JPCC Online Service (20 November 2022)
Shalom, salam damai sejahtera untuk Saudara para DATE Member yang dikasihi Tuhan. Saya percaya Saudara semua dalam keadaan baik, sehat jasmani dan rohani. Kita sudah berada di minggu ketiga di bulan November di tahun ini dan waktu terasa berjalan lebih cepat dari biasanya.
Sebentar lagi kita akan disibukkan dengan kegiatan Natal dan saya berharap Saudara bisa cukup bijaksana dalam mengatur waktu, tugas atau pekerjaan, dan juga keuangan, sehingga Saudara dapat menutup tahun 2022 ini dengan baik dan masuk ke tahun depan dengan iman pengharapan penuh kepada Yesus.
Seperti yang Saudara sudah ketahui, di bulan ini kita di JPCC membahas tentang melayani, dan saya yakin Saudara semua sudah cukup banyak mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya untuk kita sebagai anak Tuhan mempunyai hati seorang hamba yang melayani.
Hari ini saya mau berbicara mengenai dua orang kakak beradik yang adalah murid-murid Yesus bernama Yakobus dan Yohanes. Yesus sendiri memberi nama pada mereka— atau semacam panggilan khusus—“Boanerges”, yang artinya “anak-anak guruh”.
Opening Verse – Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudara Yakobus, yang keduanya diberi-Nya nama Boanerges, yang berarti anak-anak guruh Markus 3:17 (TB)
Tentu Yesus tidak sembarangan dalam memberi nama tersebut kepada keduanya. Yakobus dan Yohanes disebut “anak-anak guruh” karena sikap mereka yang terkadang seperti petir atau geledek yang sedang menyambar seperti digambarkan terjadi dalam Lukas 9:51-55 (TB).
Supporting Verse – Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka. Lukas 9:51-55 (TB)
Jadi tidak salah kalau mereka disebut “anak-anak guruh”. Namun yang menarik menurut saya adalah meskipun Yesus mengetahui sikap keras mereka, tetapi Yesus tetap memanggil keduanya untuk mengikuti Dia.
Bahkan Yakobus dan Yohanes bersama Petrus masuk ke dalam tim intinya Yesus. Di sini kita bisa melihat bagaimana Yesus selalu melihat potensi yang ada di dalam diri seseorang dan tidak hanya melihat keadaan pada saat itu saja.
Yesus memanggil keduanya untuk ikut dalam perjalanan bersama Dia agar potensi tersebut dapat keluar sehingga terjadi transformasi dalam kehidupan keduanya.
Mari sekarang kita lihat bagaimana awal ketika keduanya dipanggil oleh Yesus. Seperti yang tercatat dalam Matius 4:21-22 (TB).
Supporting Verse – Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia. Matius 4:21-22 (TB)
Kita lihat bahwa Yakobus dan Yohanes meninggalkan bukan hanya pekerjaan, melainkan juga ayah mereka, untuk mengikuti panggilan Yesus. Dan dapat dikatakan sejak saat itu hidup mereka berubah dengan luar biasa.
Sebagai murid, mereka bukan hanya mendapatkan kesempatan untuk melihat hidup Yesus dari dekat, melihat secara personal bagaimana tingkah laku Yesus, melainkan juga mendengarkan semua pengajaran serta menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana Yesus membuat mukjizat kepada orang banyak ke mana pun Dia pergi.
Mereka menyaksikan sendiri orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, dan bersama Petrus, mereka bertiga ada di dalam kamar pada saat Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus, seorang kepala rumah ibadat.
Ketika Yesus meredakan badai topan, mereka ada di sana. Ketika Yesus mengusir roh-roh jahat, mereka juga ada di situ. Pada saat Yesus mengutus semua murid-murid-Nya untuk pergi melayani berdua-dua, mereka sendiri mengalami kuasa Tuhan bekerja melalui mereka, di mana mereka kemudian memberitakan kabar baik, mengusir banyak setan, dan mengolesi orang sakit dengan minyak sehingga terjadi kesembuhan.
