JPCC Online Service (15 Agustus 2021)
Hai, Saudara semua yang di kasihi Tuhan, senang bisa menjumpai Saudara hari ini. Saya berharap Saudara dalam keadaan baik-baik saja, sehat, dan penuh dengan damai sejahtera. Tetapi jika ada di antara Saudara yang hari ini merasa dalam keadaan kurang baik, Saudara mungkin merasa realita begitu menghimpit Saudara, atau mungkin tantangan, permasalahan, beban hidup, begitu mengintimidasi Saudara. Percayalah, hari ini, jika Saudara membuka hati dan pikiran Saudara, maka Tuhan melalui firman-Nya akan mampu memberikan kelegaan.
Dua minggu lalu kita belajar dari Pastor Jeffrey bahwa tidak ada pencapaian yang besar tanpa komitmen. Dan minggu lalu, dari Pastor Alvi kita mendapatkan pesan bahwa hidup kita itu hanya akan sekuat komitmen yang kita pegang.
Hari ini saya akan melanjutkan, masih dalam tema “Start, Strive, and Repeat” atau “Commitment to Follow” atau “Komitmen untuk Mengikuti Yesus”. Sebelum saya lanjutkan, sambil Saudara persiapkan catatan Saudara, mari kita berdoa terlebih dahulu.
Sebentar lagi sebagai bangsa Indonesia, kita akan memperingati dan merayakan 76 tahun kemerdekaan negara kita tercinta. Kita memperingati perjuangan penuh komitmen dari para pahlawan bangsa, para pendahulu kita, mereka yang berkorban menumpahkan darah dan nyawa untuk kita, mereka yang tidak mementingkan dirinya sendiri, dan memikirkan kepentingan generasi yang akan datang, sehingga kita bisa menikmati kemerdekaan hari ini. Mereka yang tidak menyerah dalam penderitaan dan kesengsaraan akibat penjajahan.
Sharing Ps. Ary – Di momen seperti ini, saya teringat sebuah kisah yang diceritakan oleh salah seorang teman saya. Dia adalah cucu dari salah seorang veteran pejuang kemerdekaan. Ini adalah kisah tentang seorang anak remaja, berusia 13 atau 14 tahun pada waktu itu, sebut saja namanya Ary.
Nah, Ary ini memutuskan untuk mulai terlibat dalam perang gerilya, dengan mengikuti pemimpin pada saat itu yang bernama Jenderal Sudirman. Saya berharap, Saudara masih ingat siapa Jenderal Sudirman. Founding Father negara kita, Ir. Soekarno berkata, “Jasmerah” ”Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”; supaya kita tetap bisa mengingat, bahwa keberadaan kita hari ini adalah karena ada orang-orang yang lebih dulu berkorban untuk kita.
Suatu hari, Ary pulang ke rumah untuk mengambil pisau di dapur dan kemudian mempersiapkan sebilah bambu runcing. Dua senjata seadanya, dua senjata yang sangat sederhana yang akan digunakan oleh Ary bersama dengan pejuang kemerdekaan yang lain untuk melawan penjajah yang bersenjatakan senapan yang lebih modern.
Ary berpamitan kepada ibunya untuk mengikuti jejak ayahnya yang sudah berjuang terlebih dahulu. Dan bahkan beberapa hari sebelumnya, Ary mendapatkan kabar bahwa ayahnya ditemukan tewas di medan peperangan. Nah, pada waktu sebelum berangkat, dia meminta kesempatan untuk berdoa terlebih dahulu.
Tentu, Ibu dan teman-temannya yang menunggu di luar rumah, termasuk kakek dari teman saya tadi mengizinkan Ary dan mereka berharap dan percaya, bahwa Ary berdoa untuk meminta kemenangan di dalam perang tersebut. Adalah sesuatu yang wajar karena seorang anak remaja tidak punya pengalaman perang, kehilangan Ayahnya di medan perang, bermodalkan senjata seadanya, tanpa jaminan pulang dalam keadaan selamat, berkomitmen untuk mengikuti seorang pemimpin demi sebuah misi kemerdekaan sangat wajar tentunya, jika berdoa meminta kemenangan.
