulus ini, kita belajar bahwa tujuan hidup kita bukan sekadar untuk menikah. Tujuan hidup manusia adalah untuk mengenal dan memuliakan Tuhan. “Hidup adalah Kristus, mati adalah keuntungan.” Tujuan hidup kita adalah untuk mengenal dan memuliakan Tuhan.

Jadi, para lajang? Hidup sebagai lajang itu indah, pernikahan juga indah, selama kita memuliakan Tuhan. Baik hidup melajang maupun pernikahan akan indah selama kita memuliakan Tuhan.

Supporting Verse – Tidak! Sebaliknya kita harus menyatakan hal-hal yang benar dengan hati penuh kasih, sehingga dalam segala hal kita makin lama makin menjadi-apa?– sempurna seperti Kristus, yang menjadi kepala kita. Efesus 4:15 (BIMK)

Saudara, kata “sempurna” di sini bukan berarti tidak pernah berbuat salah. Kata “sempurna” di sini, dalam bahasa aslinya artinya adalah utuh, matang, dewasa. Jadi, Tuhan bukan menuntut kita untuk menjadi orang yang tak pernah berbuat salah, melainkan—Dia mau kita—untuk menjadi pribadi yang dewasa.

Kita akan belajar seperti apa pribadi yang dewasa, sebentar lagi. Sehingga, apa pun musim kehidupan kita; Lajang, sudah menikah, sudah punya anak, sudah punya cucu—apa pun fase musim kehidupan kita hari ini— kita tetap bisa memutuskan untuk mau bertumbuh menjadi dewasa, semakin seperti Kristus.

Kalau Saudara mencatat— dari tadi saya belum kasih judul khotbah, jadi kalau Saudara mencatat— judul khotbah hari ini adalah “Grown Ups” (Orang-orang yang Dewasa). Hanya orang-orang yang dewasa yang berhasil dalam setiap hubungannya. Hanya orang-orang yang dewasa yang bisa memiliki hubungan yang berhasil dan dapat dinikmati, sesuai dengan keinginan Tuhan.

Saudara, ada tiga fase dalam kehidupan yang perlu kita ketahui. Mungkin Saudara sebenarnya sudah tahu, tapi mungkin selama ini tidak ada terminologi yang bisa menggambarkannya.

Waktu kita lahir, fase pertama yang kita masuki dalam hidup ini adalah fase di mana kita dependent atau bergantung kepada orang lain.

Ketika baru lahir, kita tidak mungkin langsung bisa mengganti popok sendiri, memberi minum susu sendiri; kalau ada yang seperti itu, berarti manusia super! Kita perlu orang lain. Kita bergantung kepada Ibu kita, untuk merawat, mengasuh, menjaga kita. Itulah fase pertama dalam kehidupan.

Lalu, seiring berjalannya waktu Saudara akan masuk ke dalam fase kedua, di mana Saudara menjadi seseorang yang independen atau mandiri.

Saudara belajar untuk mengurus diri sendiri, mengambil tanggung jawab atas apa yang Saudara miliki dan lakukan Ada yang sudah menjadi orang tua? Anak saya, Judah, berumur enam, hampir 7 tahun. Dia mulai mau melakukan apa-apa sendirian. Saya pun mulai mengajarkan beberapa haluntuk mempersiapkan dia menjadi seseorang yang independen dan mandiri!

Di sini kalau mungkin ada yang punya anak pra-remaja atau sudah remaja, mereka [anak-anak] sudah mulai lebih mandiri lagi, ya? Kita persiapkan mereka untuk menjadi semakin dewasa, dengan harapan bahwa mereka akan benar-benar menjadi pribadi dewasa, yang bertanggungjawab dan tahu bagaimana mengurus diri sendiri.

Itu sebabnya, setelah seseorang bisa mandiri, menjadi dewasa, utuh,barulah mereka bisa masuk dengan baik ke dalam fase interdependensi, Saudara.

Bukan kodependencsi, melainkan interdependensi; di mana dua individu atau lebih bisa bekerjasama—karena sudah sama-sama penuh dan dewasa— untuk menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Jadi kalau Saudara adalah seorang pebisnis, Saudara akan mencari atau mencoba berkolaborasi dengan seseorang atau sebuah perusahaan yang bisa menolong Saudara untuk bersinergi menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

Seperti itulah seharusnya pernikahan! Pernikahan seharusnya merupakan gabungan dari dua individu yang sudah dewasa, utuh, dan penuh, untuk bisa bersinergi dan dipakai Tuhan secara luar biasa di dalam dan melalui pernikahan mereka.