Belum lagi Yohanes dan Yakobus melihat Yesus berjalan di atas air. Dan ketika mukjizat memberi makan lima ribu orang laki-laki terjadi, mereka juga ada di sana, bahkan ikut bertugas untuk membagikan bagian dari lima ketul roti dan dua ikan.
Suatu hari mereka mendapatkan kesempatan yang sangat luar biasa ketika Yesus membawa mereka naik ke atas gunung.
Supporting Verse – Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Markus 9:2-4 (TB)
Jadi bisakah Saudara membayangkan bagaimana kehidupan Yakobus dan Yohanes setelah mereka melepaskan pekerjaan dan meninggalkan ayah mereka?
Mereka menghidupi kehidupan impian, kehidupan yang luar biasa. Mereka tentu punya banyak cerita yang asyik dan spektakuler dari perjalanan mereka mengikut Yesus. Yakobus dan Yohanes mengalami perkara-perkara yang sangat indah yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.
Suatu kehormatan untuk mereka dapat menjadi murid Kristus. Bayangkan, dari seorang nelayan sederhana yang tinggal di daerah yang kecil, hidup di dunia yang kecil, sekarang mereka terekspos dengan dunia luar, pergi ke mana-mana, dan tak jarang, ke mana mereka pergi, orang berbondong-bondong mengikuti mereka.
Yesus memberikan Yakobus dan Yohanes kehidupan yang baru, identitas yang baru, dan juga pengalaman-pengalaman yang baru. Namun pada suatu hari, ada suatu kejadian yang kurang menyenangkan terjadi.
Supporting Verse – Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Markus 9:33-34 (TB)
Alkitab mencatat terjadi adu argumentasi antara murid-murid Yesus, termasuk juga Yakobus dan Yohanes. Mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka.
Rupanya murid-murid mulai membanding-bandingkan diri satu dengan yang lain, meributkan siapa yang terbesar, yang terhebat di antara mereka. Tentu pertanyaannya, mengapa mereka melakukan hal tersebut? Apa yang menyebabkan mereka meributkan hal tersebut?
Perbandingan adalah suatu hal yang sangat membahayakan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka? Mengapa mereka mulai menganggap dirinya lebih tinggi daripada yang lain? Sebenarnya perdebatan ini terjadi dalam perjalanan menuju Kapernaum. Namun meskipun tahu apa yang terjadi, Yesus menunggu sampai mereka tiba di rumah—menurut saya Yesus menunggu sampai semuanya reda lebih dulu—, baru kemudian Dia membahas apa yang mereka ributkan dalam perjalanan.
Supporting Verse – Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” Markus 9:35 (TB)
Yesus tidak melarang mereka menjadi yang terdahulu. Sah-sah saja untuk mau menjadi yang paling depan. Namun Yesus memberitahukan bahwa jalan yang benar untuk menjadi yang terdahulu adalah dengan menjadi yang terakhir dan menjadi pelayan dari semuanya. Itulah sikap yang benar.
Kalau Saudara pikir bahwa setelah Yesus membahas hal ini, semuanya beres dengan Yakobus dan Yohanes, tunggu sebentar, mari kita lihat kisah selanjutnya.
Supporting Verse – Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya, kata-Nya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.” Markus 10:32-34 (TB)
Di sini Yesus sedang menerangkan kepada semua murid-murid-Nyaapa yang akan terjadi kepada-Nya, bahwa Dia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat.
Kira-kira apa yang akan Saudara lakukan kalau Saudara tahu bahwa guru Saudara, orang yang Saudara kasihi dan hormati, mau dihukum mati? Atau bagaimana perasaan Saudara kalau orang yang sudah memberikan Saudara kehidupan yang baru, identitas yang baru, pengalaman-pengalaman yang luar biasa, mengatakan bahwa Dia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh? Paling tidak kita akan berusaha membela dia, atau menunjukkan simpati, atau menolong sebisanya. Namun tidaklah demikian dengan Yakobus dan Yohanes. Seperti yang tertulis dalam Markus 10:35-37 (TB).
