JPCC Online Service (22 Mei 2022)
Hai, Saudara! Senang bisa berjumpa lagi di ibadah daring JPCC hari ini. Saya berdoa Saudara semua dalam keadaan baik dan sehat. Dunia makin membaik dan saya yakin Tuhan punya rencana-rencana luar biasa bagi kita semua.
Bulan ini, gereja kita JPCC membahas sebuah tema yang sudah melekat dalam kehidupan saya sejak lama, yaitu tentang “Stewardship”, atau dalam bahasa Indonesia, “Penatalayanan“.
Ada begitu banyak hal yang saya ingin sampaikan, jadi mari kita mulai. Dasar pemahaman penatalayanan yang Alkitabiah adalah bahwa Tuhan yang menciptakan dunia kita dan segala sesuatu yang ada. Itulah dasar pemahamannya.
Opening Verse – Oh sungguh benar, Allah kita sangat baik kepada kita semua! Kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya tidak dapat dipahami oleh manusia. Mustahil kita mampu mengerti keputusan-keputusan-Nya dan cara Dia mengatur segala hal. Sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci,— perhatikan ini— “Siapa yang mengetahui pikiran Tuhan? Siapa yang sanggup menjadi penasihat bagi Allah?”—perhatikan lagi— “Siapa yang pernah meminjamkan sesuatu kepada Allah sehingga Dia wajib membayarnya?” Karena Allah sendirilah yang menjadikan segala sesuatu, dan segala sesuatu berlangsung melalui Dia dan untuk Dia. Berikanlah segala kemuliaan kepada-Nya sampai selama-lamanya! Amin. Roma 11:33-36 (TSI)
From Him, Through Him, and For Him… Segalanya dari Dia, melalui Dia, dan untuk Dia. Ini prinsip dasar dari penatalayanan yang Alkitabiah. Kita sudah belajar bahwa ‘stewardship’ adalah tugas dan tanggung jawab untuk mengelola dan memelihara serta mengawasi hal-hal yang menjadi milik orang lain.
Berarti seseorang yang ditugasi dengan tanggung jawab ‘stewardship’ ini bisa disebut sebagai manajer atau pengelola. Untuk membantu kita mengerti dengan lebih mudah, saya akan menggunakan kata-kata ‘mengelola’ dan ‘pengelola’ sebagai pengganti kata-kata ‘stewardship’ dan ‘steward’ mulai dari sekarang.
Bertahun-tahun lalu, saya menulis sebuah lagu mengenai prinsip ini. Lagunya seperti ini:
“Semuanya dari-Mu, semuanya untuk-Mu. Pujian syukurku Tuhan, kuserahkan pada-Mu”
Saya terus mencoba untuk menjalankan prinsip ini dalam hidup saya. Sering kali saya berjumpa dengan orang yang berkata, “Wah, Sidney, saya suka lagu-lagumu,” atau mereka berkata, “Pastor, saya diberkati dengan pelayanan Pastor.”
Selama puluhan tahun, saya meresponi dengan berkata: “Terima kasih! Semua dari Tuhan dan semua untuk Tuhan.”
Ini cara saya untuk terus mengingatkan diri sendiri bahwa tak ada satu hal pun di dunia ini yang tidak berasal dari Tuhan, dan tidak ada yang bisa saya banggakan, karena semua adalah pemberian dari Bapa kita di Surga.
Karena semua ciptaan adalah milik Sang Pencipta, berarti hanya Tuhan yang punya hak untuk memutuskan siapa yang akan mengawasi apa yang telah dibuat-Nya. Ada tujuan di balik penciptaan dunia oleh Tuhan, dan adalah bagian dari rencana-Nya untuk melibatkan kita—Saudara dan saya, menjadi pengelola setia, a faithful steward, atas segala hal yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Supporting Verse – Kemudian Tuhan Allah menempatkan manusia itu di taman Eden untuk mengerjakan dan memelihara taman itu. Kejadian 2:15 (BIMK)
Dia mempercayakan kita untuk mengerjakan dan memelihara, atau mengelola semua yang Dia sudah berikan dalam hidup kita. Sejak awal kejadian, Tuhan mau bermitra dengan kita, manusia. Kalau kita memakai analogi bisnis atau perusahaan, Tuhan adalah ‘owner’, pemilik perusahaan, dan Dia menjadikan kita semua manager atau pengelola atas ciptaan-Nya; perusahaan yang dimiliki Tuhan. Mari kita ingat analogi ini.