Saya punya dua cangkir di sini untuk member ilustrasi kepada Saudara. Masalahnya, banyak orang memasuki pernikahan dalam kondisi belum penuh dan belum dewasa, Saudara.

Kita mungkin sering mendengar dan terbuai oleh kata-kata romantis:“Kamu melengkapi hidupku!”; di banyak drama Korea.“Kamu melengkapi hidupku!”; terdengar sangat romantis, bukan?

Maaf kalau ini membuat Saudara kecewa, tapi itu tidak Alkitabiah! Banyak orang yang berpikir, “Kalau saja aku bertemua dengan orang yang tepat, aku akan jadi penuh dan hidupku lengkap!”

Namun, apa yang akan terjadi, Saudara? Kalau Saudara belum penuh, pasangan Saudara pun belum penuh, maka yang akan terjadi adalah Saudara akan meminta dia untuk mengisi hidup Saudara. Sewaktu cangkir yang satu penuh, yang lain menjadi kosong.

Begitu cangkir ini kosong dan terkuras, akhirnya juga minta diisi.“Isi aku! Bilang ‘Aku cinta kamu’! Layani aku!” dan seterusnya. Minta untuk diisi; semoga tidak tumpah kali ini. Ah, saya berhasil! Gelas ini penuh, sementara yang ini kosong. Padahal, janji pernikahannya sangat bagus, Saudara! Bagus sekali!

Terkadang pada saat pemberkatan nikah, kalau janji pernikahan pengantinnya sangat panjang, saya mulai deg-degan, ”Wah, panjang sekali! Direkam tidak ya? Saya takut mereka lupa!” Itulah yang terjadi apabila sebagai lajang, Saudara tidak bahagia. Hanya dengan masuk ke dalam pernikahan, Saudara tidak akan menjadi bahagia.

Kehidupan pernikahan Saudara akan menjadi saling menuntut, bukan saling mengasihi. Seperti apa kalau begitu orang yang sudah dewasa? Kalau Saudara melupakan semua yang saya omongkan hari ini— semoga tidak, karena dicatat ya?—tapi kalau ada satu hal yang Saudara bisa ingat hari ini dari firman Tuhan, orang dewasa adalah orang yang mahir dalam menjaga hati dan menguasai diri.

Itulah orang yang dewasa. Orang yang dewasa adalah orang yang mahir dalam menjaga hati dan menguasai diri.

Supporting Verse – Jagalah hatimu dengan baik, sebab hatimu menentukan jalan hidupmu. Amsal 4:23 (TB)

Keep your heart with all diligence, For out of it spring the issues of life. Proverbs 4:23 NKJV

Semua terpancar dari hati kita. Bahkan masalah-masalah dalam hidup kita semuanya datang dari dalam hati kita. Itu sebabnya, kalau Saudara mau menjadi pribadi yang dewasa dan utuh, pastikan bahwas Saudara orang yang mahir dalam menjaga hati Saudara.

Salah satu pastor yang saya kagumi, bernama Pastor Andi Stanley, menulis buku berjudul “Enemies of the Heart”; “Musuh-musuh Hati Kita”, yang sering kali datang dalam bentuk perasaan, Saudara.

Dia beritahukan dalam buku itu bahwa ada empat perasaan yang sering kali datang dalam hidup kita dan yang iblis mau pakai untuk menyerang, membuat kita merasa terjebak dan dihantui, tak bisa keluar dari perasaan itu.

Yang pertama adalah perasaan bersalah (guilt).

Sering kali ada perasaan bersalah dalam hidup yang menghantui kita yang kita ekspresikan dengan berkata, ”Aku berutang sama kamu. Kayaknya aku harus ganti rugi, karena aku merasa bersalah.”

Firman Tuhan menawarkan solusi buat kita. Kadang-kadang perasaan itu datang tanpa bisa kita kendalikan. Namun, Tuhan memberi solusi melalui firman-Nya. Firman Tuhan mengajarkan kita untuk mengakui kesalahan; belajar untuk mengaku. Pada waktu kita mengakui kesalahan kita, kita sebenarnya sedang dibebaskan dari rasa bersalah. Itulah perasaan pertama [rasa bersalah] yang sering kali datang.

Yang kedua adalah perasaan marah (anger).

Sewaktu kita dikecewakan orang lain atau jika kita mungkin mengalami trauma tertentu waktu kita bertumbuh dewasa, ada perasaan marah yang kadang datang ke dalam hidup kita dan sering kali kita ekspresikan dengan berkata, “Kamu berutang sama saya! Kamu tidak seharusnya melakukan itu! Saya berhak menuntut kamu untuk meminta maaf kepada saya!”

