JPCC Online Service (18 October 2020)
Tidak terasa kita sudah berada di minggu ketiga di bulan Oktober. Kita juga baru saja masuk dalam masa PSBB transisi yang kedua. Saya berharap agar kita semua terus dapat melakukan bagian kita sebagai warga negara yang baik, dengan tetap memakai masker, rajin mencuci tangan dan menjaga jarak.
Hari ini kita akan melanjutkan tema kita bulan ini yaitu tentang Kesehatan. Dua minggu lalu Ps. Jose menyampaikan bahwa kondisi sehat bisa dicapai dan dijaga dengan memperhatikan pola hidup kita, penting untuk memperhatikan apa yang masuk (input) dan apa yang keluar (output), serta juga memperhatikan kualitas istirahat kita.
Kita perlu pastikan agar semuanya memiliki keseimbangan. Sementara minggu lalu Ps. Jeffrey juga mengajarkan bahwa kita perlu memperhatikan rasa sakit yang kita alami, karena rasa sakit adalah sebuah berkat tersendiri karena dengan mampu merasakan ini, kita bisa mencari tahu apa yang sedang tidak beres dalam hidup kita. Rasa sakit juga memiliki tujuan, yaitu untuk menambahkan nilai dalam hidup kita.
Kesehatan adalah topik yang sangat penting, dengan apa yang sedang kita alami sekarang, kita tentu semakin sadar bahwa kesehatan adalah berkat dan anugerah dari Tuhan yang sangat berharga. Kita perlu menjaga dan mengelolanya dengan baik.
Opening Verse – Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! 1 Korintus 6:19-20 TB
Rasul Paulus mengingatkan jemaat di korintus bahwa tubuh dan kehidupan mereka bukanlah milik mereka sendiri tetapi milik Tuhan. Bicara tentang kepemilikan, karena PSBB saya mulai belajar bermain Tenis. Pada awalnya saya tidak punya raket dan meminjam raket adik saya. Pelan-pelan saya menjadi tertarik untuk membeli raket sendiri, dan akhirnya saya mencoba mencarinya ke toko peralatan olahraga.
Ternyata ada begitu banyak jenis raket dengan berat yang berbeda-beda. Saat saya bertanya kepada penjual manakah tipe raket yang paling cocok untuk saya, dan dia kemudian dia hanya bisa menjelaskan kelebihan dari beberapa raket tenis yang ada. Saya juga diberitahu bahwa setiap orang juga memiliki kelebihan dan preferensinya sendiri.
Saya jadi bingung dan akhirnya sang penjual membantu saya dengan meminjamkan ke saya beberapa raket agar bisa saya gunakan dan dipilih untuk mengetahui tipe yang paling cocok untuk saya. Singkat cerita, saya menenteng beberapa raket ini keluar dari toko dan tersadar akan dua hal.
Pertama, saya sadar bahwa raket ini bukan milik saya. Dan yang kedua, beberapa raket yang saya bawa ini masing-masing punya harga yang mahal. Dengan dua kesadaran ini, saya jadi berhati-hati saat memakainya, memastikan bahwa raket ini bisa kembali ke pemiliknya dalam kondisi yang terbaik.
Dengan demikian, saya juga bisa memiliki reputasi yang baik sebagai seorang pembeli. Sama halnya dengan kondisi tubuh kita, seringkali kita tidak sadar bahwa tubuh kita bukan hanya milik kita sendiri, dan oleh karena itu, kita merasa memperlakukannya terserah sesuai apa yang kita mau.
Mungkin juga ini yang dilakukan oleh beberapa jemaat di Korintus, sehingga Rasul Paulus merasa perlu untuk mengingatkan bahwa tubuh dan hidup mereka adalah milik Tuhan, dimana mereka sudah ditebus oleh harga yang sangat tinggi dan sudah seharusnya mereka memperhatikan, mengurusnya sebaik mungkin agar bisa memuliakan Allah dengan tubuh kita.
