JPCC Online Service (1 Agustus 2021)
Salam damai sejahtera untuk kalian semua yang di JPCC, dan juga semua yang mengikuti ibadah online ini, di mana pun Saudara berada. Tanpa terasa, kita sudah memasuki bulan Agustus, sementara pandemi ini masih belum juga berakhir. Diperlukan kerjasama kita semua untuk memerangi penyebaran virus corona ini. Tentunya, dengan disiplin menjaga protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi, khususnya buat yang belum divaksin. Selain itu, kita perlu untuk saling tolong-menolong, saling memperhatikan dan saling mendoakan.
Terutama buat teman-teman kita yang terpapar virus yang sekarang ini sedang melakukan isolasi mandiri, atau yang berada di rumah sakit. Dan juga teman-teman kita yang terkena dampak langsung dari pandemi ini, baik mereka yang kehilangan pekerjaan, kehilangan bisnis, dan kehilangan anggota keluarga yang tercinta.
Opening Verse – Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. Amsal 17:17 (TB)
Hari-hari ini kita juga perlu memperbesar empati, turut merasakan apa yang sedang diderita oleh orang lain sehingga kita dapat merespons dengan benar. Karena respons yang benar akan meringankan beban mereka, dan juga memberikan semangat untuk tidak menyerah, sehingga mereka tetap dapat menatap masa depan.
Mari kita menjadi kepanjangan tangan Tuhan dengan memberikan kasih dan perhatian pada waktunya. Jangan lupa, buat para wanita yang di JPCC, bahwa JPCC akan mengadakan Treasures Women’s Conference secara virtual pada tanggal 3 dan 4 September. Sebenarnya ini terbuka untuk semua wanita dan merupakan kesempatan yang baik, buat kalian semua diperlengkapi dengan kebenaran firman Tuhan. Buat yang belum mendaftar, segeralah mendaftarkan diri kalian di treasuresconference.com (website).
Di bulan ini, kita akan membahas tema yang baru yaitu tentang “KOMITMEN“, khususnya komitmen dalam mengikut Yesus. Dua minggu yang lalu, Pastor Sidney Mohede mengatakan, “Banyak orang yang hanya percaya Yesus tapi mereka tidak mau mengikut Yesus”. Kemudian minggu lalu, kita mendengarkan Pastor Kenny Goh mengatakan,“Tahu kebenaran bukan berarti mau melakukan kebenaran”.
Nah, benar apa yang mereka katakan! Sebab diperlukan yang namanya komitmen untuk mengikut Yesus, dan diperlukan komitmen untuk melakukan kebenaran yang kita sudah ketahui. Komitmen adalah karakteristik dari orang-orang yang mempunyai keteguhan hati, untuk mencapai apa yang dia mau inginkan.
Orang yang mempunyai komitmen, bersedia memberikan waktu dan energinya untuk sesuatu yang mereka yakini. Orang yang berkomitmen, tidak melakukan pekerjaannya setengah-setengah. Saya sudah pernah menceritakan hal ini sebelumnya, tetapi tidak ada salahnya saya ulangi lagi karena pengalaman saya ini memberikan ilustrasi yang baik tentang sebuah komitmen.
Sharing Ps. Jeffrey – Beberapa tahun yang lalu, kami sekeluarga mendapat kesempatan untuk berlibur ke Jepang, dan mengunjungi Universal Studio yang berada di Osaka. Singkat cerita, Sheryl, anak saya yang perempuan, ingin sekali untuk naik wahana roller coaster, yang namanya “Hollywood Dream”, dan saya pergi untuk menemani dia.
Tidak sempat memperhatikan bagaimana bentuknya, karena banyaknya orang yang mau naik, maka saya dan Sheryl langsung mengantri. Setelah hampir satu jam mengantri di dalam gedung, akhirnya kita sampai juga di luar untuk menunggu giliran. Dan baru pada saat itu, kita bisa melihat bagaimana bentuk roller coaster itu sesungguhnya.