Supporting Verse – Kalian masing-masing sudah menerima pemberian-pemberian yang berbeda-beda dari Allah. Sebab itu sebagai pengelola yang baik dari pemberian-pemberian Allah, hendaklah kalian menggunakan kemampuan itu untuk kepentingan bersama. Orang yang menyampaikan berita, haruslah menyampaikan berita dari Allah; orang yang melayani orang lain, haruslah melayani dengan kekuatan yang dari Allah, supaya dalam segala hal, Allah dapat diagungkan melalui Yesus Kristus. Dialah yang berkuasa dan patut diagungkan untuk selama-lamanya. Amin. 1 Petrus 4:10-11 (BIMK)
Ayat ini menjelaskan ‘stewardship’ dengan lebih personal lagi. Bagaimana Saudara dan saya mengelola semua bakat dan karunia rohani kita, bagaimana kita mengelola keuangan dan waktu kita, bagaimana kita mengelola pengaruh kita, bahkan mengelola tubuh kita, sangat mencerminkan nilai-nilai kita.
Saudara dan saya dapat mengelolanya untuk tujuan yang egois dan berpusat pada diri sendiri, atau kita bisa mengelolanya untuk membantu orang-orang di sekeliling kita.
Hebatnya lagi, Sang Pemilik, Tuhan kita, memberikan kita kebebasan untuk memilih. Tuhan tidak menginginkan mesin atau robot sebagai pengelola dalam kerajaan-Nya. Dia sudah memberi kita kehendak bebas untuk mengerjakan dan menggali semua benih potensi yang ada di tangan kita.
Namun saya juga sadar bahwa kebebasan inilah yang sering disalahgunakan oleh manusia. Sering kali saya temukan kita lupa bahwa semua ini, semua yang ada di tangan kita, berasal dari Tuhan, diberikan melalui Tuhan, dan untuk Tuhan. From Him, through Him, and for Him.
Salah satu kebohongan terbesar yang Iblis katakan pada manusia adalah ini: “Ini hidupku! Terserah aku mau berbuat apa! saya boleh lakukan apa saja dengan hidup saya.”
Kita sering mendengarnya, terutama di zaman sekarang ini. “It’s My Life, it’s now or never”. (“Ini hidupku! Sekarang atau tidak sama sekali!”).
Di zaman ini banyak orang memakai dalih: “Oh, saya berhak melakukan ini. Ini hidup saya!” Saya bebas untuk memilih bagaimana saya mau hidup.”
Saya berdoa agar kita selalu ingat bahwa ini bukan hidup kita. Tuhanlah pemilik hidup saya, tapi saya diberi kebebasan untuk mengelolanya. Semua milik Tuhan, saya pengelolanya.
Saya mau Saudara ulangi ini bersama saya: “Semua milik Tuhan, saya pengelolanya.”
Masalah kebanyakan manusia adalah kita punya pemahaman yang terbalik, bahwa kitalah pemilik hidup kita sendiri dan Tuhan yang membantu mengelola. Itu pun kalau kita sedang butuh Dia saja; kalau kita sedang kepepet. Ini pemahaman yang salah.
Siapa dari Saudara yang punya telepon genggam? Atau Saudara punya baju atau tas? Saudara punya mobil? Pertanyaan saya, apakah betul itu milik Saudara? “Oh, iya dong, Pastor, saya beli pakai uang saya sendiri.”
Lalu, Siapa yang memberi Saudara kemampuan untuk mendapatkan uang atau bekerja? “Itu hasil keringat saya sendiri, Pastor. Saya bekerja keras untuk bisa belajar, menjadi pintar, bisa bekerja.”
Baik, lalu Siapa yang menciptakan otak agar Saudara bisa belajar? Saudara mengerti maksud saya? Apa yang bisa kita banggakan kalau kita mengerti bahwa semuanya adalah pemberian Tuhan?
