The Ultimate Purpose By Ps. Ary Wibowo

JPCC Online Service (26 July 2020)

Selama tiga minggu terakhir kita sudah belajar akan pentingnya menjalani kehidupan sesuai tujuan, dan juga sudah belajar apa arti dari sebuah Purpose.

Pada dasarnya Purpose adalah alasan atau tujuan kenapa sesuatu diciptakan, dan juga mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan. Di minggu pertama, Ps. Jeffrey memgajarkan kepada kita semua bahwa situasi, kondisi dan waktu yang diperlukan seseorang dalam mencapai purpose berbeda-beda.

Di minggu yang kedua, Ps. Alvi mengajarkan bahwa ada 4 fase dalam menjalani sebuah Purpose, yaitu fase preparation, breaking, distraction and promotion.

Di minggu ketiga, Ps. Sidney mengajarkan bahwa ketaatan untuk melangkah atau membagikan apa yang ada di tangan kita adalah kunci untuk bertemu dengan Panggilan kita dalam perjalanan menuju Purpose.

Dan di minggu terakhir ini, saya akan membagikan kerangka atau strategi untuk bisa menikmati perjalanan kita untuk mencapai tujuan tertinggi dalam hidup kita, atau seperti yang saya sebut dalam judul kotbah saya, The Ultimate Purpose.

Berdasarkan apa yang sudah kita pelajari dalam tiga minggu ini, ada konklusi yang ditemukan bahwa :

Pertama, Purpose is dynamic and not static.

Mari kita lihat kisah perjalanan hidup seorang nelayan yang sangat kompeten dan sukses pada masanya. Tetapi ada suatu waktu dalam hidupnya dimana dia gagal untuk menjalankan tugasnya yang selama dia lakukan dengan kompetensi dalam dirinya. Semalaman penuh dia gagal untuk menangkap ikan satupun.

Pemikiran krisis pun mulai datang, krisis yang lebih besar dan dialami oleh nelayan ini adalah krisis kepercayaan diri karena dia merasa dirinya gagal untuk bisa mengerjakan tugasnya.

Kata Tugas atau Pekerjaan, dan memenuhi kebutuhan menjadi aspek yang penting dalam kisah orang ini. Di titik ini, nelayan ini merasa frustrasi dan gagal, dan menyebabkan dia ada dalam situasi galau (gelisah antara lanjut atau udahan).

Ini menjadi hal yang sulit karena kita tahu bahwa tujuan atau purpose adalah hal yang dinamis, tetapi kalau kita sedang galau, maka hal itu akan berubah menjadi diam saja dan statis.  Kita akan sulit untuk mengerti tentang tujuan apa yang mau kita capai dalam kondisi ini.

What should we do in this condition? Apa yang harus kita lakukan?

Opening Verse – Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Lukas 5:1‭-‬5 TB

Imajinasikan perasaan Simon, nelayan yang kompeten di ayat ke-4 diatas, dimana dia mungkin sudah begitu merasa “galau” karena sudah gagal menangkap ikan sepanjang malam. Dan kemudian ada seorang pribadi yang datang dan kembali menyuruh dia untuk mencoba lagi melakukan hal yang sama.

Garis bawahi kata “Guru” di ayat kelima, karena Simon memandang Yesus sebagai seorang Guru, dia mau kembali mencoba untuk melakukannya.

Tetapi pertanyaannya, apakah alasan ketaatan kita kepada Tujan karena kewajiban atau karena hubungan pribadi kita denganNya?

Saya ingat sewaktu kecil di sekolah, kalau guru saya meminta saya melakukan sesuatu seperti mengerjakan PR, maka saya akan taat untuk melakukannya. Meskipun tidak memiliki hubungan secara pribadi, tetapi Guru adalah seseorang yang saya hormati, dan membuat saya mau mentaati perintahnya.

Demikian juga dengan Simon dalam kisah diatas. Mari kita lihat di ayat berikutnya.

Supporting Verse – Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Lukas 5:6‭-‬10 TB

Dari sebelumnya memanggil Guru, Simon kemudian memanggil Yesus sebagai Tuhan. Pandangan Simon berubah disaat dia mengalami Yesus sendiri dalam hidupnya. Dia kemudian mengakui Yesus sebagai Tuhan dan turut berjalan dan mengikutiNya kemanapun Dia pergi.

Sebagian besar dari kita, disaat berjalan menuju tujuan hidup selalu dihadapkan dengan dua perjalanan.

Ada jenis Perjalanan di dalam mencapai Purpose yang membawa rasa atau perasaan tertentu dalam hidup kita. Ada perjalanan yang membawa rasa frustrasi, dan sebaliknya juga ada perjalanan yang memberikan rasa enjoy.

Disaat kita berbicara mengenai Purpose, kita tidak akan bisa terlepas dari Strength. Karena kalau kita mulai dengan apa yang ada di tangan kita dan baru bisa bergerak dinamis untuk mencapai Purpose.