Karena lumayan ngeri, ya, bentuknya, maka saya bertanya kepada anak saya: “Apa masih mau naik?” Dia bilang, “Ya! Kan kita sudah mengantri sekian lama, masa kita batalkan?” Sebetulnya saya berharap, dia katakan “tidak”. Tapi sekarang, saya masih mencoba untuk katakan kepada dia, “Kalau mau mundur, masih bisa loh sekarang! Tapi kalau kita sudah duduk dan dipasang seat belt (sabuk pengaman), tidak ada lagi kata mundur!”
Karena dia tetap teguh pada pendiriannya, akhirnya kita duduk dengan seat belt terkunci rapat, dan kereta mulai jalan pelan-pelan, panjang naik ke atas, untuk kemudian meluncur ke bawah dengan kecepatan yang sangat tinggi, dan berputar-putar beberapa kali. Pada saat itu, kita sudah tidak bisa mundur lagi. Apa pun yang kita rasakan, mau tidak mau kita harus tetap duduk sampai kereta itu berhenti. Mau takut, mau teriak, mau nangis, mau tertawa, tidak ada jalan lain kecuali meneruskan perjalanan. Itulah contoh sederhana dari sebuah komitmen.
Itu sebabnya harus dipikirkan baik-baik, sebelum mengambil keputusan untuk membuat suatu komitmen. Sebab memegang komitmen bukanlah hal yang mudah. Memiliki komitmen berarti memiliki tekad yang bulat, tidak setengah hati. Komitmen adalah dasar dari sebuah pencapaian yang berarti. You cannot achieve greatness without commitment.
Tidak ada perkara yang hebat dapat seseorang lakukan, kalau dia tidak mempunyai sebuah komitmen. Pencapaian yang tinggi memerlukan komitmen yang tinggi juga. Pernikahan adalah salah satu bentuk dari sebuah komitmen. Kita tidak bisa mundur darinya. Pernikahan bukanlah tiket pergi pulang, tetapi merupakan tiket satu kali jalan.
Supporting Verse – Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Kejadian 2:24 (TB)
Kata “bersatu” di sini, diambil dari kata “dabaq” yang artinya melekat, menempel, memegang erat; dan itulah yang namanya komitmen. Bayangkan kita berjanji kepada suami atau istri kita, di hadapan Tuhan, dan di hadapan keluarga kita masing-masing untuk membangun rumah tangga bersama-sama. Dalam keadaan senang maupun susah, kaya maupun miskin, sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan kita. Dan Tuhan menganggap serius janji yang kita ucapkan di hadapan-Nya.
Itu sebabnya, komitmen kita harus lebih besar daripada perasaan kita. Sekali komitmen sudah diambil, tidak peduli apa yang dirasakan, apakah masih ada rasa cinta atau tidak, komitmen harus tetap dipegang! Ada yang pernah mengatakan kepada saya seperti ini, “Tetapi saya sudah tidak terasa apa-apa lagi! Hati saya sudah tawar terhadap istri saya.”
Nah, ini sebenarnya adalah bukti kalau dia tidak mengerti yang namanya komitmen. Karena menikah bukan soal perasaan. Perasaan kita bisa ups and downs, tetapi kalau kita komit, kita tetap pulang ke rumah, apapun yang kita rasakan. Kalau kita komit, kita akan mengerjakan pekerjaan rumah kita. Sebenarnya yang hilang bukan cinta, tetapi yang hilang lebih dahulu adalah komitmen. Karena komitmen hilang, maka cinta juga hilang. Tetapi, kalau kita erat memegang komitmen maka kita bisa menemukan cinta kembali.
Untuk dapat memegang komitmen kita perlu yang namanya fokus, dan untuk bisa fokus maka kita harus menyingkirkan pilihan-pilihan yang lain, seberapa baiknya pilihan tersebut. Kita tidak dapat fokus kalau kita masih membuka kesempatan untuk yang lainnya. Banyak orang tidak berani membuat komitmen karena mereka masih membuka kesempatan buat yang lain.
