A Commited Life By Ps. Alvi Radjagukguk

JPCC Online Service (8 Agustus 2021)

Salam damai sejahtera setiap jemaat yang dikasihi Tuhan. Hari ini, pesan Tuhan saya berikan judul “A Commited Life” (”Hidup yang Berkomitmen”). Kalau kita berbicara tentang komitmen, kata tersebut mengandung beberapa aspek, seperti janji, kegigihan, pengorbanan, kesetiaan, pengabdian dan jangka panjang.

Tim Elmore, seorang pakar Next Generation Leadership, menyatakan bahwa generasi muda sekarang lahir dan besar dalam lingkungan yang digambarkan dengan akronim S.C.E.N.E. Dengan artian sbb. 

  • Speed atau kecepatan, akibatnya slow is bad (yang lambat itu jelek).
  • Convenience atau kenyamanan, akibatnya hard is bad (sulit itu buruk).
  • Entertainment atau hiburan, akibatnya boring is bad, (enggak menghibur itu kurang asyik).
  • Nurture, terpelihara atau aman, akibatnya risk is bad (lebih baik main aman daripada mengambil risiko).
  • Dan yang terakhir Entitlement atau merasa berhak,akibatnya labor is bad (kerja keras kalau bisa itu dihindari).

Nah, hal-hal ini mengakibatkan banyak generasi muda hari-hari ini yang berlomba-lomba mencari yang lebih cepat, lebih nyaman, lebih menghibur, lebih pasti, dan tentunya lebih menghasilkan. Komitmen bukan sesuatu yang mudah dimengerti, apalagi dihidupi. Itu sebabnya komitmen perlu diajarkan dengan jelas dan berulang-ulang, dan tentunya dicontohkan. Komitmen adalah sebuah komoditas yang langka hari-hari ini.

Lawan dari akronim S.C.E.N.E tadi— yaitu hal-hal yang lambat,yang sulit, yang membosankan, yang berisiko dan melelahkan—justru adalah hal-hal yang menghasilkan karakter yang kuat serta memerlukan komitmen untuk bisa melewati semua itu. Kesejatian komitmen seseorang tidak terlihat waktu segala sesuatu itu mudah atau baik-baik saja. Tapi, justru kesejatian komitmen seseorang teruji di dalam krisis dan masa-masa sulit.

Commitment is always tested in crisis and hard times. Tuhan kita adalah seorang Pribadi yang menjunjung tinggi komitmen; Alkitab menyebutnya [komitmen-Nya], dengan istilah covenant atau perjanjian.

Dan ada perbedaan mendasar antara sebuah kontrak dan perjanjian (covenant). Kontrak dibangun atas dasar mengharapkan hak; tapi perjanjian, atas dasar hubungan. Kontrak berporos kepada diri sendiri; namun perjanjian berporos kepada orang lain. Kontrak adalah tentang menerima atau mengambil; sedangkan perjanjian adalah tentang memberi.

Opening Verse – Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia— dengarkan ini Saudara— yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan. Ulangan 7:9 (TB)

Katakan “amin” kalau Saudara percaya. Komitmen adalah salah satu tanda kedewasaan seseorang, karena hanya orang dewasa yang bisa tetap memegang komitmennya. Dan Tuhan lebih tertarik untuk mendewasakan kita ketimbang membuat kita nyaman. Karena kenyamanan itu justru akan membiarkan sifat kekanak-kanakan tinggal dalam kita.

Supporting Verse – Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Roma 8:28 (TB)

Tuhan bekerja untuk kebaikan kita dengan cara yang belum tentu kita bisa terima sepenuhnya. Awalnya, seringkali tidak nyaman tapi berujung kepada apa yang Tuhan pandang baik buat Saudara dan saya. Tidak heran, Tuhan mengijinkan kejadian-kejadian yang perlu kita alami—bukan yang kita pilih atau kita mau alami—sehingga rencana Tuhan yang dapat terlaksana atas kehidupan kita.