Di dalam hidup kita pasti akan mengalami tantangan atau tekanan yang seringkali bisa menjadi pemicu stress dalam hidup. Banyak orang berpikir bahwa hidup yang baik adalah stress-free, tanpa tekanan sehingga mereka mencoba lari disaat ada tantangan dalam hidup.
Padahal, tanpa tekanan atau stress, Kita tidak akan bisa bertumbuh dan menjadi seorang pemenang. Seseorang hanya bisa menjadi pemenang kalau mereka sudah melewati sebuah pertandingan.
Dalam keseharian, begitu kita mendengar kata stress maka hal itu langsung dikonotasikan menjadi sesuatu yang negatif. Padahal sebenarnya ada dua jenis stress. Yang pertama adalah positive stress atau Eustress. Eu artinya baik, jadi eustress diartikan sebagai stress yang positif.
Kedua adalah Distress atau Stress yang negatif dan bisa berdampak buruk dalam kesehatan fisik dan mental kita. Eustress diperlukan dalam hidup kita karena dapat membuat kita termotivasi untuk mengejar tujuan kita, mendorong seseorang untuk menjadi produktif dan membuahkan hasil dalam hidupnya.
Tentunya Eustress bukan berasal dark situasi yang mengancam, tetapi melainkan datang dari sebuah tantangan yang sifatnya menyenangkan. Contohnya adalah ketika kita sedang tertarik kepada seseorang dan ketika kita melihat orang ini lewat di depan kita maka perasaan kita akan menjadi senang dan berbunga-bunga. Dan rasa utu menimbulkan sebuah dorongan untuk mendekat kepadanya.
Contoh lain ketika suatu hari kita mendapat tantangan bisnis atau pekerjaan baru dimana kita dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Kita akan merasa termotivasi untuk bekerja lebih rajin dan mengembangkan diri.
Di lain hal, Distress atau stress yang negatif seringkali muncul disaat seseorang mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dan sifatnya mengancam atau traumatis.
Contohnya adalah seseorang yang mengalami putus cinta, terlilit hutang, hubungan yang tidak harmonis, kondisi tubuh yang tidak sehat, konflik yang tidak kunjung selesai. Distress juga muncuk ketika porti tekanan yang dialami melebihi kapasitas emosi seseorang.
Ini gejala-gejala orang yang mengalami Distress :
– Mudah lelah dan lesu
– Tidak punya semangat hidup
– Emosional dan sensitif
– Gampang baper
– Pola tidur tidak baik (bisa terlalu banyak, sedikit atau bahkan tidak bisa tidur) dan akan berdampak ke performa kerja mereka.
Gejala-gejala ini perlu segera ditangani karena kalau tidak akan berdampak buruk ke kesehatan fisik dan mental kita. Kenyataannya adalah tidak ada satupun dari kita yang imun dari semua hal ini. Selama kita hidup, kita pasti akan menghadapi tekanan dan oleh karena itu kita perlu belajar bagaimana menyikapinya dengan baik.
Jangan lari atau in denial, tetapi belajar untuk mengelola stress dengan baik. Saya mau mengenalkan sebuah kata yang bisa membantu kita semua mengelola kesehatan di semua area hidup kita baik itu dari sisi mental, hubungan dan keuangan.
Kata itu adalah Margin. Menurut Dr. Richard A. Swenson, seorang dokter, peneliti dan penulis buku berjudul Margin, artinya adalah space between our load and our limits. Ruangan yang ada di antara beban yang kita pikul dan batas kapasitas maksimal kita.
Kalau kita berbisnis, maka kita mengenal margin sebagai persentase keuntungan dari produk yang kita jual. Sebagai pebisnis yang baik, tentunya kita perlu memiliki margin yang cukup atau pada porsinya. Tanpa margin, kita akan sulit bergerak dan setiap dari kita memiliki batasan kapasitas baik itu berupa fisik, finansial dan juga waktu.
Di sisi lain setiap dari kita tentu mau hidup di dalam kelimpahan, seperti apa yang Yesus janjikan.
Supporting Verse – Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Yohanes 10:10 TB
Bagaimana kita bisa berlimpah dalam batasan kapasitas yang kita miliki?