Hal ini benar untuk pernikahan, untuk pekerjaan, untuk bisnis dan juga untuk pelayanan. Kita tidak dapat memegang komitmen kalau sedikit-sedikit kita mau menyerah. Sedikit-sedikit kita berkata “Cerai saja!”Atau sedikit-sedikit mau pindah kerja. Atau sedikit-dikit bilang bosan. Seolah-olah pasangan kita atau gereja atau perusahaan tempat kita bekerja, harus terus entertain dab mengikuti kemauan kita.
Ingat, sebuah hubungan yang baik itu selalu terjadi dua arah. Ada give and take (memberi dan menerima) termasuk hubungan kita dengan Tuhan. Sebuah hubungan tidak akan bertahan lama kalau hanya terjadi satu arah saja. Kita tidak dapat terus menuntut diberikan yang terbaik, sementara kita tidak pernah memberikan yang terbaik. Kalau kita mau menuntut yang terbaik, maka kita harus juga pastikan bahwa kita sudah memberikan yang terbaik.
Hari-hari ini saya dapati banyak orang, terutama anak-anak muda yang ingin tahu, apa sih tujuan hidupnya. Dan mereka ingin tahu tentang kehendak Tuhan; FOMO istilahnya, fear of missing out (takut untuk ketinggalan). Namun masalahnya, kalaupun mereka tahu apa tujuan hidupnya, tanpa komitmen yang besar mereka tidak akan dapat mencapainya.
Karena dalam menjalani tujuan hidup pasti mereka akan bertemu dengan kesulitan, bertemu dengan kebosanan dan akan ada tekanan. Bahkan, bisa jadi, bertemu dengan kegagalan. Dan komitmen mereka justru diuji pada saat mereka bertemu dengan kesulitan-kesulitan tersebut.
Supporting Verse – Sebab tujuh kali orang benar jatuh, tetapi ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana. Amsal 24:16 (TB)
Jadi, orang benar, bukan orang yang tidak pernah jatuh atau tidak pernah gagal. Itu sebabnya, jangan cepat menghakimi orang yang jatuh atau gagal. Tetapi, orang benar adalah orang yang tidak pernah menyerah. Mereka tetap bertahan di masa sulit; tetap percaya bahwa meskipun keadaan tidak seperti yang mereka harapkan, mereka berusaha untuk bangkit kembali.
Banyak sekali cerita-cerita yang kita bisa dapatkan tentang comeback story; bagaimana seorang yang sudah jatuh atau gagal atau mengalami kebangkrutan, atau menderita cedera berat, namun bangkit kembali, untuk mencoba lagi, dan pada akhirnya mereka berhasil dan menang. Namun semuanya itu tidak mungkin terjadi tanpa adanya komitmen untuk tidak menyerah.
Orang yang berkomitmen, memegang atau menepati apa yang dia katakan, atau apa yang dia janjikan. Belajar memegang janji berarti belajar untuk berkomitmen. Tingkat komitmen seseorang menunjukkan tingkat kedewasaan orang tersebut.
Tahukah kalian bahwa komitmen juga memberikan ketenangan. Contohnya komitmen seorang suami untuk mempertahankan pernikahannya atau untuk tetap setia, akan memberikan ketenangan kepada istri dan anak-anaknya. Komitmen dari sebuah perusahaan; apakah itu sebuah bank atau asuransi atau rumah sakit, dan lain-lain, akan memberikan ketenangan kepada nasabah atau pasien mereka. Ketenangan itu mahal harganya.
Jadi kalau seseorang mendapatkan ketenangan yang diperlukan, maka percayanya juga akan semakin besar. Sebelum kita berhasil dalam memegang komitmen yang besar, kita harus belajar dulu memegang komitmen-komitmen yang kecil. Sebab kalau memegang komitmen yang kecil saja tidak bisa, bagaimana bisa memegang komitmen yang besar? Jadi belajarlah untuk mengambil komitmen-komitmen kecil dan kerjakan sampai berhasil.