Karena Tuhan lebih tertarik untuk mendewasakan kita supaya kita mampu melihat gambaran besar dari rencana Tuhan atas kita. Karena hanya orang dewasa yang bisa melihat segala sesuatu dari perspektif yang lebih besar, yang membantunya untuk hidup berdasarkan komitmen, dan bukan perasaan.

Sebagai Pribadi yang menjunjung tinggi komitmen, Tuhan juga mengharapkan anak-anak-Nya demikian. Oleh karena itu, Tuhan memberikan Hukum yang Terutama—atau dikenal dengan istilah ”The Great Commandment”— kepada kita semua, karena hidup manusia berporos kepada kedua hukum ini.

Supporting Verse – Yesus menjawab orang itu, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, segenap jiwamu, dan [dengan] segenap pikiranmu. Perintah itulah yang terutama dan [yang] terpenting. Ada hukum yang kedua yang sama seperti itu, ‘Kasihilah orang lain sama seperti dirimu sendiri.’ Matius 22:37-39 (AVMD)

Saudara, komitmen itu sangat terlihat dari apakah sesuatu kita lakukan dengan segenap hati, segenap jiwa— atau terjemahan lainnya segenap nafas hidup—dan segenap akal dan pikiran. Komitmen kita kepada Tuhan sangat menentukan atau menjadi modal utama dalam kita menjaga komitmen kita kepada diri sendiri dan kepada orang lain.

Secara simbolis, sisi vertikal dari salib itu lebih panjang daripada sisi horizontalnya. Sekali lagi, komitmen kita kepada Tuhan sangat menentukan, atau bahkan menjadi modal utama, dalam kita menjaga komitmen kita kepada diri sendiri dan kepada orang lain.

Itu sebabnya, saya katakan demikian: hidup kita hanya akan sekuat komitmen yang kita pegang. Saya ulangi sekali lagi: hidup Saudara dan saya, hanya akan sekuat komitmen yang kita pegang. Bila kita pegang komitmen kita dengan kuat, hidup kita pun kuat; pernikahan, keluarga, bisnis, pelayanan, usaha, profesi dan sebagainya. Ini berlaku di seluruh aspek kehidupan, bahkan juga dalam aspek perjalanan iman kita dengan Tuhan.

Ada tiga perilaku yang perlu kita miliki dalam membangun hidup yang berkomitmen; dalam membangun komitmen kita sehingga makin lama makin kuat.

Pertama, adalah Willingness to endure pain;kesediaan untuk menahan rasa sakit atau penderitaan.

Setiap kita punya tingkat toleransi terhadap rasa sakit, yang berbeda-beda. Pastor Craig Roschel katakan demikian:“Often the difference between where you are and where God wants you to be is the pain you’re unwilling to endure.”Itu tadi bahasa Bataknya. Seringkali perbedaan antara di mana engkau beradadan di mana Tuhan mau engkau berada ialah rasa sakit yang engkau tidak bersedia untuk pikul.

Boom! Itu sebabnya, Saudara,kita perlu mendefinisikan ulang cara pandang kita terhadap rasa sakit. Karena komitmen kita akan sangat teruji, bukan waktu semuanya nyaman dan menyenangkan; tapi justru waktu komitmen kita ternyata membawa rasa sakit tersendiri, yang belum pernah kita bayangkan. Mulai sadari, mulai pahami, bahwa pain is a friend, not an enemy.

Pain is a friend, not an enemy (rasa sakit itu teman, bukan musuh). Bertemanlah dengan rasa sakit. Temukan makna dan tujuan dari rasa sakit kita. Karena selalu ada tujuan dari setiap rasa sakit yang Tuhan izinkan dalam hidup kita.

Supporting Verse – Allah telah memberikan kehormatan kepadamu bukan hanya percaya kepada Kristus, melainkan juga menderita untuk Dia. Kedua hal itu membawa kemuliaan bagi Kristus. Filipi 1:29 (AVMD)

Jadi, baik percaya kepada Kristus dan mengalami rasa sakit untuk Kristus, dua-duanya membawa kemuliaan bagi Kristus. Dengan kata lain, lewat rasa sakit kitapun orang bisa lebih mudah melihat atau mengenal Kristus lewat hidup kita. Luar biasa, bukan?