Apa yang menarik dari kisah ini adalah pada saat hati Ary tertambat pada seorang pribadi yang mengusung misi kemerdekaan, pemimpin yang dia percaya, maka di tengah segala keterbatasan dan ketidakpastian masa depannya, Ary bersedia berkomitmen untuk sebuah perjuangan yang konsekuensinya adalah penderitaan dan kesengsaraan.
Itulah mengapa khotbah hari ini saya berikan judul,“Hati yang Tertambat”. Pada saat menyelami kisah ini, saya teringat percakapan antara Petrus dengan Yesus. Saat Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya setelah hari kebangkitan-Nya. Ini adalah situasi yang amat sangat menarik. Mari kita pelajari Injil Yohanes.
Opening Verse – Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.” Yohanes 21:17-19 (TB)
Jika kita selidiki ayat ini dengan membayangkan kita ada di posisi Petrus di situasi saat itu, kita akan menemukan pertanyaan besar. Bagaimana Petrus bisa menerima undangan yang kedua dari Yesus, dan berkomitmen untuk mengikuti Dia kembali, jika dia tahu, bahwa pada akhirnya, dia akan masuk ke dalam penderitaan dan kesengsaraan. Dan bahkan dia diberi tahu, bahwa dia akan mati dalam penderitaan.
Mungkin Petrus berpikir, ”Undangan macam apa itu? Demi apa saya mesti berjuang, berkomitmen, untuk sebuah kegagalan? Untuk hasil akhir, yang sama sekali tidak termasuk dalam kategori happy ending?Untuk apa saya mengikuti pemimpin, yang bahkan memberitahukan bagaimana cara saya akan mati dalam penderitaan dan kesengsaraan
Jika Saudara pahami konteksnya, undangan untuk menggembalakan, dan undangan untuk “Ikut Aku”; untuk mengikut Yesus, itu bukan yang pertama kali diterima oleh Petrus. Karena sebelumnya, Petrus sudah melakukan apa yang diperintahkan atau diminta Yesus melalui undangan tersebut.
Petrus pada saat itu sedang dalam keadaan terpuruk. Dia ada di tengah rasa bersalah, akibat menyangkal Yesus tiga kali. Dia terintimidasi oleh kesalahannya. Dia diintimidasi oleh hatinya sendiri. Di satu titik, bisa jadi, Petrus saat itu mulai bangkit rasa percaya dirinya, waktu Yesus kembali mengundang dia, mempercayakan dia untuk menggembalakan domba-dombanya.
Nah, di saat itu, di saat dia sedang membangun rasa percaya dirinya, eh, langsung diberi tahu akibat apa yang akan dia akan dialami, jika dia kemudian menggembalakan domba-domba Kristus, dan mengikut Yesus, di dalam kehidupannya. Dia langsung diberi tahu akibat yang akan dialami, yaitu cara mati dengan menderita. Apakah ini sesuatu yang masuk akal?
Hari-hari ini mungkin, Saudara ada di antara keadaan di mana seperti apa yang dialami oleh Petrus. Bahkan mungkin ada di antara Saudara yang sedang mengalami penderitaan dan kesengsaraan yang luar biasa. Saudara mulai skeptis dengan komitmen untuk tetap mengikuti Yesus, atau bahkan Saudara mulai mempertanyakan :
- Untuk apa saya ngotot berdoa dan berusaha?
- Untuk apa saya berjuang, berkomitmen untuk mengikuti Yesus, jika hal tersebut tidak mengubah keadaan saya?Bahkan membawa saya ke dalam penderitaan dan kesengsaraan yang lebih hebat?
- Untuk apa saya berjuang?
- Untuk apa saya berkomitmen?