Contohnya, komitmen untuk bangun lebih pagi. Komitmen untuk membaca Alkitab setiap hari, atau komitmen untuk mengikuti ibadah online setiap minggu, dan lain sebagainya. Ketahuilah bahwa komitmen akan memberikan keuntungan kepada kita pada waktunya. Komitmen juga akan membuka pintu yang tadinya kita pikir tidak mungkin terbuka.
Nah, sekarang mari kita lihat kisah yang menarik tentang sebuah komitmen,dari Perjanjian Lama yang terambil dari kitab Rut, pasalnya yang pertama lebih dahulu kita baca, dari ayat yang pertama sampai ayat yang kelima.
Supporting Verse – Pada zaman dahulu sebelum Israel mempunyai seorang raja, negeri Kanaan tertimpa bencana kelaparan. Pada waktu itu ada seorang laki-laki bernama Elimelekh. Ia dari kaum Efrata, dan tinggal di Betlehem di wilayah Yehuda. Karena bencana kelaparan itu, maka ia pergi ke negeri Moab bersama istrinya, Naomi, dan kedua anaknya yang laki-laki: Mahlon dan Kilyon. Lalu mereka tinggal di sana. Ketika mereka masih di sana, Elimelekh meninggal. Maka tinggallah Naomi bersama kedua anaknya. Rut 1:1-3 (BIS)
Pada zaman itu, para wanita sangat menggantungkan hidupnya kepada suami mereka untuk mencari nafkah. Mereka tidak memiliki kesempatan yang besar untuk meniti karir seperti para wanita di zaman sekarang ini. Elimelekh membawa keluarganya ke negeri asing, yaitu ke tanah Moab, tujuannya untuk menghindari bencana kelaparan yang sedang terjadi di negerinya sendiri. Namun, apa yang terjadi? Elimelekh kemudian meninggal dunia di sana. Berarti Naomi, istrinya, sekarang, harus mengandalkan kedua anak laki-lakinya untuk mencari nafkah di negeri orang. Kemudian ayat yang keempat katakan.
Supporting Verse – Kedua anaknya itu menikah dengan gadis-gadis Moab, yang bernama Orpa dan Rut. Sepuluh tahun kemudian, kedua anak lelaki Naomi itu, meninggal pula, sehingga Naomi kehilangan baik suaminya maupun kedua anaknya. Rut 1:4-5 (BIS)
Nah, bisakah kalian semua bayangkan, tetapa sulitnya keadaan Naomi pada saat itu. Tidak ada lagi laki-laki dalam keluarganya yang dapat mencari nafkah dan men-support dia dan dua orang menantunya yang bernama Orpa dan Ruth. Kemudian kita baca kisah ini dari ayat lain.
Supporting Verse – Beberapa waktu kemudian Naomi mendengar bahwa TUHAN telah memberkati umat Israel dengan hasil panen yang baik. Karena itu Naomi dengan kedua menantunya berkemas untuk meninggalkan Moab. Mereka berangkat bersama-sama pulang ke Yehuda. Di tengah jalan Naomi berkata kepada kedua menantunya itu, “Kalian pulang saja ke rumah ibumu. Semoga TUHAN baik terhadap kalian seperti kalian pun baik terhadap saya dan terhadap mereka yang telah meninggal itu. Semoga TUHAN berkenan memberikan jodoh kepada kalian supaya kalian berumah tangga lagi.” Setelah mengatakan demikian, Naomi pamit kepada mereka dan mencium mereka. Tetapi Orpa dan Rut menangis keras-keras, dan berkata kepada Naomi, “Tidak, Bu! Kami ikut bersama Ibu pergi kepada bangsa Ibu.” Rut 1:6-10 (BIS)
Nah, di sini kita dapati Naomi memberikan kesempatan kepada kedua menantunya, untuk kembali pulang ke rumah orang tua mereka masing-masing, untuk mengejar mimpi mereka membangun rumah tangga. Sebab mereka masih muda! Namun keduanya, Orpa dan Rut, menolak untuk meninggalkan Naomi. Mari kita baca ayat berikutnya.