Sharing Ps. Alvi – Salah seorang teman saya yang baru beberapa hari lalu dipanggil oleh Tuhan dan bergumul dengan sakit penyakit, namanya Tomi Koswara, katakan demikian, “Lebih baik pegang iman, daripada kesembuhan!” Wow! What a faith! (Sungguh iman yang luar biasa!).

Itu sebabnya, Saudara, mulai ubah narasi kita. Narasi yang kita ucapkan, baik di benak kita maupun dengan lidah bibir kita; dari, ”Mengapa ini terjadi kepada saya?”, menjadi, “Apa yang Tuhan ingin tumbuhkan dalam diri saya melalui rasa sakit ini?”

Ubah narasi kita dari, “Bagaimana saya bisa menyudahi atau keluar dari rasa sakit ini?”, menjadi, “Siapa yang akan terdampak secara negatif jika saya tidak bertahan melewati rasa sakit ini?”

Ubah narasi kita dari, “Berapa lama lagi saya perlu menanggung rasa sakit ini?” menjadi, “Siapa yang bisa terbantu dengan cerita perjalanan saya melewati atau mengatasi rasa sakit saya?

Salah satu hikmat yang Pastor Rick Warren pernah katakan tentang rasa sakitnya—dan ini menurut saya sangat powerful— beliau berkata bahwa, “Other people are going to find healing in your wounds. Your greatest life messages and your most effective ministry will come out of your deepest hurts.” “Orang lain akan menemukan kesembuhan dari luka-lukamu. Pesan terbesar hidupmu dan pelayananmu yang paling efektif akan keluar justru dari luka-luka terdalammu.”

Dalam banget, Saudara. Pastor Jeffrey Rachmat pernah mengatakan ini dalam salah satu khotbahnya, bertahun-tahun lalu, dan saya ingat sampai hari ini; beliau katakan demikian, “Life is tough, be tougher!” “Hidup itu susah, jadi harus lebih tough (tangguh)”. Dengan kata lain, hidup akan atau bisa menyakitkan, tapi jadilah orang yang lebih kuat dari rasa sakit itu! Dan saya pegang moto ini bertahun-tahun; terima kasih Pastor Jeffrey.

Mari kita lihat hidup Yesus! Bahwa dalam menjalankan misi yang diberikan oleh Bapa-Nya, Yesus sendiri perlu melewati begitu banyak rasa sakit! Secara jiwani, Saudara, setelah dikhianati oleh Yudas Iskariot— yang menyerahkan Yesus untuk ditangkap—ke-11 murid lainnya ngibrit, lari meninggalkan Yesus. Di momen terendah-Nya, tiga murid kesayangan-Nya sama sekali tidak berempati kepada Yesus. Yesus amat sangat tertekan jiwa-Nya, sehingga Dia berkeringat darah. Rasa sakit juga Yesus alami, secara iman percaya-Nya.

Nah, karena merasa sudah terlalu menyakitkan, di malam sebelum penyaliban-Nya, Yesus minta kepada Bapa-Nya, agar dilalukan dari penyaliban. Juga di momen-momen terakhir di atas kayu salib, Yesus merasa ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Bahkan secara badani, Yesus mengalami rasa sakit yang menurut saya belum ada manusia lain alami.

Yesus diludahi, dicambuk tanpa ampun— yang melucuti kulit dan dagingnya—ditusuk, disalib dengan hina di antara kedua penjahat, dan akhirnya mati. Saudara, komitmen Yesus sangat terbukti. Karena Dia bertahan melalui setiap rasa sakit yang dialami-Nya. Puji nama Tuhan, bahwa ceritanya berakhir demikian, sehingga Saudara dan saya punya acuan, waktu menjalani penderitaan dan rasa sakit kita.

Kedua, hal kedua yang kita perlukan dalam membangun hidup yang berkomitmen atau membangun komitmen yang kuat yaitu discipline to follow through; disiplin untuk melakukan yang direncanakan atau dijanjikan.