Kuncinya adalah dengan memiliki margin di setiap area kehidupan kita. Karena ruang extra itu akan memampukan kita untuk melakukan lebih di dalam batasan kapasitas yang kita miliki. Margin memampukan kita untuk menjadi tersedia kepada Tuhan dan juga orang lain.
Bagaimana cara untuk mengembangkan Margin dalam hidup kita?
Pertama, take responsibility, atau mengambil tanggung jawab.
Supporting Verse – Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:37-40 TB
Ayat ini adalah Hukum terutama atau The Greatest Commandment. Sebagai pengikut Kristus, mengasihi Tuhan dan sesama seperti kita mengasihi diri sendiri adalah misi kehidupan kita. Jadi, kita tidak bisa memberikan kasih kalau kita sendiri belum mengasihi diri kita sendiri.
Bentuk dari mengasihi diri kita adalah dengan mengambil tanggung jawab dalam mengurus dan memimpin diri sendiri. Prinsip yang sama juga berlaku dalam kepemimpinan. Kita akan kesulitan memimpin orang lain jika kita belum mampu memimpin diri sendiri.
Tentunya dalam self leadership, kita tidak bisa lepas dari kata disiplin.
Supporting Verse – Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. 2 Timotius 1:7 TB
For God did not give us a spirit of timidity or cowardice or fear, but [He has given us a spirit] of power and of love and of sound judgment and personal discipline [abilities that result in a calm, well-balanced mind and self-control]. 2 Timothy 1:7 AMP
Dikatakan bahwa disiplin memilik definisi sebagai sebuah kemampuan yang menghasilkan ketenangan, keseimbangan pikiran dan bisa menguasai diri. Orang yang disiplin adalah orang yang mampu menguasai dirinya. Mereka tidak mudah menyerah kepada perasaannya sendiri, dan sadar bahwa semua keputusan yang diambil mereka adalah tanggung jawab mereka sendiri dan bukan tanggung jawab orang lain.
Jika kita mau memiliki margin, kita perlu sadar bahwa kitalah yang perlu mengambil tanggung jawab dan bukan orang lain. Baik itu dari sisi kesehatan rohani, jasmani, jiwani serta finansial, adalah sepenuhnya tanggung jawab kita.
Saya temukan banyak orang merasa bahwa kalau mereka belum tergeletak di rumah sakit, itu artinya mereka baik-baik saja. Padahal belum tentu. Begitu juga dalam keuangan. Kalau belum terlilit hutang artinya masih baik. Begitu juga dalam pernikahan jika belum ada pertengkaran besar, padahal belum tentu itu baik-baik saja.
Disaat kita berpikir bahwa semua baik-baik saja, kita menjadi lengah mengambil tanggung jawab untuk senantiasa menjaga, merawat dan mengerjakannya. Kita perlu memiliki margin atau ruangan ekstra dalam hidup agar bisa dipakai Tuhan, karena kita melayani dari kelimpahan, dan untuk melakukannya kita perlu untuk menjadi pribadi yang mengambil tanggung jawab.
Kedua, Belajar untuk identifikasi dan mengakui pergumulan kita, identify and admit our struggle.
Apakah itu di area finansial, hubungan, atau di area kesehatan jasmani. Ambil waktu untuk identifikasi, coba gali dan temukan. Kalau kita tidak bisa mengidentifikasi apa yang membuat kita merasa kewalahan maka kita tidak tahu apa yang sedang kita hadapi, apalagi cara mengatasinya.
Ambil waktu dan coba tuliskan perasaan dan pergumulan yang kita hadapi. Dan setelah kita identifikasi, kita perlu akui keberadaan kita hari ini. Banyak orang yang ‘in denial’ dengan pergumulan mereka karena takut dianggap lemah. it’s okay to not be okay.
Kenyataannya dalam hidup ada saatnya kita memang sedang tidak baik-baik saja. Bahkan Yesus sendiri sebelum disalibkan dan saat berada di taman Getsemani, dikatakan bahwa Dia mulai merasakan sedih dan gentar, dan mulai berkata kepada tiga orang terdekatnya (Yakobus, Petrus dan Yohanes).