Mari kita selidiki lebih dalam ayat-ayat yang kita baca tadi. Di situ terdapat beberapa kosa kata yang penting untuk kita pahami.
- Yang pertama adalah kata “mengasihi“. “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan Petrus menjawab, “Benar Tuhan, aku mengasihi Engkau.” Mengasihi (love).
- Yang kedua, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”Jika Saudara mengerti latar belakang Petrus yang sebelumnya adalah seorang penjala ikan, lalu bertemu dengan Yesus, diundang, diajak untuk ikut Yesus menjadi penjala manusia. Petrus kemudian menggembalakan umat Tuhan. Petrus kemudian melayani bersama-sama dengan Yesus, memimpin bersama-sama dengan Yesus, memuridkan bersama-sama dengan Yesus. Lalu kemudian dia jatuh dalam dosa penyangkalan—menyangkal Yesus tiga kali. Dan kemudian dia kembali ke masa lalunya; dia kembali lagi menjadi penjala ikan. Petrus mengalami krisis identitas. Pada saat Yesus kemudian berkata kepada dia,“Gembalakanlah domba domba-Ku”, itulah yang disebut dengan reconciliation atau pemulihan, rekonsiliasi. Petrus dikembalikan kepada identitas yang seharusnya,yaitu penjala manusia.
- Yang ketiga, “mengulurkan tangan“. Ini tentu saja bicara soal komitmen. Bahkan mengulurkan tangan ke tempat yang tidak dikehendaki, ke tempat di mana ada penderitaan dan kesengsaraan. Komitmen!
- Yang keempat, “akan mati dan memuliakan Allah“. Ini bicara soal purpose, tujuan, alasan di dalam mengikut Yesus.
- Dan yang kelima, ”Ikutlah Aku.” Ini adalah invitation, undangan atau di dalam kasus Petrus ini adalah re-invitation, undangan yang kedua, yang diterima oleh Petrus untuk mengikuti Yesus.
Dengan demikian, kasih Tuhan memungkinkan terjadinya rekonsiliasi. Rekonsiliasi mengawali komitmen. Komitmen mengantarkan kepada pencapaian tujuan. Dan itu semua adalah makna dan peristiwa yang terjadi dalam undangan Yesus kepada kita yang begitu dikasihi-Nya. Untuk mengikuti Dia. Kasih, rekonsiliasi atau pemulihan, komitmen, tujuan. Dan setelah Petrus memahami itu, mengerti itu semua, maka Yesus kembali berkata, ”Ikutlah Aku, karena kamu tahu, konsekuensinya untuk mengikut Aku.”
Saat itulah Petrus mengalami rekonsiliasi, dipulihkan dari intimidasi penyangkalannya, dan hatinya kembali tertambat kepada Yesus, maka komitmen untuk mengikut Yesus menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya.
Frasa “mengulurkan tanganmu”, apalagi mengulurkan tangan ke tempat yang tidak dikehendaki, merupakan simbol komitmen yang tetap diperjuangkan oleh Petrus di tengah situasi yang bahkan terlihat tidak menguntungkan untuk masa depannya. Dengan demikian, pemulihan bukanlah akibat dari komitmen. Komitmen tidak membawa pemulihan! Kita dipulihkan terlebih dahulu, maka kita kemudian dimampukan untuk kita bisa berkomitmen.
Perhatikan baik-baik, Saudara. Pemulihan dalam kehidupan Saudara dan saya, mengerti identitas kita di mata Tuhan, mengerti siapa Tuhan di dalam kehidupan kita, maka itu semua yang memampukan kita untuk mulai berkomitmen.
Dengan kata lain, ada beberapa kondisi yang terjadi dalam mengikuti Yesus, jika hati kita benar-benar tertambat kepada-Nya.
- Yang pertama, saat hati tertambat, maka tangan untuk berbuat tidak terhambat. Makanya, mengulurkan tangan bahkan ke tempat yang tidak dikehendaki.