Semua orang bisa memulai, lebih sedikit yang bisa mempertahankan atau menyelesaikan dengan baik. Semua orang bisa memperkatakan janji nikahnya, lebih sedikit yang menepati janji tersebut. Semua orang bisa punya resolusi, lebih sedikit yang resolusinya jadi kenyataan. Semua orang bisa menindaklanjuti, lebih sedikit yang bisa menuntaskan. Komitmenlah yang menjadi faktor pembeda.

Sharing Ps. Alvi – Keinginan saya untuk turun berat badan ke 78 kg—yang adalah bobot saya waktu menikah 14 tahun lalu—sudah ada di daftar resolusi saya selama bertahun-tahun lamanya. Anda merasakan yang sama? Bobot terberat saya adalah 104 kg, sebelum pandemi. Setelah turun 30 kg, sekarang tantangannya adalah bagaimana saya bisa mempertahankan atau bahkan terus menurunkan bobot saya sampai ke 65 kg.

Komitmen saya pun masih terus perlu berlanjut, karena adalah satu hal untuk mencapai sesuatu, namun untuk mempertahankannya juga tetap memerlukan komitmen. Kabar baiknya, Saudara, adalah, komitmen jadi semakin mudah seiring berjalannya waktu.

Di awal selalu sulit, seperti mengambil langkah iman. Karena antara harapan sama kenyataan itu jauh banget; antara yang ditulis di resolusi dan angka di timbangan, itu jauh banget. Komitmen di masa-masa sukar juga sulit! Apalagi kalau berat badan sedang mengalami plateau. Turun 1 ons—Turun 1 ons aja, kerasa kayak menunggu pandemi selesai.

Tapi, jika komitmen terus kita lakukan dalam jangka waktu yang panjang, ternyata terasa lebih mudah— bukan mudah loh ya—lebih mudah, pastinya, lebih alami rasanya, bahkan perlahan-lahan mulai bisa dinikmati.

Pertanyaannya sekarang adalah ini: apa yang membuat resolusinya menjadi kenyataan? Bahkan, kenyataan yang saya alami melampaui resolusi saya. Targetnya enggak berubah, tapi yang berubah adalah ini: disiplin; untuk melakukan hal-hal kecil setiap harinya.

Mulai dari mengubah asupan makan, asupan makanan, berolahraga, tidur berkualitas dan mengatur stres. Komitmen akan sangat terlihat dari disiplin yang kita terapkan dengan sengaja dan konsisten. Karena komitmen tanpa disiplin hanyalah angan-angan. Disiplin adalah akumulasi dari melakukan hal-hal kecil yang orang lain tidak lihat, yang justru menghasilkan hal-hal besar yang orang lain inginkan.

Disiplin kita tidak perlu ditentukan oleh perasaan kita di hari itu. Tapi, disiplin kita perlu ditentukan oleh apa yang ingin kita lihat di masa depan. Saudara, perlahan-lahan saya memfokuskan diri kepada disiplin-disiplin yang kecil, lebih daripada, ”Berat badan saya turun atau enggak?” Karena sehat—menjadi lebih sehat— atau turun berat badannya itu hanyalah akibat!

Saya perlu jatuh cinta kepada sebabnya. Yang tadinya sangat cinta sama daging sekarang jauh lebih cinta sama sayur dan buah-buahan. Yang tadinya malas olahraga, sekarang berolahraga enam sampai tujuh kali seminggu—yang sudah menjadi sebuah kesukaan. Yang tadinya tidur seenaknya, sekarang saya memperhatikan kuantitas dan kualitas istirahat saya. Yang tadinya stres—karena sepertinya banyak pekerjaan yang belum dilakukan—sekarang saya fokus kepada apa yang ada dalam kendali saya dan menyerahkan selebihnya kepada Tuhan.

Ada dua pertanyaan yang mudah-mudahan bisa membantu Saudara untuk mulai memikirkan dan bahkan menemukan disiplin yang perlu dilakukan, supaya semua yang Saudara rencanakan atau janjikan, [dapat] menjadi kenyataan. Dua pertanyaan ini sudah membantu saya, dan mudah-mudahan ini membantu saudara-saudara juga.