Saat kita berpikir bahwa apa yang kita miliki dan semua keberhasilan kita adalah karena upaya kita sendiri saja, maka kita akan tinggi hati dan tak pernah merasa puas.
Akibatnya kita akan terus mengejar hal-hal yang tak akan bisa memuaskan jiwa dan roh kita. Semua milik Tuhan. Saya pengelolanya.
Sharing Ps. Sidney – Gambarannya seperti ini. Anak-anak saya punya telepon genggam. Telepon genggam mereka hampir selalu merupakan telepon bekas yang saya atau istri saya pernah pakai, lalu kami berikan pada mereka. Saya dan istri berikan pada mereka, biasanya waktu Natal atau ulang tahun.
Mereka boleh pakai telepon yang kami beri, boleh kelola dengan cara mereka sendiri. Mereka boleh pasang latar layar yang mereka mau di telepon mereka. Mereka boleh unduh aplikasi atau permainan yang mereka suka, bahkan boleh ambil swafoto sebanyak yang mereka mau.
Namun, saya dan istri saya, sebagai orang tua mereka, tetap punya kuasa atas telepon tersebut, bukan? Kami pemiliknya, dan mereka hanya mengelola telepon yang kami berikan. Saat mereka berbuat sesuatu yang tidak seharusnya mereka lakukan, mereka akan dengan cepat sadar bahwa saya punya otoritas mutlak untuk mengambil alih gawai mereka untuk sementara waktu.
Namun sebaliknya, saat anak-anak saya mengelola barang mereka dengan baik dan bertanggung jawab, saya dan istri saya akan dengan lebih mudah memberi barang-barang atau kepercayaan lain untuk mereka kelola. Itulah ‘stewardship’.
Pahala dari menjaga kepercayaan adalah kepercayaan yang lebih banyak lagi. Saya berharap Saudara pahami prinsip ini, bahwa saat kita taat dan setia mengelola apa yang ada di tangan kita cengan mengembalikannya untuk kemuliaan Tuhan, maka kita akan dipercayakan hal-hal yang lebih besar lagi.
Martin Luther pernah berkata ini: “Saya telah memegang banyak hal di tangan saya, dan saya telah kehilangan semuanya; tetapi apa pun yang saya taruh di tangan Tuhan, itu masih saya miliki.”
Sangat dahsyat, bukan? Mengapa pengertian tentang ‘stewardship’ ini penting buat kita? Karena saat Saudara benar-benar mengerti prinsip ini, Saudara akan memiliki cara yang berbeda dari orang-orang yang tidak kenal Tuhan dalam mengelola hidup kita, keuangan, hubungan, waktu, mengelola semua kemampuan kita, dan hal lainnya yang ada di tangan kita.
Karena semua milik Tuhan, dan saya pengelolanya, saya akan hidup dengan perspektif berbeda dan saya tak akan sia-siakan hidup saya. Ini kebenaran sederhana:
Dalam sebuah perusahaan atau organisasi, ketika pihak Pemilik (owner) dan pihak Pengelola (management) mempunyai dua arah tujuan yang berbeda, maka pasti akan terjadi konflik dalam perusahaan tersebut, bukan?
Saat pemilik dan pengelola tidak punya tujuan dan arah yang sama, atau seorang manajer tidak lagi mau mendengar arahan dari sang pemilik, pasti akan terjadi kekacauan dalam organisasi tersebut. Betapa seringnya kita melihat orang yang merasa memiliki sesuatu sehingga mereka berpikir mereka bebas menggunakannya sesuai dengan apa yang mereka mau saja.
Saudara tahu itu disebut sebagai apa? Itu disebut ‘pelecehan‘. Pelecehan adalah penyalahgunaan kekuasaan atau kepemilikan. Itu sebabnya saat ini terjadi begitu banyak ketimpangan di mana-mana dan dunia kita semakin rusak.
Jabatan dan kekuasaan yang disalahgunakan, atau perusahaan yang dijalankan dengan prinsip: “Pokoknya harus mendapat untung, bagaimana pun caranya.”