- Yang kedua, saat hati tertambat, maka hasrat untuk berjuang semakin kuat.
- Dan yang ketiga, saat hati tertambat maka tekad untuk mencapai tujuan tetap bulat.
Saudara, di tengah realita apa pun yang sedang terjadi dalam kehidupan Saudara, memahami siapa Yesus dalam kehidupan kita adalah hal yang sangat penting. Tetapi meyakini bagaimana Dia begitu mengasihi kita, meyakini bagaimana Dia ikut menderita dengan kita, menangis bersama dengan kita, menjerit bersama-sama dengan kita, ada di dalam setiap persoalan kita, tantangan kehidupan kita, meyakini kuasa perbuatan-Nya, meyakini bahwa firman dan janji-Nya adalah, ya dan amin, meyakini bahwa Dia adalah satu-satunya Juru selamat dalam kehidupan kita yang tidak akan pernah mengecewakan kita, dan sanggup menopang kita untuk sampai tidak jatuh tergeletak di dalam kehidupan kita, merupakan level atau cara pandang yang berbeda, yang perlu dan layak terus kita perjuangkan.
Kenapa demikian? Karena pemahaman akan membangun pengertian, tetapi hanya keyakinanlah yang akan melahirkan tindakan. Paham dan yakin, mengerti siapa Yesus, di dalam kehidupan kita, siapa Dia, yang layak untuk kita ikuti, yang akan melahirkan tindakan mengulurkan tangan untuk bahkan dibawa ke tempat yang tidak kita kehendaki.
Nah, banyak orang tahu, paham siapa Yesus, tetapi tidak semua tertarik untuk melakukan firman-Nya. Tidak semua tertarik untuk mengikuti Dia. Kenapa?Karena tidak yakin, skeptis tentang kasih-Nya yang sedemikian besar dalam kehidupan kita. Skeptis tentang janji-Nya yang tidak akan pernah mengecewakan.
Tangan terulur, bahkan untuk menuju ke tempat yang tidak kita kehendaki saat hati tertambat karena iman, karena keyakinan kita terhadap siapa Pribadi yang sudah lebih dulu memperjuangkan komitmen-Nya dan membuktikannya kepada kita melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, yang memberikan kemerdekaan kepada kita untuk menerima undangan keselamatan dan masuk dalam perjalanan kehidupan yang tidak selalu mulus tetapi menakjubkan, bersama dengan Tuhan.
Karena Dia yang telah mengundang Saudara dan saya, adalah Dia yang membuktikan komitmen-Nya,dan sampai hari ini, di setiap musim apa pun kehidupan kita, Dia membuktikan penyertaan-Nya. Pada saat kita menangis, Dia ikut menangis bersama dengan kita. Pada saat kita sedang menderita, Dia ikut menderita bersama dengan kita.
Bahkan dia sudah membuktikan penderitaan-Nya terlebih dahulu, untuk memberikan kemerdekaan kepada kita. Dia adalah Tuhan yang sanggup memulihkan kehidupan Saudara. Amin, Saudara? Yesus bukanlah sekadar seorang pemimpin yang merepresentasikan misi kemerdekaan. Tetapi Dia adalah manifestasi kemerdekaan itu sendiri. Komitmen-Nya untuk berkorban bagi kita dipenuhi tanpa cela, dan kebangkitan-Nya memberikan undangan bagi setiap umat manusia, untuk menerima kemerdekaan yang sejati.
Dengan demikian, kalimat “akan mati dan memuliakan Allah” di Yohanes 21:19, membawa kita kepada pengertian: bahwa jika fokus Petrus hanya pada frasa “akan mati”, apalagi mati dalam keadaan menderita, dibawa ke tempat atau keadaan yang tidak dia kehendaki, maka mustahil Petrus tetap mampu memperjuangkan komitmennya untuk mengikuti Yesus.