Firman Tuhan memberikan solusi, Saudara. Firman Tuhan mengajarkan kita untuk memberi pengampunan; untuk mengampuni. Itulah obat penawar untuk amarah yang datang ke dalam hidup kita.

Yang ketiga, perasaan serakah (greed),yang sering kali kita ekspresikan dengan berkata, ”Menurutku, aku berutang kepada diriku sendiri!”

Perasaan, “Rasanya aku berhak menerima lebih daripada orang lain.” Susah untuk berkata ‘cukup’. Terkadang perasaan serakah itu datang menghantui kehidupan kita. Firman Tuhan mengajarkan kepada kita untuk bermurah hati (be generous).

Karena waktu kita bermurah hati kepada orang lain, perbuatan itu akan membuat kita merasa bersyukur, puas dengan apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari ini.

Yang terakhir, terkadang perasaan cemburu (jealousy) datang ke dalam kehidupan kita.

Kita merasa iri dengan milik orang lain. Tak cuma “rumput tetangga lebih hijau”, terkadang piring tetangga terlihat lebih enak. Keserakahan terkadang merayap ke dalam hati kita.

Firman Tuhan mengajarkan kita untuk bisa berkata ‘cukup’ dan mencoba untuk merayakan apa yang orang lain miliki. Coba belajar untuk merayakan keberhasilan orang lain. Jadilah rendah hati, seperti yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus. Dia mencontohkannya di atas kayu salib.

Dia mengosongkan diri-nya, merendahkan diri-Nya, supaya kita bisa menerima keselamatan. Jadi, itulah ciri-ciri orang yang dewasa.

Kalau kita bertanya, ”Bagaimana ciri-ciri orang yang dewasa?”

  • Orang yang dewasa bukanlah orang yang tak pernah membuat kesalahan, melainkan orang yang mampu mengakui kesalahan ketika ia berbuat salah.
  • Orang yang dewasa mampu melepaskan pengampunan untuk orang lain.
  • Orang yang dewasa mampun bermurah hati dengan kepunyaannya kepada orang lain.
  • Orang yang dewasa juga senang merayakan keberhasilan orang lain.

Ketahuilah bahwa setiap kali Saudara mengampuni, setiap kali Saudara bermurah hati, setiap kali Saudara mengakui kesalahan Saudara, di saat itulah Saudara menjadi bertambah dewasa. Orang yang dewasa mahir dalam menjaga hati dan menguasai diri.

Supporting Verse – Orang yang tidak dapat menguasai dirinya seperti kota yang telah runtuh pertahanannya. Amsal 25:28 (BIMK)

Kita tahu bahwa ayat Galatia 5 adalah ayat yang berbicara tentang buah roh. Nah, salah satu yang disebutkan di situ adalah penguasaan diri. Kita baca bersama-sama, Galatia 5:22-23 (BIMK).

Supporting Verse – Sebaliknya, kalau orang-orang dipimpin oleh Roh Allah, hasilnya ialah:— atau buahnya adalah— Mereka saling mengasihi, mereka gembira, mereka mempunyai ketenangan hati, mereka sabar dan berbudi, mereka baik terhadap orang lain, mereka setia, mereka rendah hati, dan selalu sanggup menguasai diri. Luar biasanya, juga dikatakan bahwa: Tidak ada hukum agama yang melarang hal-hal seperti itu. Galatia 5:22-23 BIMK

Sulit bagi kita untuk membantu orang lain kalau kita tak bisa menguasai diri sendiri. Yang terjadi adalah kita malah merepotkan orang lain, Saudara. Kita perlu belajar untuk menguasai diri, menjadi orang yang tidak emosional.

Bukan menjadi orang yang reaktif, melainkan responsif, Saudara. Ketika masalah datang, belajar untuk menjadi responsif, bukannya reaktif. Hal penting yang Saudara perlu garis bawahi atau Saudara pertanyakan setelah berkata,“Oke. Saya mengerti. Orang yang dewasa ternyata seperti itu,”— setelah Saudara mendapatkan gambarannya— biasanya pertanyaan berikutnya adalah: Bagaimana? Bagaimana caranya?

Saya sering membaca firman Tuhan dan bertanya, ”Oke, saya paham. Lalu bagaimana caranya?” Satu aplikasi yang Saudara bisa bawa pulang hari ini, kalau Saudara mau menjadi orang yang mahir menjaga hati, mampu menguasai diri, menjadi orang yang dewasa, Saudara perlu memberikan diri Saudara untuk dipimpin oleh Roh Allah.