Supporting Verse – “Jangan, nak!” jawab Naomi, “kalian lebih baik pulang. Untuk apa kalian ikut dengan saya? Bukankah saya tak bisa lagi melahirkan anak untuk menjadi suamimu? Pulanglah, nak, sebab saya sudah terlalu tua untuk menikah lagi. Dan seandainya masih ada juga harapan bagi saya untuk menikah malam ini juga dan mendapat anak laki-laki, apakah kalian mau menunggu sampai mereka besar? Masakan karena hal itu kalian tidak menikah dengan orang lain? Tidak, anakku, janganlah begitu! Saya merasa sedih akan apa yang kalian harus alami karena hukuman TUHAN kepada saya.” Rut dan Orpa menangis lagi keras-keras kemudian Orpa pamit sambil mencium ibu mertuanya lalu ia pun pulang. Tetapi Rut tidak mau berpisah dari ibu mertuanya itu. Berkatalah Naomi kepadanya, “Rut, lihatlah! Iparmu sudah pulang kepada bangsanya dan kepada dewa-dewanya. Pergilah kau juga, nak, ikutilah dia pulang!” Tetapi Rut menjawab, “Ibu, janganlah Ibu menyuruh saya pulang dan meninggalkan Ibu! Saya mau ikut bersama Ibu. Ke mana pun Ibu pergi, ke situlah saya pergi. Di mana pun Ibu tinggal, di situ juga saya mau tinggal Bangsa Ibu, itu bangsa saya. Allah yang Ibu sembah, akan saya sembah juga. Di mana pun Ibu meninggal, di situ juga saya mau meninggal dan dikuburkan. TUHAN kiranya menghukum saya seberat-beratnya, jika saya mau berpisah dari Ibu, kecuali kematian memisahkan kita!” Rut 1:11-17 (BIS)
Waw! Setelah Naomi menjelaskan kepada kedua menantunya bahwa tidak ada keuntungannya lagi yang mereka bisa dapatkan dari mengikuti Naomi, maka Orpa menangis dan segera pamit dan meninggalkan mertuanya. Tetapi Rut, tetap tidak mau berpisah dengan Naomi. Nah, kembali kita menemukan di sini, kata “dabaq” yang artinya melekat tadi, menempel, pegang erat.
Sebuah kata yang menggambarkan kesetiaan dan pengabdian. Apa yang dilakukan Rut terhadap Naomi menggambarkan sebuah komitmen yang luar biasa. Padahal Rut mempunyai pilihan untuk pergi meninggalkan Naomi, dan menjauh dari mertuanya yang malang hidupnya ini, dan Naomi pun memberikan pilihan itu kepada Rut. Karena Naomi tahu sebagai wanita muda asing di tanah Israel dan sebagai seorang janda, tentu tidaklah mudah buat Rut, kalau Rut ikut dia. Tetapi Rut menutup kemungkinan itu; kemungkinan dia kembali ke tanah nya sendiri atau menetap di bangsanya sendiri.
Dia memilih untuk “dabaq“, untuk melekat, untuk memegang komitmennya. Apa pun yang akan terjadi dia tidak akan meninggalkan Naomi. Ruth katakan, “Ke mana pun Ibu pergi, ke situlah aku pergi!Di mana pun ibu tinggal, di situ juga saya mau tinggal. Bangsa ibu itu, bangsa saya. Allah yang Ibu sembah, akan saya sembah juga. Di mana pun Ibu meninggal, di situ juga saya mau meninggal dan dikuburkan.”