Tetapi pada saat fokus Petrus diarahkan kepada tujuan memuliakan Allah, maka dia mengerti bahwa penderitaan dan kematiannya akan menjadi alat kesaksian untuk memuliakan Allah. Kegagalan dan apa yang seolah terlihat sebagai sebuah kekalahan, dalam kehidupan Saudara dan saya, akan menjadi alat terbaik untuk memuliakan Allah.
Saat dunia melihat bagaimana kita memperjuangkan komitmen untuk tetap mengikuti Kristus di musim apa pun dalam kehidupan kita, badai boleh datang, penderitaan dan kesengsaraan boleh menyerang, “Tetapi aku akan tetap berdiri teguh”— stand firm—karena aku meyakini siapa Dia; siapa Tuhan yang mengasihiku, dan berjalan bersamaku.
Oleh karena itu, hatiku pun akan selalu tertambat kepada-Nya. Nah, setelah Saudara memahami ini semua, bagaimana aplikasinya dalam kehidupan? Sikap apa yang perlu terus kita perjuangkan, sebagai wujud komitmen dalam mengikuti Yesus?
Ada tiga sikap yang ingin saya bagikan kepada Saudara.
1. Yang pertama adalah sikap bertanya, bukan mempertanyakan.
Contoh sikap bertanya, ”Tuhan, kapan saya akan pulih?” Sedangkan sikap mempertanyakan, ”Tuhan, mengapa ini terjadi padaku? Why me? Kenapa harus saya yang mengalaminya?” Saudara bisa melihat perbedaannya,antara sikap bertanya dan sikap mempertanyakan?
Supporting Verse – Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Pengkhotbah 3:11 (TB)
Ayat ini mengajarkan kepada kita semua, bahwa sikap tidak mempertanyakan akan membawa kita untuk tidak fokus pada penderitaan, tetapi fokus pada sikap merespons penderitaan tersebut dengan benar.
Seringkali ayat ini dipahami secara kurang tepat, untuk menggambarkan bahwa keadaan menderita bukanlah sesuatu yang indah. Barulah kemudian saat penderitaan itu lewat maka kemudian menjadi waktu yang indah. Makanya salah satunya sering dikutip untuk menyemangati atau memberikan nasehat yang terlihat baik kepada seseorang yang belum mendapatkan pasangan.
Seringkali nasihat yang diberikan seperti ini: “Saya mengerti, bahwa saat ini kamu belum mendapatkan pasangan. Itu adalah waktu yang tidak indah, waktu menunggu, waktu menderita. Tapi percayalah, bahwa nanti, pada saat Tuhan memberikan pasangan yang tepat, di saat yang tepat, maka waktu itu menjadi indah!”
Kelihatan seperti sesuatu yang baik, Saudara. Tetapi, bukan itu maksudnya! Karena ayat pertama dari kitab Pengkhotbah 3 ini berkata demikian,
Supporting Verse – Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Lalu, ayat kedua dan seterusnya, menjabarkan situasi yang paradoksial.Seperti: ada waktu untuk lahir ada waktu untuk mati. Ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut apa yang ditanam, dan seterusnya.Pengkhotbah 3:1-2 (TB)
He has made everything appropriate in its time. Ecclesiastes 3:11a (New American Standard Bible)
Kata “indah” di situ, diterjemahkan sebagai appropriate (kesesuaian). Dalam bahasa aslinya, kata “indah” atau “appropriate”, berasal dari kata “yapheh” yang berarti “fair” atau “beautiful“; keindahan karena kesesuaian.
Akhiran “-nya” pada kata “waktunya”, dan–atau pada frasa “its time“, jika kita ganti dengan kata “lahir”atau sebaliknya dengan kata “mati” atau kata “menderita”, atau sebaliknya kata “sejahtera”; berarti jika kita bisa menyesuaikan diri dengan setiap keadaan tersebut, apa pun waktunya akan menjadi waktu yang indah. Waktu mati akan menjadi indah. Waktu menderita menjadi indah. Waktu berduka pun menjadi indah.