Yang pertama: Apa yang saya ingin versi lebih tua saya berterima kasih kepada versi lebih muda saya?

Kalau Tuhan mengizinkan,saya ingin Alvi di usia 90-an berterima kasih kepada Alvi di usia 40-an, karena sudah mengubah pola hidup sehatnya.

Pertanyaan kedua: Satu disiplin apa yang perlu mulai dilakukan yang akan membawa saya kepada perubahan atau terobosan yang saya inginkan?

Ketahuilah Saudara, bahwa satu disiplin kecil akan memimpin kepada disiplin yang lebih besar, lalu kepada disiplin-disiplin lainnya. Karena pada prinsipnya, kualitas akan keluar dari kuantitas. Saudara pun tidak perlu berjuang sendirian! Ingat, bahwa ada Pribadi Roh Kudus yang selalu akan memampukan untuk menjalani disiplin-disiplin tersebut.

Supporting Verse – For God did not give us a spirit of timidity or cowardice or fear, but [He has given us a spirit] of power and of love and of sound judgment and personal discipline [abilities that result in a calm, well-balanced mind and self-control]. 2 Timotius 1:7 (AMP)

Tuhan tidak memberikan “roh minder” yang membuat kita menjadi penakut,[terjemahan 2 Tim 1:7] tapi Dia sudah memberikan kepada kita, roh yang membuat kita punya kekuatan, kasih, pikiran jernih dan disiplin pribadi; kemampuan-kemampuan yang menghasilkan pikiran yang tenang, pikiran yang seimbang, serta penguasaan diri.

Namun walau demikian, tidak berarti kita akan selalu berhasil, Saudara; pasti ada jatuh bangun. Ingatlah bahwa gagal itu temporer tapi menyerah itu permanen. Andalkan dan izinkan Roh Kudus untuk mengajarkan Saudara dan menolong Saudara, dalam melakukan disiplin tersebut.

Supporting Verse – Tetapi, Penolong itu akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu, dan Ia akan mengingatkanmu tentang semua yang telah Kukatakan kepadamu. Penolong ini adalah Roh Kudus yang diutus Bapa dalam nama-Ku. Yohanes 14:26 (AMD)

Kalau ada kata “segala sesuatu” di sini, artinya hal apa pun yang saat ini Saudara sedang gumuli, Saudara sedang bangun, atau Saudara sedang pelajari, Roh Kudus bisa mengajarkan Saudara segala sesuatu. Itu sebabnya, Saudara bisa mengharapkan dorongan, impresi dari Roh Kudus, ketika membangun disiplin-disiplin kecil tersebut.

Ketiga, Hal yang kita butuhkan dalam membangun hidup yang berkomitmen atau sebuah komitmen yang kuat adalah faith to let God be God; Iman yang menjadikan Tuhan— yang membiarkan Tuhan—menjadi Tuhan.

Supporting Verse – Janganlah kita bosan melakukan hal yang benar, sebab kemudian kita akan menuai hasil yang penuh berkat, apabila kita tidak patah semangat dan tidak putus asa. Galatia 6:9 (FAYH)

Kata “benar” di sini berasal dari bahasa aslinya yaitu “kalos”,yang artinya baik, berguna, berharga, terhormat, indah atau unggul (excellent). Ayat ini sepertinya ingin berkata kepada kita bahwa kita hampir selalu tidak akan langsung melihat hasil-hasil dari hal-hal yang benar, hal-hal yang baik, berguna, berharga, terhormat, indah dan unggul yang kita lakukan setiap harinya.

 Di sinilah iman berperan! Perlu iman supaya enggak bosan. Perlu iman supaya enggak patah semangat. Dan perlu iman supaya tidak putus asa ketika kita melakukannya. Karena memegang komitmen itu tidak berarti kita bisa memprediksi, kapan komitmen kita akan membuahkan hasil, atau bahkan menentukan bagaimana hasil akhir dari komitmen kita.