Satu komitmen yang luar biasa! Rut tidak hanya mau menjadi anggota keluarga Naomi, pada saat keadaan baik saja, tetapi dia juga tetap ikut, pada saat keadaan kurang baik; itulah yang dinamakan komitmen.
Ketika sampai di Betlehem, Rut minta izin Naomi untuk memunguti gandum yang tercecer di ladang orang untuk menjadi makanan mereka, dan ternyata yang punya ladang namanya Boas, yang masih sanak famili dari pada Naomi.
Supporting Verse – Boas menjawab, “Saya sudah mendengar tentang segala sesuatu yang kau lakukan terhadap ibu mertuamu sejak suamimu meninggal. Saya tahu bahwa engkau telah meninggalkan orang tuamu dan tanah airmu untuk datang dan tinggal di sini bersama orang-orang yang belum kaukenal. Semoga TUHAN membalas segala kebaikanmu. Semoga kau menerima apa yang patut diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah Israel, karena engkau telah datang untuk berlindung kepada-Nya!”Itulah yang Boas katakan kepada Rut. Rut 2:11-12 (BIS)
Singkat cerita, Boas ini mengetahui komitmen yang sudah Rut buat untuk Naomi, sanak familinya, dan Boas menghormati komitmen tersebut. Itu sebabnya, Boas mengizinkan Rut untuk memunguti gandum di ladangnya. Setelah Naomi mengetahui bahwa Rut ternyata memungut gandum dari ladang Boas, dia katakan kepada Rut, bahwa Boas itu sebenarnya bukan hanya sanak famili saja, tetapi juga merupakan salah seorang penebus dari keluarga mereka.
Nah, pada waktu itu, sesuai dengan Hukum Musa, kalau ada dari keluarga mereka yang ditinggal mati oleh suaminya, maka penebus harus menikahi wanita yang ditinggalkan dan mengambil alih tanahnya.
Supporting Verse – Sesudah itu berkatalah Naomi kepada menantunya: “Diberkatilah kiranya orang itu oleh TUHAN yang rela mengaruniakan kasih setia-Nya kepada orang-orang yang hidup dan yang mati.” Lagi kata Naomi kepadanya: “Orang itu kaum kerabat kita, dialah salah seorang yang wajib menebus kita.”Ini kata Naomi, tentang Boas. Rut 2:20 (TB)
Nah, melihat kemungkinan itu,tentu saja Naomi bersemangat! Bahwa, kalau Boas bersedia menebus, maka Boas akan mendapatkan tanah milik Naomi dan menikahi Rut. Tetapi kenyataannya tidak semudah yang Naomi harapkan. Mengapa? Kita baca di ayat berikut.
Supporting Verse – Maka sekarang, memang aku seorang kaum yang wajib menebus, tetapi walaupun demikian masih ada lagi seorang penebus, yang lebih dekat dari padaku. Tinggallah di sini malam ini; dan besok pagi, jika ia mau menebus engkau, baik, biarlah ia menebus; tetapi jika ia tidak suka menebus engkau, maka akulah yang akan menebus engkau, demi TUHAN yang hidup. Berbaring sajalah tidur sampai pagi.” Rut 3:12-13 (TB)
Nah, ternyata masih ada satu orang lagi, yang lebih berhak menebus mereka daripada Boas. Dan pada awalnya penebus yang mempunyai hak lebih dahulu itu, bersedia untuk menebus tanah milik Naomi. Tetapi, pada saat dia tahu dia juga harus menikahi Rut—wanita asing dari Moab, seorang janda— dia tidak bersedia. Dan dengan mundurnya dia maka hak penebusannya jatuh kepada Boas. Kemudian Boas memenuhi komitmennya kepada Rut; Boas menebus tanah milik Naomi dan menikahi Rut. Rut, yang sudah memegang komitmennya kepada Naomi, sekarang menerima komitmen dari Boas.