Supporting Verse – Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!” Jawab-Nya kepada mereka: “Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?” Lalu kata mereka: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.” Markus 10:35-37 (TB)
Bayangkan, itu yang mereka minta. Apa yang terjadi dengan Yakobus dan Yohanes? Mengapa mereka tidak menunjukkan empati sedikit pun kepada Yesus, dan seolah-olah mereka bersikap masa bodoh dengan apa yang Yesus akan hadapi, bahkan berani-beraninya minta posisiyaitu untuk duduk di sebelah kanan dan di sebelah kiri dalam kemuliaan nanti?
Pertanyaannya, mengapa Yakobus dan Yohanes begitu dipenuhi dengan ambisi pribadi? Bahkan kalau kita baca dalam kitab Matius 20:17-21 (TB), kita dapatkan bahwa ibu mereka pun ikut terlibat.
Supporting Verse – Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Matius 20:17-21 (TB)
Pertanyannya, mengapa sekarang Yakobus dan Yohanes penuh dengan agenda mereka sendiri? Mengapa mereka begitu mementingkan kepentingan mereka sendiri? Dan tentu saja hal ini tidak disukai oleh murid-murid yang lain.
Supporting Verse – Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Markus 10:41 (TB)
Jadi permintaan Yakobus dan Yohanes, yang melibatkan ibu mereka juga, menyulut kemarahan murid-murid yang lain. Kita lihat di sini bahwa murid-murid Yesus adalah manusia biasa. Mereka bukan malaikat atau orang-orang yang sempurna. Mereka sama seperti kita, orang-orang yang masih berproses, masih perlu dibimbing kepada tingkatan iman di mana Tuhan mau mereka berada. Mereka masih perlu belajar untuk menjadi dewasa. Dan ini yang membuat saya senang, bahwa Alkitab mencatatkan semuanya ini.
Artinya Alkitab ingin menunjukkan bahwa seperti inilah keadaan murid-murid pada waktu itu. Mereka beradu argumentasi, mereka berselisih juga, dan ini tidak ditutup-tutupi oleh Alkitab.
Dan kalau ini bisa terjadi pada murid-murid Yesus, berarti ini juga bisa saja terjadi kepada kita semua. Ini semua penting agar kita, dalam kehidupan kita bersama, dapat mengatur ekspektasi dan tidak mudah menjadi kecewa, terutama ketika kita melayani dengan sesama kita di dalam gereja.
Ingat, ketika baru mengikut Yesus, Yakobus dan Yohanes meninggalkan semuanya. Mereka tidak terlalu memikirkan diri mereka sendiri. Mereka senang mereka dipanggil dan diikutsertakan.
Pertanyaannya, bagaimana bisa sesuatu yang dimulai sebagai sebuah kehormatan berubah menjadi segala tentang posisi, status, dan tuntutan? Mengapa sesuatu yang dimulai sebagai sebuah kehormatan dapat berubah menjadi suatu tuntutan akan posisi dan status? Bagaimana bisa terjadi, sesuatu yang tadinya tentang orang lain berubah menjadi sebuah ambisi pribadi?
Dari “selfless” kemudian menjadi “selfish“? Bukankah ini yang juga sering terjadi di dunia sekitar kita?
Ada orang-orang yang seperti Yakobus dan Yohanes, yang tadinya mulai dengan motif yang murni, pelayanan mereka murni hanya ingin melayani Tuhan, mencoba membalas semua kebaikan Tuhan, senang dengan pelayanan apa saja yang dipercayakan kepada mereka— mau susun kursi, mau jadi usher, bahkan gulung kabel pun jadi.Mau jadi pemimpin pujian bagi anak-anak sekolah Minggu pun tidak jadi masalah.
Namun seiring berjalannya waktu, mereka mulai menuntut ini dan itu, mulai mempermasalahkan mengapa mereka tidak diperhatikan, tidak diberikan pelayanan di atas panggung, atau tidak diberikan persembahan kasih,dan lain sebagainya. Rasul Paulus mengingatkan dalam surat untuk jemaat dalam Galatia 3:3 (TB).
Supporting Verse – Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Galatia 3:3 (TB)
Jadi belajar dari Yakobus dan Yohanes, pesan yang saya mau sampaikan hari ini adalah jangan pernah lupa alasan kita melakukan apa yang kita lakukan dan jangan pernah lupa untuk siapa kita melakukannya.