Hubungan antar sesama manusia yang bertambah hancur, orang tua yang menyiksa anaknya, atau suami istri yang saling melukai hanya untuk mempertahankan “hak”-nya masing-masing; dan banyak contoh lainnya.
Sebagai anak-anak Tuhan yang hidup dalam kebenaran firman Tuhan, kita harus hidup berbeda dari itu semua, kita harus punya nilai yang berbeda. Kita harus mengerti bahwa pernikahan kita adalah milik Tuhan dan kita hanya pengelola; bahwa keluarga dan anak-anak kita adalah milik Tuhan dan kita hanya pengelola; bahwa pekerjaan yang Saudara bangga-banggakan dengan gaji yang besar— itu semua milik Tuhan.
Bahkan tampang cantik atau ganteng yang Saudara pamerkan di media sosial adalah milik Tuhan yang Dia percayakan untuk Saudara kelola. Kita harus hidup dengan standar yang berbeda, karena saat ini kita hidup di tengah generasi yang menjunjung tinggi kemampuan pribadi dalam mengumpulkan harta, kekayaan, ketenaran untuk dirinya sendiri.
Generasi ini dikenal sebagai generasi yang entitled, privileged, merasa berhak atau punya hak istimewa; merasa berhak untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan, tanpa ada tanggung jawab, akuntabilitas atau konsekuensi kepada siapa pun.
Supporting Verse – Siapakah yang menjadikan Saudara lebih dari orang lain? Bukankah segala sesuatu Saudara terima dari Allah? Jadi, mengapa mau menyombongkan diri, seolah-olah apa yang ada pada Saudara itu bukan sesuatu yang diberi? 1 Korintus 4:7 (BIMK)
Generasi ini sering berkata: “Ini punya saya! Saya berhak melakukan apa saja yang saya mau.” Tidak. Itu semua dari Tuhan dan untuk Tuhan. Saya belajar menghidupi pemahaman ini sejak lama. Semua milik Tuhan, saya hanya mengelola.
Seseorang yang memahami prinsip ini tidak akan kecewa berlebihan ketika miliknya di dunia ini suatu hari hilang—entah itu hilang dalam musibah, atau karena ditipu orang lain, atau bahkan karena kematian sekali pun.
Dari sini saya bisa lanjutkan ke alasan kedua mengapa pengertian tentang ‘stewardship’ penting bagi kita semua: Karena jika kita mengerti bahwa kita adalah pengelola, bukan pemilik, kita tak perlu khawatir dengan apa pun yang terjadi di dalam dunia ini.
Sering kali anak-anak Tuhan dibuat khawatir secara berlebihan dengan perkembangan situasi dunia ataupun kesulitan-kesulitan tertentu yang menghimpit mereka. Memang, jika kita hanya melihat segala sesuatu berdasarkan kekuatan manusiawi atau mata jasmani kita, ada kalanya kita akan putus asa.
Namun jika kita sadar bahwa ada Tuhan yang mengatur segala sesuatu di dunia ini, maka kita akan selalu memiliki daya juang dan kegigihan, karena tahu kita tak akan pernah kehilangan Sumber pengharapan kita.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk menempatkan perspektif ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika selama ini kita merasa keluarga kita adalah milik kita sendiri, maka kita bisa terus-menerus khawatir.
- “Bagaimana kalau saya tiba-tiba di-PHK?”
- “Bagaimana kalau saya tiba-tiba meninggal sementara anak-anak saya masih kecil?”
- “Bagaimana kalau saya tidak mau menuruti keinginan bos untuk berbuat curang di kantor saya? Nanti saya akan dipecat.”
- Atau—ini buat saya pribadi— “Bagaimana kalau penyakit Meniere saya terus bertambah parah dari tahun ke tahun?
- Bagaimana saya bisa mencukupi keluarga kalau sudah tak bisa lagi bekerja?”
Namun, jika kita sadar bahwa keluarga kita adalah milik Tuhan, pekerjaan kita, tubuh kita yang fana ini adalah milik Tuhan, kita akan tenang dan bekerja dan hidup sebaik-baiknya di dalam Tuhan.