Firman yang tadi kita baca di awal, mari kita baca sekali lagi bersama-sama.

Supporting Verse – Sebaliknya, kalau orang-orang dipimpin oleh Roh Allah, hasilnya ialah: Mereka saling mengasihi, mereka gembira, mereka mempunyai ketenangan hati, mereka sabar dan berbudi, mereka baik terhadap orang lain, mereka setia, mereka rendah hati, dan selalu sanggup menguasai diri. Tidak ada hukum agama yang melarang hal-hal seperti itu. Galatia 5:22-23 BIMK

Yang disebutkan dalam ayat-ayat belakangan adalah ‘hasil’, Saudara. Ada yang mau menjadi seperti orang-orang yang kita baru saja baca? Saya pun mau, tapi ingatlah itu semua hasil.

Penyebabnya apa? Ketika kita rela dipimpin oleh roh Allah.

Seperti apakah praktisnya, untuk “dipimpin oleh Roh Allah”? Yah, tidak ada cara lain, selain kita mempelajari dan membaca firman, untuk mengenali perkataan Tuhan dan untuk mengenali diri-Nya. Mengenali apa yang Tuhan suka dan tidak suka.

Membaca Firman tidak bisa hanya sekadar untuk mencentang kotak tugas, “Oh, karena saya orang Kristen, saya harus saat teduh! Bukan seperti itu! Saudara akan sangat rugi kalau membaca firman seperti itu. Saudara harus belajar untuk membaca firman, merenungkannya, mencoba untuk mengerti apa yang dikatakan oleh firman Tuhan.

Karena kalau Saudara tidak mengerti, tak mungkin Saudara bisa melakukan. Membaca, merenungkan, dan melakukan firman Tuhan. Masalahnya, banyak di antara kita membaca firman Tuhan seperti sedang membawa kaca pembesar, Saudara.Kita membaca firman Tuhan, lalu melihat orang sebelah kita dan memakai firman Tuhan untuk menilai dan menghakimi orang lain.

Kita membaca, lalu di sebelah kita, ”Eh, ada suami saya!” Lalu kita melihat dia begini: ”Wah, semakin besar!” Bukan jerawatnya… Semakin besar hal-hal yang tidak memuaskan bagi kita. Seharusnya waktu kita membaca firman Tuhan, kita bukan bawa kaca pembesar, melainkan membawa cermin.

Kita membaca, “Ampunilah…” atau “Kasihilah musuhmu!” bukan untuk menunjuk-nunjuk atau meyenggol orang lain, melainkan bertanya, “Apakah kamu sudah mengasihi orang yang kamu benci dan menyakiti hatimu, yang mengecewakan kamu hari ini, sengaja ataupun tidak sengaja? Apakah kamu sudah menjadi orang yang sabar terhadap suamimu, anak-anakmu, walaupun tiap malam sering terbangun karena mereka sangat berisik?”

Saya mengerti perasaan Saudara yang punya anak masih balita atau bayi, atau punya suami yang terkadang mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.

  • “Sudah aku mengasihi mereka?”
  • “Apakah saya sudah melakukan semua yang firman Tuhan katakan?”

Saya berharap, waktu Saudara membaca firman, Saudara bisa membawa cermin di sampingnya. Biarkan firman Tuhan menolong, membentuk, dan menegur Saudara. Berikan diri Saudara untuk dipimpin oleh roh Allah, melalui firman. Saya percaya kalau Saudara melakukannya, membaca firman, Saudara tak perlu sibuk melacak seberapa jauh perkembangan Saudara, karena saya percaya Saudara pasti akan menjadi orang yang lebih dewasa.

Saya jamin!Mulailah melakukannya [baca firman] nanti ketika Saudara pulang. Saudara belajar sesuatu, pagi ini? Izinkan firman Tuhan jadi seperti cermin untuk mengubah hidup kita.

So, focus on you before you focus on who. Buat yang single, focus on you before you focus on who. Buat yang sudah menikah, sama! Focus on you ketika Saudara baca firman, before you focus on your spouse.

Menjadi orang yang tepat lebih baik daripada sibuk mencari orang yang tepat di sekeliling kita. Itulah caranya untuk menjadi pribadi yang bisa menjaga hati, dan menguasai diri, amin? Saudara siap untuk menjadi lebih dewasa, minggu ini?

P.S : If you like our site, and would like to contribute, please feel free to do so at : https://saweria.co/316notes