Supporting Verse – Maka Boas pun mengambil Rut menjadi istrinya. TUHAN memberkati Rut sehingga ia hamil lalu melahirkan seorang anak laki-laki. Para wanita berkata kepada Naomi, “Terpujilah TUHAN! Ia sudah memberikan seorang cucu laki-laki kepadamu pada hari ini untuk memeliharamu. Semoga anak itu menjadi termasyhur di Israel! Menantumu itu sangat sayang kepadamu. Ia telah memberikan kepadamu lebih daripada apa yang dapat diberikan oleh tujuh orang anak laki-laki. Sekarang ia telah memberikan seorang cucu laki-laki pula kepadamu, yang akan memberi semangat baru kepadamu, dan memeliharamu pada masa tuamu.” Naomi mengambil anak itu lalu memeliharanya dengan penuh kasih sayang. Para wanita tetangga-tetangga mereka menamakan anak itu Obed. Kepada setiap orang mereka berkata, “Naomi sudah mempunyai seorang anak laki-laki!” Obed inilah yang kemudian menjadi ayah dari Isai, dan Isai adalah ayah Daud. Rut 4:13-17 (TB)
Komitmen Rut kepada Naomi, berbuahkan sesuatu yang indah. Menikahnya Rut dengan Boas, bukan hanya mengubah hidup Rut, tetapi juga mengubah hidup Naomi. Boas dan Rut kemudian dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Obed, dan Obed ini adalah ayah dari Isai, yang adalah ayahnya Daud. Rut, seorang wanita Moab, yang tadinya orang asing di tanah Betlehem, sekarang menjadi seorang wanita yang berada pada garis keturunan yang melahirkan Yesus, Sang Juruselamat.
Semuanya dimulai dari komitmen Rut untuk mendampingi Naomi, ibu mertuanya. Komitmen yang pada akhirnya berbuahkan keberuntungan, dan membuka pintu yang selama ini tidak pernah terpikirkan. Dia berada di garis keturunan yang melahirkan Yesus. Komitmennya terbayarkan.
Saya harap kalian diberkati dengan cerita ini. Sebagai penutup, saya ingin memberi tiga komitmen penting yang harus kita pegang dalam hidup ini.
Pertama, komitmen untuk mengikut Tuhan.
Komitmen Tuhan kepada kita sudah jelas, yaitu dengan mengutus Yesus ke dalam dunia ini untuk menyelamatkan kita, manusia yang berdosa. Komitmen Yesus jauh lebih besar daripada apa yang Dia rasakan. Bayangkan, Yesus yang tidak bersalah dijatuhi hukuman mati. Dia yang berbuat kebaikan kepada banyak orang dengan melakukan mukjizat, menyembuhkan orang sakit, tetapi malah dihukum, dirajam, diludahi, dipakaikan mahkota duri di kepala-Nya, dan disalibkan.
Orang-orang berteriak, ”Salibkan Dia!”. Mereka lebih memilih Barabas, seorang penjahat, daripada Yesus. Sebagai manusia, tentu Yesus merasakan sakit yang luar biasa. Tetapi kita semua patut bersyukur, karena Yesus tidak mengandalkan perasaan-Nya, dan tetap memegang komitmen-Nya, sampai akhir. Sekarang giliran kita yang harus menunjukkan komitmen kita untuk mengikuti Tuhan dengan segenap hati. Dan bukan hanya untuk mendapatkan berkat-Nya saja, tetapi untuk mengenal Dia yang sudah membayar lunas semua dosa dan kesalahan kita.
Kedua, komitmen untuk menjadi yang terbaik dari diri kita sendiri.
Kita semua punya potensi dalam bentuk bakat dan talenta yang terpendam di dalam kita. Namun, untuk mengeluarkan potensi kita perlu mempunyai komitmen. Talenta mungkin dapat membawa kita ke tingkat tertentu, tetapi tidak cukup bisa diandalkan kalau kita mau mendapatkan pencapaian yang hebat.