Tak ada sesuatu yang kebetulan terjadi di dunia ini. Apa pun yang terjadi hari ini atau di kemudian hari, asalkan kita sudah bersungguh-sungguh mengelola dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan, Tuhan sendiri yang akan menjaga kehidupan Saudara dan saya.
Inilah sebabnya, meski kondisi kesehatan— karena penyakit Meniere—malah cenderung memburuk setiap tahun, saya tetap bisa mengucap syukur dalam segala hal karena saya tahu bahwa kesehatan dan tubuh saya adalah milik Tuhan, dan Dia tahu yang terbaik untuk saya.
Saya selalu mengingatkan diri sendiri bahwa akhir dari hidup saya bukanlah akhir dari hidup saya; akhir dari hidup kita bukanlah akhir dari hidup kita, karena masih akan ada kisah yang berlanjut pada kekekalan. Semua milik Tuhan, saya pengelolanya.
Dalam Kejadian 2, saat Tuhan menciptakan Taman Eden dan menempatkan Adam di dalamnya, Dia memercayakan manusia untuk mengerjakan dan mengelola taman itu.
‘Mengelola‘ di sini artinya diminta Tuhan untuk memimpin hidup kita sendiri dan segala sesuatu yang ada di dalamnya; untuk mengendalikan hidup kita, mengaturnya, mengusahakan agar jadi lebih baik dari sebelumnya, dan bertanggung jawab atasnya.
Itulah definisi kata ‘mengelola.’ Kalau saya bisa buat definisi dalam yang sederhana, ‘mengelola’ artinya memaksimalkan seluruh potensi. Inilah tanggung jawab kita sebagai pengelola, untuk memaksimalkan seluruh potensi.
Saya, Sidney, diciptakan untuk mengeluarkan semua potensi saya, untuk mengatur dan menjadikan hidup saya lebih baik dari sebelumnya, untuk lebih maju dan tetap bertanggung jawab dalam hidup saya.
Dalam pernikahan dengan istri saya, Tuhan pemiliknya, kami pengelolanya. Dia meminta kami untuk mengeluarkan semua potensi yang ada dalam pernikahan kami, semua potensi yang ada dalam keluarga kami, anak-anak kami. Itulah yang sang Pemilik kehendaki.
Saya, sebagai manajer atau pengelola, diberi kepercayaan untuk mengerjakannya. Tujuan saya mengeluarkan semua potensi ini adalah untuk memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain. Perhatikan ini. Kita harus memiliki pemahaman bahwa : Saat Saudara dan saya tak memaksimalkan semua potensi yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, saat kita malah sia-siakan hidup kita hanya untuk kesenangan diri kita sendiri, maka—ketahuilah—kita sedang berkonflik dengan sang Pemilik kehidupan kita.
Betul, bukan? Saya tidak mau punya konflik dengan Tuhan. Ketika seorang manajer tidak mengikuti instruksi atau nasihat dari pemilik perusahaan, bahkan malah korupsi dan ambil keuntungan untuk dirinya sendiri—perhatikan, sudah pasti akan terjadi kekacauan.
Kita hidup di era yang menjunjung tinggi penalaran manusia. Contohnya seperti pemikiran, “Apa sih, untungnya buatku?” Kita mengejar ambisi yang egois, dengan bersandar pada pemahaman manusiawi kita sendiri.
Saya percaya dunia ini sedang mengalami kekacauan karena sikap yang malah menjunjung tinggi penalaran manusia dan bukan menjunjung pewahyuan ilahi. Seorang pengelola atau manajer yang baik pasti selalu mengikuti visi, kehendak, dan tujuan dari sang pemilik, bukan?
Ketika sebagai pengelola— yaitu Saudara dan saya—mulai mengelola hidup dengan pengertian manusiawi kita sendiri, dengan pemahaman manusia, dan bersandar pada kecerdasan dan perasaan manusia saja, bukan mengelola berdasarkan kehendak Tuhan yang diwahyukan, maka kita akan selalu mengalami kekacauan dalam hidup dan dunia kita.