Jangan pernah lupa bagaimana awal ketika kita memulai segala sesuatu dan lihat sekarang seberapa jauh Tuhan telah membawa kita.
Salah satu tantangan dari keberhasilan adalah eksposur. Salah satu tantangan dari keberhasilan adalah terbukanya kesempatan-kesempatan baru yang berpotensi untuk membuat orang lupa mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan.
Sharing Ps. Jeffrey – Saya punya contoh yang sangat sederhana. Suatu hari saya diajak makan malam di sebuah restoran yang berada di tingkat paling atas dari sebuah gedung di kawasan Sudirman di Jakarta— saya lupa tingkat berapa, tingkat 55 atau 56, saya lupa.
Namun restoran tersebut berada di tingkat yang paling tinggi. Kami semua sudah lapar dan ingin segera pesan makanan.
Namun apa yang terjadi? Begitu sampai di restoran, kami diberi tempat duduk di dekat jendela sehingga dapat melihat keindahan Jakarta di waktu malam— dengan semua lampu yang bergemelapan, jalanan yang macet,suatu pemandangan yang langka yang belum pernah kami lihat sebelumnya.
Lalu orang-orang, yang katanya lapar dan ingin segera makan ini,bukannya segera duduk dan pesan makanan, mereka malah sibuk berfoto-foto. Mereka lupa alasan mereka naik ke atas karena mereka terekspos dengan pemandangan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya ketika mereka naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Bukankah ini yang sering terjadi di dalam kehidupan?
Dalam pernikahan misalnya. Sesuatu yang dimulai dengan indah: Pasangan yang menikah saling berjanji untuk mengasihi, untuk saling mendukung satu dengan yang lain, untuk saling memaafkan, tetapi dengan berjalannya waktu, ditambah dengan kesibukan pekerjaan, sesuatu yang tadinya dimulai dengan cinta dan kata “saling” berubah menjadi sebuah tuntutan dan berubah menjadi ego masing-masing.
Semuanya berubah menjadi “tentang aku, apa yang aku rasa, apa yang aku tidak dapatkan, apa yang aku mau,” dan lain sebagainya. Dan ada berapa banyak pernikahan yang kemudian harus berakhir dalam perceraian karena alasan ini.
Hal yang sama dapat terjadi dalam kemitraan bisnis dan juga dalam pelayanan di gereja. Kalau kita lupa alasan kita melakukan apa yang kita lakukan, maka dengan mudah kita keluar dari jalur yang benar.
Dalam kitab Yakobus—yang ditulis oleh Yakobus, saudara Yesus—yaitu Yakobus 3:16 (TB) dikatakan.
Supporting Verse – Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Yakobus 3:16 (TB)
Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. Yakobus 4:1-3 (TB)
Dengan meminta duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus, sebenarnya Yakobus dan Yohanes memandang diri mereka lebih baik daripada murid-murid yang lain. Mereka memandang dirinya lebih layak dibandingkan murid-murid lain. Dan inilah bahaya dari sebuah perbandingan. Tidak semua perbandingan jelek, tetapi kalau perbandingan tersebut mendatangkan iri hati, cemburu, amarah, tentu bukanlah sesuatu yang baik.
Supporting Verse – Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Markus 10:42-45 (TB)
Di sini Yesus kembali memperingatkan murid-murid-Nya bahwa mereka harus berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh para penguasa pada waktu itu. Kalau para penguasa pada waktu itu memakai otoritas untuk menindas orang-orang yang dipimpin, maka Yesus mau para murid mengambil sikap sebagai seorang hamba, sikap seorang pelayan, apalagi kalau mereka mau menjadi seperti Yesus karena di sini Yesus dengan tegas mengatakan bahwa Dia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.
Jadi ketika kita juga ingin menjadi seorang murid Kristus, melayani seharusnya sudah menjadi bagian dari kehidupan kita, bukan sesuatu yang kita lakukan sesaat atau semusim saja seperti yang dilakukan oleh banyak orang yang saya temui.
Mereka katakan begini: “Oh, dulu saya melayani di gereja, sekarang sudah tidak lagi,”
“Oh, dulu waktu saya sekolah di luar negeri, saya sempat aktif dalam pelayanan, tapi sekarang sudah tidak lagi.”