Untuk berhasil dalam melakukan pencapaian yang luar biasa, kita perlu yang namanya komitmen. Banyak orang-orang yang bertalenta, tetapi tidak mempunyai komitmen yang besar untuk mengasah talentanya. Itu sebabnya, mereka tidak berhasil melakukan perkara-perkara yang besar. Tidak ada yang hebat yang dapat dicapai kalau mental kita cuma “santai aja”, kalau kita cuma mau mencari kenyamanan saja. Bayangkan, setiap atlet yang ingin menjadi juara dunia, harus mempunyai komitmen yang tinggi.
Mereka tahu bahwa modal talenta saja tidak cukup untuk membawa mereka ke tingkat yang tertinggi. Seorang atlet yang mempunyai komitmen untuk menjadi yang terbaik, akan berlatih lebih lama dan lebih keras dari yang dilakukan oleh atlet lain. Komitmen mereka jauh lebih besar daripada apa yang mereka rasakan. Bayangkan, mereka harus latihan, dan setiap kali–setiap kali mereka berlatih, mereka melakukan hal yang sama juga, yang itu-itu saja.
Mereka bisa saja bilang, ”Saya bosan!”, tetapi komitmen mereka jauh lebih besar daripada apa yang mereka rasakan. Itu sebabnya, kalau mereka berhasil mereka layak untuk diberikan penghargaan yang tinggi karena apa yang sudah mereka korbankan. Selama dua minggu ini kita dapat menyaksikan para atlet kelas dunia bertanding memperebutkan medali dalam Olimpiade yang sedang berlangsung di Tokyo, Jepang.
Bahkan dalam beberapa pertandingan sudah dapat dipastikan adanya banyak pemecahan rekor. Mengapa demikian? Karena yang bertanding adalah para atlet terbaik yang sudah lolos dari babak penyisihan yang sangat ketat. Tentunya, kemampuan mereka tidak jauh berbeda. Artinya mereka dapat saling mengalahkan satu dengan yang lain. Apalagi mereka bertanding membawa nama negara mereka masing-masing.
Dan Olimpiade merupakan ajang pertandingan bergengsi yang hanya diadakan empat tahun sekali. Semuanya ini tentu memacu para atlet untuk memberikan yang terbaik. Dan persaingan yang ketat, lawan yang sepadan, akan memunculkan kemampuan yang terbaik dari seorang atlet, seperti yang belum pernah dia capai sebelumnya. Itu sebabnya, terjadi pemecahan rekor.
Jadi, punyailah komitmen untuk mengeluarkan potensi yang Tuhan sudah berikan dalam hidupmu. Jangan sia-siakan, karena itu berhubungan dengan masa depanmu. Pergunakanlah waktu yang ada dengan sebaik mungkin, dan jangan mudah menyerah. Jadilah diri sendiri yang terbaik.
Ketiga, komitmen untuk membangun keluarga yang sehat.
Para suami, punyailah komitmen untuk menjadi suami yang terbaik buat istrimu. Para istri, punyailah komitmen untuk menjadi istri yang terbaik buat suamimu. Punyailah komitmen untuk menjadi orang tua yang terbaik buat anak-anak kalian, dan juga sebaliknya! Punyailah komitmen untuk mengerjakan pekerjaan rumah kalian, untuk terus belajar dan memelihara cinta kasih.
Saya percaya bahwa tiga komitmen ini, akan menjadi modal yang utama dalam usaha kita membangun Generasi Bintang di JPCC. Saya berharap kalian dapat belajar sesuatu yang berharga hari ini. Mari menjadi pelaku firman Tuhan dan bukan hanya menjadi pendengar saja. Tetap sehat, tetap semangat. Bersama-sama kita pasti bisa menang dalam menghadapi musim yang sulit ini. Tuhan Yesus memberkati kalian semua. Amin.
P.S : Hi Friends! I need a favor, please do let me know if any of you know a freelance opportunity for a copywriter (content, social media, press release, company profile, etc). My email is vconly@gmail.com, Sharing is caring so any support is very much appreciated. Thanks much and God Bless!