Sharing Ps. Sidney – Di tahun 1999, waktu saya berumur 26 tahun, saya mendapat tawaran kontrak dari salah satu label rekaman besar di Indonesia untuk membuat album solo non-rohani atau sekuler.
Pada waktu itu, kontrak yang ditawarkan cukup menggiurkan secara finansial. Saat itu umur saya 26 tahun, baru pindah ke Indonesia beberapa tahun, dan gereja JPCC baru mulai dirintis— saya belum bekerja purna waktu sebagai pendeta.
Kalau secara pemahaman manusia, secara finansial, tawaran tersebut sih, tidak perlu dipikirkan lagi. Saya hanya perlu tanda tangan dan saya bisa dapat mobil baru— berhubung waktu itu saya cuma mampu beli mobil bekas yang butut sekali setelah bertahun-tahun naik kendaraan umum.
Kalau saya mau mengikuti pemikiran manusiawi saya, mengambil kontrak tersebut adalah keputusan yang baik. Namun, bahkan saat itu pun saya sudah mengerti bahwa semua talenta saya adalah milik Tuhan dan untuk Tuhan. Setelah saya berdoa dan bertanya, saya memutuskan untuk tidak mengambil kontrak tersebut.
Dan sampai hari ini saya tahu itu adalah keputusan yang tepat, karena saya yakin saya tak akan jadi “Sidney” yang hari ini ada di depan Saudara jika saya mengambil kontrak tersebut.
Jangan salah paham; saya tidak berkata bahwa kalau Saudara bermusik atau berbisnis, bekerja, hanya boleh di jalur rohani saja. Tidak; sama sekali bukan itu maksud saya. Maksud saya di sini adalah setiap kita harus mengejar kehendak Tuhan yang diwahyukan— yang Tuhan sudah rencanakan secara personal bagi Saudara—dan bukan sekadar bersandar kepada penalaran atau bahkan perasaan manusia saja. Inilah maksud dari ‘pengelola yang baik’.
Pastor Charles Swindoll pernah berkata: “Panggilan kehidupan Anda akan menjadi jelas ketika pikiran Anda diubahkan oleh pembacaan Alkitab dan oleh pekerjaan internal dari Roh Kudus. Tuhan tak pernah menyembunyikan kehendak-Nya dari kita.
Pada waktunya, saat Anda mematuhi panggilan untuk mengikuti Tuhan, tujuan hidup Anda akan terbentang di hadapan Anda. Kesulitan Anda terletak dalam menjaga agar tidak ada hal lain yang mengalihkan perhatian Anda.
Pastor A.W. Tozer menegaskannya lagi dengan berkata: “Aku adalah hamba-Mu untuk melakukan kehendak-Mu, dan kehendak itu lebih manis bagiku daripada kedudukan, kekayaan, atau ketenaran, dan aku memilihnya di atas segala sesuatu di bumi atau di Surga.”
Sering kali kita punya motivasi yang benar: “Pastor, saya mau jadi orang Kristen yang baik.” Kita semua bilang begitu. Namun kenapa, meski motivasi kita benar, kita sering tersandung dan membuat keputusan-keputusan yang salah?
Karena sering kali yang kita lakukan tidak didasarkan pada kehendak Tuhan atas kita; hanya berdasarkan pemikiran manusiawi saja. Kita jadi “orang Kristen” hanya dengan ikut-ikutan orang lain di gereja, tanpa kita benar-benar mengejar hadirat Tuhan secara pribadi dan mengenal Dia secara dekat.
Satu-satunya cara untuk mengetahui kehendak Tuhan dalam hidup kita adalah melalui hubungan ilahi yang intim dengan sang Pemilik hidup kita. Jika saya ingin membuka semua potensi dalam kehidupan saya dan menjadi seorang pengelola yang setia, saya harus mempunyai hubungan yang erat dengan Dia yang memercayakan semua potensi tersebut dalam diri saya. Betul, bukan?
Hubungan yang ilahi akan menghasilkan pengelola yang setia. Dalam alam jasmani, hubungan yang intim, hubungan erat menghasilan kehamilan. Kehamilan membuahkan suatu benih yang belum pernah ada dalam dunia.