Apa pun alasannya, seharusnya tidak demikian. Melayani adalah bentuk atau perwujudan dari kasih. Selama kita diam di dalam kasih— yang adalah Tuhan sendiri—,maka kita akan selalu rindu untuk melayani.
Teman saya, Rich Wilkerson Junior, katakan:
“If you’re too big to serve, you’re too small to lead.” “Kalau engkau merasa terlalu ‘besar’ untuk melayani, maka engkau terlalu ‘kecil’ untuk memimpin.”
Yesus memperingatkan murid-murid-Nyabahwa menjadi yang terkemuka atau yang terbesar itu bukan tempat untuk menindas atau tempat untuk memamerkan kekuasaan, melainkan tempat untuk melayani yang lain.
Bahkan Yesus sebenarnya sedang memberikan sebuah prinsip bahwa jalan menuju besar adalah dengan melayani. Namun pada saat yang bersamaan, menurut saya, di sinilah letak kerumitannya karena melayani adalah jalan menuju besar atau terkemuka. Namun orang yang sudah menjadi besar dan terkemuka karena melayani, bisa jadi suatu hari mereka lupa diri dan mulai tinggi hati. Dan kemudian bukannya melayani, melainkan mulai menuntut untuk dilayani.
Memang lebih mudah untuk melayani bagi seseorang yang belum mempunyai posisi apa-apa dibandingkan dengan seseorang yang sudah memegang kedudukan tertentu. Namun sebenarnya justru pada saat seseorang mempunyai kedudukanlah, kalau dia tetap rendah hati dan mau melayani, maka tindakannya akan menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Supporting Verse – Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Galatia 5:13 (TB)
Kita ini dimerdekakan agar kita dapat melayani orang lain dengan kasih. Bahkan kalau kita sibuk melayani, kita tidak akan punya kesempatan untuk hidup di dalam dosa.
Supporting Verse – Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Filipi 2:3b-4 (TB)
Jadi yang penting di sini bukan hanya tindakannya saja,melainkan mempunyai kerendahan hati seorang hamba. Selama kita melayani dengan hati seorang hamba, maka kita tidak akan mencari kepentingan diri sendiri dan kita tidak akan berani untuk mencuri kemuliaan Tuhan.
Dan bagi seorang pelayan, keberhasilan pelayanannya ditentukan oleh kepuasan dari orang yang dilayani, bukan dari apa yang bisa dia dapatkan. Dan inilah cara terbaik untuk melayani tanpa banyak drama.
Supporting Verse – Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu. Yakobus 4:10 (TB)
Sebagai penutup, “anak-anak guruh” memberikan pembelajaran yang sangat baik buat kita. Kalau kita lihat pada akhir kehidupan mereka, Alkitab mencatat bahwa Yakobus adalah rasul pertama yang dibunuh oleh raja Herodes pada waktu itu, sementara Yohanes adalah rasul terakhir yang meninggal dunia karena usia tua.
Dan pada akhir hidupnya, anak guruh yang satu ini— Yohanes—dikenal sebagai rasul kasih. Itu terlihat nyata dalam surat-suratnya di mana kata “kasih” selalu muncul, bahkan puluhan kali, kalau Saudara hitung.
Rupanya perjalanan dengan sang Kasih, melayani sang Kasih, berinteraksi dengan sang Kasih menyebabkan orang yang keras seperti Yakobus dan Yohanes sekalipun dapat berubah menjadi orang yang penuh kasih.
Itu sebabnya jangan pernah lupa alasan Saudara melakukan apa yang Saudara lakukan, mengapa Saudara melakukan apa yang Saudara lakukan, dan untuk siapa Saudara melakukannya supaya Saudara—dan saya juga— tetap berada pada jalur yang benar dan mempunyai hati seorang hamba yang selalu siap melayani di mana pun Tuhan tempatkan kita. Kiranya apa yang saya sampaikan hari ini menjadi berkat dan membawa pengharapan buat Saudara semua.
P.S : If you like our site, and would like to contribute, please feel free to do so at : https://saweria.co/316notes