Strength adalah apa yang ada di tangan kita. Tetapi jika kita kembangkan lebih jauh, maka dari apa yang ada di tangan kita, dan bisa kita lakukan dengan baik dan disaat bersamaan juga suka kita lakukan.

Strength berbicara tetamg apa yang kita bisa (ability) dan suka (passion) dalam hidup.

Ketika Petrus memulai dari Strength disaat dia belum bertemu dengan Tuhan, maka dia menjala ikan sebagai suatu pekerjaan atau tugas. Dia menjala ikan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau orang lain. 

Tetapi pada saat kita berhasil memenuhi kebutuhan itu, Siapa yang dimuliakan dan ditinggikan? Apakah kita menjadi bergantung kepada diri kita sendiri, dan membuat orang lain juga semakin bergantung dengan diri kita atau sebaliknya membuat mereka bergantung kepada Tuhan?

Di dalam kasus perjalanan pertama dalam mencapai tujuan yang membawa rasa frustrasi, yang terjadi kepada Petrus adalah disaat dia berhasil, maka dirinya dan orang lain akan membuat mereka bergantung kepada dirinya sendiri. Dan pada saat dia gagal memenuhi kebutuhan, maka rasa frustrasi akan muncul yang dimulai dari rasa “Galau” tadi, dan berpikir untuk menyerah dan mengganti pekerjaannya.

Rasa frustrasi di dalam perjalanan pencapaian purpose seringkali ditentukan tidak hanya disaat kita gagal, tetapi juga disaat kita berhasil. Karena keberhasilan membuat orang untuk bergantung kepada kita dan disaat kita tidak berhasil memenuhi kebutuhan itu, maka hal itu akan membuat kita menjadi frustrasi.

Kita tentu tidak menginginkan perjalanan seperti ini karena Tuhan tidak menyertai kita. Di awal Petrus memanggil Yesus sebagai Guru, kita bisa memiliki banyak pengetahuan dan kemampuan, tetapi kalau tanpa disertai Tuhan, maka strength kita hanya akan membawa kita ke upaya pemenuhan kebutuhan, dan menjadikan orang untuk terlalu bergantung kepada kita dan ujungnya bisa membawa frustrasi.

Seharusnya tidak seperti ini, karena dinamika perjalanan pencapaian purpose seharusnya dilakukan bersama dengan Tuhan. Dari menjala ikan, Petrus dipanggil untuk menjadi Penjala manusia.

Dari sini kita kenali yang namanya Panggilan. Disaat kita menggunakan strength untuk memenuhi Purpose, maka itu menjadi Panggilan. Tidak lagi untuk pemenuhan kebutuhan saja, tetapi juga untuk tujuan atau purpose.

Pada saat kita melakukan ini bersama dengan Tuhan, seperti fase Petrus yang mengakui Yesus sebagai Tuhan, maka pada saat tujuan itu berhasil atau gagal, kita tidak akan menjadi frustrasi karena kita tahu kepada siapa kita harus berharap dan mengandalkan, yaitu hanya kepada Tuhan.

Disaat Tuhan menyertai kita, maka perjalanan dan dinamika pencapaian purpose tidak lagi menjadi frustrasi melainkan mendatangkan rasa enjoy.

Karena itu, baik kita berhasil atau gagal, tetap nama Tuhan yang ditinggikan. Bersama dengan Tuhan, kegagalan bukanlah sesuatu yang permanen dan mungkin hanya sekedar pengalihan.

Apakah selama ini kita melakukan pekerjaan kita, menggunakan apa yang ada di tangan kita hanya demi untuk pemenuhan kebutuhan saja? Atau apakah kita melakukannya untuk memenuhi tujuan atau purpose dalam hidup kita? Sebagai sebuah panggilan dan bukan sebagai tugas saja.

Bedanya adalah di dalam perjalanan ini kita disertai Tuhan atau tidak. Bersama dengan Tuhan, kita bisa enjoy karena di setiap fase kehidupan nama Tuhanlah yang selalu ditinggikan.

Bersama dengan Tuhan, Your strength leads to your calling. Bersama dengan Tuhan, your calling leads to your purpose.

Petrus dari Penjala Ikan menjadi Penjala Manusia, dan tidak berhenti disana, Petrus kemudian diperbesar menjadi Pemimpin Jemaat dan Rasul yang begitu dihormati, seperti yang akan kita temukan di ayat di bawah ini.

Supporting Verse – Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Matius 16:18 TB

Setelah menjadi penjala ikan, penjala manusia dan juga pemimpin, Petrus masih jatuh dan menyangkal Yesus sebagai TuhanNya, bahkan dilakukan itu selama tiga kali. Dia mengalami krisis kepercayaan diri yang luar biasa, dan kembali ke pekerjaan semula yaitu Penjala ikan untuk memenuhi kebutuhannya.

Hal ini melanjutkan konklusi kedua, yaitu Purpose is Dynamic, bur not Random.