Sama halnya dengan alam rohani. Kita mengeluarkan potensi baru— yang belum pernah dikeluarkan—melalui hubungan ilahi. Apakah Saudara dan saya punya hubungan yang erat dengan Tuhan, sehingga kita bisa mengenal kehendak-Nya atas hidup kita? Bagaimana kita bisa menjadi pengelola yang baik jika kita saja tidak pernah punya hubungan dengan sang Pemberi kehidupan kita?
Hubungan ilahi akan menghasilkan pengelola yang setia. Ini kebenaran sederhana: Segala sesuatu yang tak bisa kita kelola dengan baik pasti akan hilang dari hidup kita. Ini kebenaran yang sederhana.
Kita akan kehilangan apa yang tidak bisa kita kelola. Artinya, kita harus menjadi pengelola yang setia dan yang baik. Saya tahu waktu saya tidak banyak, jadi dengan cepat saja, ini tiga hal yang bisa kita perhatikan dan kelola dalam hidup kita terutama di zaman ini.
Pertama, mengelola kesehatan rohani dan jasmani kita.
Bagaimana mengelola kesehatan rohani kita?
Dengan memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan, dengan menyerahkan kendali kepada-Nya, membaca firman Tuhan dan mengejar hadirat-Nya, serta berada dalam komunitas orang-orang percaya yang akan terus membantu Saudara mengelola kesehatan rohani Saudara.
Kita juga perlu mengelola jasmani, tubuh kita— ini berbicara pada diri saya sendiri. Saya sadar bahwa ada hal-hal yang di luar kendali kita— mungkin Saudara sakit atau ada hal-hal yang menghalangi kesehatan jasmani Saudara. Namun saya yakin bahwa Tuhan mau kita menjalani hidup ini dengan sehat, makan yang bergizi dan berolahraga— sesuatu yang saya tahu banyak dari kita telantarkan selama dua tahun pandemi ini.
Saya tahu bahwa untuk menjalankan panggilan kehidupan kita, dibutuhkan tubuh dan pikiran yang sehat. Artinya, kesehatan jasmani juga bersangkutan dengan kesehatan mental kita.
Saya bukan sedang berkata bahwa Saudara perlu “healing time” dengan berlibur ke pantai, staycation, dan lain sebagainya—bukan itu. Kita harus bisa mengelola kesehatan mental kita dengan memiliki komunitas yang sehat.
Bahkan kalau perlu, kalau Saudara memang butuh, carilah bantuan profesional. Dan ini juga penting: jauhkan diri Saudara dari hubungan dan hal-hal yang meracuni pikiran dan hidup Saudara. Ini berhubungan dengan hal kedua yang perlu kita kelola.
Kedua adalah kita harus mengelola hal-hal yang memengaruhi kita.
Karena faktanya, hidup kita adalah gabungan dari segala hal yang kita ijinkan masuk ke dalam hidup kita. Kita terbentuk oleh apa yang kita gemari dan cintai.
Pertanyaannya, apakah Saudara mengelola hal-hal yang memengaruhi Saudara?
Baik itu media sosial, bacaan, tontonan, apa yang Saudara dengar, pengaruh-pengaruh lain yang mungkin membuat Saudara tambah stres atau depresi.
Apa yang Saudara ijinkan masuk ke dalam hidup Saudara, yang Saudara tahu sebenarnya tidak sehat bagi Saudara? Kelola hal-hal yang memengaruhimu hari-hari ini.
Ketiga, yang terakhir, mengelola berkat kita.
“Apa artinya, Pastor, mengelola berkat?”
Saya percaya bahwa kepengurusan artinya mengelola berkat kita dengan baik. Ijinkan saya jelaskan. Saya pernah membaca kutipan yang berkata begini:
“Before you complain, remember the days you prayed for what you have now.” “Sebelum Anda mengeluh, ingatlah hari-hari Anda berdoa untuk apa yang Anda miliki saat ini.”
Semua yang kita miliki hari ini pernah menjadi pokok doa kita di masa lalu, bukan? Pekerjaan kita, keuangan, hubungan, pernikahan, keluarga kita—semua dulu pernah menjadi doa kita. Namun berapa banyak dari kita sekarang malah menganggap remeh hal-hal itu?