Ada kalanya komitmen kita tidak membuahkan perubahan secepat atau sebaik yang kita inginkan. Tidak jarang, kita kehilangan motivasi, jadi kecewa, frustrasi atau bahkan mau menyerah. Iman kita menjadi kondisional, artinya mengikuti kondisi atau musim yang sedang dialami.

Itu sebabnya, Saudara, hanya mereka yang memiliki iman yang teguh kepada Tuhan yang bisa setia sampai kepada akhirnya. Dalam bahasa Inggris, kata “setia” dan kata “iman” memiliki kesamaan kata dasar yaitu “faith“; atau “faithful“, ada kata “faith” dalam kata “faithful” tersebut.

Supporting Verse – Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. 2 Timotius 4:7 (TB)

Amin, Saudara? Yesus sendiri perlu mengikuti kehendak Bapa-Nya. Dalam segala ketidakmengertian-Nya sebagai manusia, Yesus tetap memelihara iman-Nya, yaitu dengan menundukkan diri-Nya kepada kehendak Bapa.

Supporting Verse – Marilah kita selalu mengikuti teladan Yesus. Ia adalah pemimpin iman kita. Ia menyempurnakan iman kita. Ia telah menderita kematian di kayu salib, tetapi Ia menerima kehinaan salib itu seakan-akan bukan apa-apa. Ia melakukannya karena sukacita yang disediakan bagi-Nya. Dan sekarang Dia duduk di tempat yang paling terhormat di surga. Ibrani 12:2 (AMD) 

Waktu Saudara dan saya memfokuskan iman kepada teladan dari pada Tuhan Yesus, kita bisa mulai belajar untuk melepaskan kendali, dan menempatkan Tuhan sebagai Tuhan. Karena jujur, Saudara, tidak jarang kita menjadi transaksional dengan Tuhan, dengan berpikir, “Saya kan sudah melakukan hal-hal yang baik di mata Tuhan? Maka saya berhak untuk mengalami hal-hal yang baik juga, dari Tuhan!”

Namun kenyataannya tidak selalu demikian, bukan, Saudara? Pastor Andy Stanley menyampaikan sebuah hal—yang akan saya sampaikan dengan perspektif yang tepat sekali. Beliau katakan demikian, “Christians believe in a God who allowed the worst possible thing to happen to the best possible person.” Orang Kristen percaya kepada Tuhan yang mengizinkan hal yang terburuk terjadi kepada orang yang terbaik—yaitu Yesus Kristus.

Nah, bila Yesus Kristus saja perlu menyerah kepada kedaulatan Bapa-Nya, kita pun perlu mengikuti teladan-Nya. Ingatlah, Saudara, bahwa hasil akhir adalah bagian Tuhan. Bagian Saudara dan saya adalah untuk terus memegang komitmen.

Ada sebuah lagu yang saya pikir pas untuk membantu kita, mengingatkan kita,agar dapat menempatkan Tuhan sebagai Tuhan. Lagu ini judulnya “God is God” oleh Steven Curtis Chapman—salah satu penyanyi favorit saya. Di bagian chorus-nya katakan demikian,“God is God and I am not. I can only see a part of the picture He’s painting”. “Tuhan adalah Tuhan dan saya bukan Tuhan. Saya hanya bisa melihat sebagian dari lukisan yang sedang digambar-Nya.”

“God is God and I am man. So I will never understand it all, for only God is God”. “Tuhan adalah Tuhan dan saya manusia. Jadi saya tidak akan pernah bisa mengerti semuanya karena hanya Tuhan yang adalah Tuhan”. Dalam ketidakmengertian kita akan banyak hal yang terjadi terutama hari-hari ini, mari kita junjung tinggi komitmen kita kepada Tuhan dan kepada orang-orang terdekat yang Tuhan taruh dalam hidup kita.

P.S : Hi Friends! I need a favor, please do let me know if any of you know a freelance opportunity for a copywriter (content, social media, press release, company profile, etc). My email is vconly@gmail.com, Sharing is caring so any support is very much appreciated. Thanks much and God Bless!