Walaupun terlihat acak, seperti halnya Petrus yang kembali ke posisi semula. Tetapi Tuhan datang menghampirinya dan Petrus tidak melupakan Yesus dan mengakuiNya sebagai Tuhan, dan Tuhan kembali mengarahkan Petrus kepada Purpose dan Tujuannya.

Ada waktu dimana kita merasa lebih dekat dengan Purpose kita, tetapi kemudian karena suatu krisis, kita juga bisa merasakan bahwa hal itu menjadi jauh kembali dan kembali ke posisi awal sebagai pemenuhan kebutuhan.

Tentu hal ini tidaklah salah, penyangkalan Petrus tentu salah, tetapi bisa saja krisis yang terjadi dalam hidup kita tidak terjadi karena penyangkalan kita, melainkan karena memang ada waktunya dimana kita harus mengalami hal itu, karena disitulah ujian yang sebenarnya.

Apakah kita tetap tidak meninggalkan hubungan Pribadi kita dengan Tuhan, dan juga tidak meninggalkan pengakuan kita kepada Tuhan bahwa Dia adalah Tuhan dan satu-satunya Juru selamat dalam hidup kita.

Strength tanpa Tuhan hanya akan membawa ke perjalanan pencapaian Purpose yang penuh dengan rasa frustrasi, sementara strength bersama Tuhan akan membawa kita dalam perjalanan pencapaian Purpose yang bisa kita nikmati karena tujuan tertinggi hidup kita adalah untuk merefleksikan kemuliaan Tuhan, memuliakan nama Tuhan selamanya, terlepas dari apapun musim kehidupan kita.

Sejauh nama Tuhan tetap dimuliakan, berarti purpose dan tujuan itu tidak acak, random dan tetap dinamis. Karena bersama Tuhan, Dia tetap bisa mengembalikan kita ke tujuan yang semula.

Konklusi Ketiga, Purpose is dynamic, The Ultimate Purpose is Eternal.

Di dalam dinamika perjalanan menghidupi Strength kita, kita bisa menemukan Purpose A, B dan C. Semakin diperbesar, atau bahkan mungkin di tengahnya kita bisa mengalami pengalihan seperti yang terjadi dalam hidup Petrus.

Tetapi sejauh nama Tuhan tetap dimuliakan dari dan melalui kehidupan kita, maka kita sedang menuju Purpose yang benar, karena tujuan tertinggi dalam hidup kita sifatnya kekal dan untuk memuliakan nama Tuhan.

Supporting Verse – Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16 TB

Melakukan strength kita untuk, supaya orang mengalaminya sebagai perbuatan baik adalah Purpose. Tetapi jangan berhenti sampai disitu karena masih ada The Ultimate Purpose atau Tujuan Tertinggi, yaitu agar mereka melihatnya sebagai perbuatan yang baik dan bisa memuliakan nama Tuhan, dan mereka juga akan bisa mengakui Tuhan sebagai Tuhan dan juru selamat.

Ini juga yang mengantar saya ke dalam pemikiran dan strategi untuk menikmati tujuan tertinggi dalam hidup kami:

1. Menggali dan menemukan Strength.

Apa yang kita bisa dan suka, bukan sekedar bisa tetapi juga passionate dalam melakukannya.

2. Membagikannya untuk menjawab tantangan atau masalah di sekitar kita.

Tantangan orang lain dan bukan hanya diri kita sendiri, tetapi ingatlah bahwa kedua hal ini bisa mengarah ke rasa frustrasi jika kita tidak melakukannya bersama dengan Tuhan.

Jadu strategi untuk menikmati perjalanan menuju tujuan tertinggi adalah menggali dan menemikan strength, membagikannya untuk menjawab tantangan di sekitar kita, dan harus bersama dengan Tuhan yang menyertai kita kemanapun kita pergi.

Di dalam Buku “Strength, Integrity dan Purpose” yang saya tulus, saya tuliskan kalimat ini : Purpose dicapai melalui langkah-langkah kecil membagikan apa yang ada di tangan kita, bukan dengan menunggu impian tercapai atau kebutuhan terpenuhi lebih dulu. Dan itu akan menjadi sangat menyenangkan disaat kita melakukannya bersama dengan Tuhan.

Tuliskan hal ini : “Saya melakukan … Supaya …, Sehingga nama Tuhan dimuliakan”.

Kedua titik-titik diatas bisa begitu dinamis dan berubah, tetapi yang kekal dan tidak berubah adalah kalimat penutupnya, yaitu “Sehingga nama Tuhan dimuliakan“.

Akibat dari ini akan memberikan rasa enjoy, kita bahkan juga akan menikmati Tuhan seumur hidup kita dan di setiap musim kehidupan.

Tujuan dinamis, dan bukan statis, Tujuan Dinamis, tetapi tidak acak dan Tujuan Dinamis, tetapi tujuan tertinggi itu kekal yaitu agar nama Tuhan dimuliakan dan kita bisa menikmatiNya seumur hidup kita.