Supporting Verse – lalu kata-Nya kepada mereka: ”Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” Matius 26:38 TB
Ini seorang Yesus yang adalah Anak Allah dam sanggup melakukan begitu banyak Mukjizat, dan bahkan membangkitkan orang mati. Dia memilih untuk menjadi begitu rentan dan mengakui perasaan dan pergumulanNya. Dia bahkan juga meminta tolong agar ditemani tiga orang terdekatNya dalam menghadapi pergumulanNya saat itu.
Yesus memberikan teladan dan pesan bahwa “It’s okat not to be okay”. Mengakui pergumulan kita bukan berarti kita lemah, justru diperlukan keberanian untuk berani terbuka dan menyatakan bahwa kita perlu pertolongan orang lain.
Saya tahu bahwa itu bukan hal yang mudah di budaya orang asia. Oleh karena itu saya mau agar kita semua bisa belajar berkata “I am not okay, I need help”.
Sewaktu kita mengatakan ini, ada sebuah perasaan lega yang muncul. Masalah masih ada, tapi kita merasa lebih baik dan punya margin, merasa bisa bernafas dan memiliki ruangan ekstra.
Jadi cobalah Identifikasi dan akui pergumulan kita, serta cari pertolongan kepada orang dan tempat yang tepat. Komunitas yang sehat seperti DATE adalah tempat yang tepat.
Ketiga, adalah fokus ulang atau Refocus. Untuk mengembangkan margin, kita perlu mengambil waktu untuk fokus ulang perhatian kita kepada hal yang seharusnya menjadi priotas kehidupan kita.
Kunci untuk fokus adalah eliminasi. Kita perlu mengeliminasi hal-hal yang sebenarnya bukan prioritas, tetapi mulai menggeser apa yang prioritas.
Saya temukan ada orang-orang yang mempunyai kalendar yang begitu penuh. Itu artinya kita sudah tidak punya margin.
A full calendar may mean a full life but it doesn’t necessarily mean a fulfilling life.
Ingat, semua dari kita punya batasan waktu yang sama, 24 jam dalam satu hari. Jadi mungkin kita perlu lihat kembali bagaimana menggunakan waktu kita. Kita perlu fokus ulang dan melakukan penyesuaian penggunaan waktu kita dalam aktifitas yang bisa menambahkan margin dalam kesehatan roh, tubuh dan jiwani.
Aktifitas tersebut biasanya hal-hal esensi seperti saat teduh untuk merenungkan Firman, atau mengambil waktu berolahraga dan merencanakan waktu makan yang sehat. Bisa juga mengambil waktu untuk merencanakan keuangan kita dengan menabung, maka kita akan menambahkan margin dalam kehidupan finansial kita dan selanjutnya memampukan kita untuk memberi.
Kita juga bisa meluangkan waktu, memastikan waktu untuk orang terdekat kita. Hal ini memberikan margin dalam hubungan pernikahan, keluarga dan juga sahabat kita. Tidak kalah pentingnya adalah istirahat, istirahat akan memberikan kita margin dalam bentuk energi, kemampuan untuk bisa fokus dan bekerja dengan maksimal dimanapun Tuhan tempatkan kita berada.
Dengan refocus atau fokus ulang secara berkala, kita memastikan agar diri kita tetap berada di dalam trek yang benar dalam mengerjakan kesehatan kita.
Itulah tiga hal yang bisa kita lakukan dalam mengembangkan margin di hidup kita. Take Responsibility, Identify and admit our struggle, and Refocus.
Margin yang cukup dalam semua area kehidupan kita akan menolong kita untuk bisa memiliki roh, tubuh, jiwa serta hubungan yang lebih sehat dan dengan demikian, kita bisa melayani orang lain dari kelimpahan kita. Saya harap ini memberkati dan membantu kita semua. Ini doa saya untuk kita semua.
Closing Verse – Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita. 1 Tesalonika 5:23 TB