Berapa banyak dari kita yang sekarang malah tidak menghargai hal-hal yang dulunya kita minta Tuhan untuk berikan, dan sekarang kita sudah punya?
Saya temukan banyak orang Kristen yang mengeluh dan berkata bahwa hidupnya tidak “diberkati”’ oleh Tuhan. Padahal berkat terbesar kita adalah Yesus Kristus yang sudah memberkati hidup kita dengan mati di kayu salib dan menyelamatkan Saudara dan saya.
Bila Saudara berkata: “Oh, saya tidak pernah, lho, merasakan mukjizatnya Tuhan.” “Apakah benar begitu? Saya bisa bangun setiap pagi, bisa menghirup nafas setiap saat dan masih bisa menikmati hari-hari saya dengan orang-orang yang saya cintai— ini semua mukjizat untuk saya. Kita bisa hidup dan bernafas hari ini, bisa menyembah Tuhan dan masuk ke hadirat Tuhan tanpa takut kita akan disambar petir karena semua dosa kita.
Bukankah itu mukjizat yang Yesus sudah berikan kepada kita?
Beberapa kali saya mendengar suami istri yang mengeluh tentang pasangan mereka, padahal mereka dulu sangat mengucap syukur mereka bisa menikah.
Katanya, “Suatu berkat untuk bisa menikah dengannya.” Namun sekarang malah jadi mengeluh. Banyak yang mengeluh tentang pekerjaan atau gaji yang kurang, padahal dulu mereka yang berdoa minta Tuhan berikan pekerjaan ini.
Sama seperti bangsa Israel mengeluh karena hanya makan manna dan burung puyuh saja di padang gurun, padahal semua itu turun secara ajaib dari Surga.
Saya rasa kita kurang handal dalam mengelola berkat kita. Kenyataannya, saya punya Yesus dalam hidup saya. Kebenarannya, Yesus saja cukup.
Yang lainnya adalah bonus dalam kehidupan kita. Apakah Saudara mengelola berkat Saudara dengan baik hari ini? Atau Saudara malah penuh dengan keluhan tentang hal-hal yang dulunya Saudara doakan setiap hari untuk Saudara dapatkan?
Kita tidak memberikan hidup kita untuk mendapatkan berkat. Kiita memberikan hidup kita untuk menjadi berkat. Kita tidak memberikan hidup kita untuk mendapatkan berkat. Kita memberikan hidup kita untuk menjadi berkat.
Jadi, bagaimana kita menjadi seorang pengelola yang setia bagi Tuhan?
Hanya dimulai dengan ini: Serahkanlah kepemilikan. Pahami bahwa hidup ini bukanlah milik saya. Tuhan adalah Pemilik, saya pengelolanya. Marilah kita hidup dengan menaruh seluruh kehidupan kita di tangan Tuhan, dengan tidak menggenggamnya erat-erat, tetapi dengan tangan yang terbuka, seperti perkataan Martin Luther: “Saya telah memegang banyak hal di tangan saya, dan saya telah kehilangan semuanya; tetapi apa pun yang saya taruh di tangan Tuhan, itu masih saya miliki.”
Closing Verse – Karena Allah sendirilah yang menjadikan segala sesuatu, dan segala sesuatu berlangsung melalui Dia dan untuk Dia. Berikanlah segala kemuliaan kepada-Nya sampai selama-lamanya! Amin Roma 11:36 (TSI).
P.S : Dear Friends, I am open to freelance copywriting work. My experience varies from content creation, creative writing for an established magazine such as Pride and PuriMagz, web copywriting, fast translating (web, mobile, and tablet), social media, marketing materials, and company profile. Click here to see some of my freelancing portfolios – links.
If your organization needs a Freelance Copywriters or Social Media Specialist, Please contact me and see how I can free up your time and relieve your stress over your copy/content needs and deadlines. My contact is 087877383841 and vconly@gmail.com. Sharing is caring, so any support is very much appreciated. Thanks, much and God Bless!