Karena untuk segala sesuatu ada waktunya, dan pada waktu itu, bersama dengan Tuhan, maka waktu itu menjadi waktu yang indah, karena kita bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada.
2. Yang kedua, sikap yang kedua, berhitung bukan hitung-hitungan.
Contoh sikap berhitung: “Saya berjuang karena saya melihat harapan untuk pulih!” Sikap hitung-hitungan: “Saya sudah berjuang sedemikian rupa, seharusnya hasilnya…Kalau tidak….”.
Saudara bisa melihat perbedaannya? Saudara masih ingat kisah Ary yang katanya berdoa meminta kemenangan, ternyata setelah dikonfirmasi, bukan itu yang dia doakan, Apa yang Ary doakan adalah, “Bapa, saya akan berkomitmen ngotot untuk berjuang, karena saya melihat harapan untuk menang! Tetapi jika tidak terjadi seperti yang saya harapkan, berikan saya kebesaran hati untuk menerima kekalahan bukan sebagai kegagalan, tetapi kisah kemenangan sebuah keyakinan dan komitmen”. Sesuatu yang sangat luar biasa.
3. Sikap yang ketiga, berserah bukan menyerah.
Contoh sikap berserah: ”Apa pun yang terjadi, saya akan tetap ngotot, berdoa dan berupaya, meminta apa yang saya harapkan. Tetapi jika hasilnya tidak seperti yang saya mau, hatiku akan tetap tertambat kepada-Mu.” Sedangkan contoh sikap menyerah:“Karena keadaan saya tidak berubah secepat, seperti yang saya harapkan, maka saya putuskan untuk berhenti berdoa dan berupaya. Saya putuskan berhenti untuk mengikut Yesus.”
Saya berharap, Saudara semua, tidak sekadar menerima pengajaran ini sebagai pengetahuan saja, tetapi mampu menolong Saudara untuk menderita dengan benar dan tetap berkomitmen untuk mengikuti Kristus di setiap musim apa pun kehidupan Saudara, karena hati kita tertambat kepada-Nya.
Jadi ada tiga sikap yang perlu kita latih untuk memperjuangkan komitmen kita dalam mengikuti Yesus.
- Yang pertama, bertanya bukan mempertanyakan.
- Yang kedua, berhitung bukan hitung-hitungan.
- Yang ketiga, berserah bukan menyerah.
Dan untuk mengakhiri pelajaran hari ini, saya mengajak Saudara semua, di mana pun Saudara berada dan apa pun keadaan Saudara, untuk mengucapkan doa Tuhan Yesus di malam sebelum Dia mengalami penderitaan hebat dan kesengsaraan yang luar biasa. Kita ucapkan berdasarkan Matius 26:39 dalam Terjemahan Sederhana Indonesia (TSI).
Closing Verse – Dia pun pergi sedikit lebih jauh dari mereka, lalu sujud dan berdoa. Kata-Nya, “Ya Bapa-Ku, kalau bisa, jangan biarkan Aku menjalani penderitaan ini! Tetapi janganlah terjadi seperti yang Aku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Matius 26:39 dalam Terjemahan Sederhana Indonesia (TSI).
Mari kita berdoa.“Ya Bapa-Ku, kalau bisa,jangan biarkan aku menjalani penderitaan ini! Tetapi janganlah terjadi seperti yang Aku kehendaki,melainkan jadilah seperti yang Engkau kehendaki.”Amin, amin, dan amin. Semoga Saudara diberkati sepanjang minggu ini. Jaga diri dan tetap sehat.
P.S : Hi Friends! I need a favor in terms of a freelancing job opportunity, please do let me know if any of you know a freelance opportunity for a copywriter (content, social media, press release, company profile, etc). My email is vconly@gmail.com, Sharing is caring so any support is very much appreciated. Thanks much and God Bless!