JPCC Kota Kasablanka Good Friday Service 3 (19 April 2019)
Hari ini kita akan berbicara khususnya mengenai Pengorbanan dan juga belas kasihan. Bagi anda yang berjemaat di JPCC, bulan ini juga kita sedang melakukan persembahan khusus bernama Excellent Sacrifice, sebagai wujud dari apresiasi kita terhadap Pengorbanan terbesar yang sudah terlebih dahulu diberikan Tuhan bagi kita semua.
Sebagai pembuka kotbah hari ini, mari kita baca kisah dibawah ini.
Opening Verse – “Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus. Ada orang yang menjadi gusar dan berkata seorang kepada yang lain: “Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini? Sebab minyak ini dapat dijual tiga ratus dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin.” Lalu mereka memarahi perempuan itu. Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. Tubuh-Ku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburan-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.” Markus 14:3-9 TB
Apa yang dilakukan perempuan ini masih dibahas dan diperingati sampai saat ini, terutama mengenai pengorbanan yang telah dilakukan-nya.
Saya beri judul kotbah ini sebagai “The Scent of Sacrifice” atau Aroma dari sebuah pengorbanan.
Ada aroma atau bau semerbak dari pengorbanan wanita ini yang dapat dirasakan oleh orang sekitarnya.
Dari kisah ini kita lihat bahwa Dia ada di rumah seseorang bernama Simon si kusta, tentu kusta ini bukan nama belakang keluarganya, tetapi dia dikenal sebagai Simon si Kusta.
Saya percaya bahwa saat Yesus makan di rumahnya, dia sudah tidak lagi mengalami penyakit kusta tetapi karena konteks kehidupan orang yahudi menjelaskan bahwa jika seorang sedang sakit kusta, tidak mungkin dia bisa tinggal sendiri di rumahnya. Jaman itu orang yang sakit kusta harus dikucilkan dan tinggal dengan area yang terpisah dengan orang sekitar.
Kusta adalah penyakit yang sangat menular dan penderita penyakit ini begitu dikucilkan oleh masyarakat. Jadi fakta bahwa Yesus sudah bisa makan di rumahnya, seharusnya ini menjelaskan bahwa Simon sudah sembuh dari penyakit kustanya.
Menarik bahwa orang yang sudah meninggalkan masa lalunya, dan sudah dipulihkan dari masa lalu tetap tidak bisa lepas dari panggilan masa lampaunya, mungkin ada beberapa dari kita yang mengalami hal yang sama, baik dari masa lalu sebagai pengedar, penipu, penzinah, penjudi dan lain sebagainya.
Tetapi apapun masa lalu kita, karena Anugerah Tuhan, kita bisa tidak lagi menjalani dan menghidupi cara hidup yang lama, tetapi Dunia mungkin tidak bisa melupakannya, termasuk teman-teman kita dan bahkan diri kita sendiri.
Begitu juga dengan Simon si Kusta, dari kisah diatas, ada kejadian dimana saat mereka makan, tiba-tiba mereka mencium aroma berbeda, aroma minyak wangi narwastu yang sangat mahal dan dicurahkan kepada Yesus oleh seorang perempuan.
Hal ini membuat gusar beberapa orang disana, dan orang-orang yang gusar itu langsung bertanya dan menghasut orang sekitarnya mengenai pemborosan minyak wangi tersebut, dan akibatnya ada beberapa orang yang terpengaruh dan mulai menghardik perempuan itu.
Kebanyakan dari kita bisa dengan mudah mengambil posisi dari perspektif si wanita karena kita sudah mengetahui akhir dari kisah ini. Ada beberapa perspektif di Kisah ini.
Apakah kita mengambil posisi sebagai wanita yang rela berkorban, atau sebaliknya dari sisi orang-orang yang gusar, dan tanpa kita mengerti dan menyadari kedua sisi ini, kita tidak akan memahami latar belakang mereka.
Untuk saya, ini adalah pelajaran tentang Nilai, karena Nilai-lah yang menentukan kerelaan kita untuk berkorban.
1. Pengorbanan kita ditentukan oleh Nilai yang kita tetapkan atas segala sesuatu atau Pengorbanan kita yang menentukan atas apapun yang kita rela korbankan.
Pengorbanan menentukan Nilai, atau Pengorbanan juga ditentukan oleh Nilai. Nilai yang tinggi atau rendah akan ditentukan oleh kerelaan kita untuk berkorban.
Ada banyak orang tidak rela berkorban untuk pernikahan-nya demi karir ; dan juga ada orang tua yang rela mengorbankan rumah tangga mereka demi apapun yang mereka kejar. Nilai menentukan pengorbanan dan Nilai juga ditentukan oleh Pengorbanan.
Mari kita lihat kedua perspektif dan alasan mereka berdua dari kisah diatas.
Supporting Verse – “Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.” Yohanes 12:1-3 TB
Dari injil lain yang juga menceritakan kejadian yang sama ini, kita bisa melihat dari sisi wanita ini. Wanita yang rela berkorban ini rupanya adalah Maria, saudara dari Lazarus, Lazarus yang sempat mati selama 4 hari di kota yang sama yaitu Betania.
Maria yang sama dan juga sempat menggerutu kepada Yesus bahwa kedatangan-nya yang terlambat menyebabkan kematian saudaranya, berkesimpulan bahwa Lazarus sudah mati, dan tidak mungkin lagi bisa bangkit, dan kemudian melihat dengan matanya sendiri bagaimana Yesus bisa memanggil Lazarus keluar dari kuburnya.
Bayangkan jika kita ada di sisi Maria, disaat kehilangan orang yang kita kasihi dan merasakan bahwa semua harapan hancur, dan kemudian melihat Pribadi Yesus yang datang dan memulihkan kembali harapan serta hidupnya.
Jika kita ada di posisi maria, mungkin kita juga akan melakukan hal yang sama, dan rela berkorban sebegitu rupa dalam pemberian dan pelayanan yang dilakukan.
Begitu juga dengan begitu banyak volunteers disini yang rela berkorban sedemikian rupa (cth : rela meninggalkan rumah jam 4 pagi demi pelayanan), semua dikarenakan mereka mempunyai pengalaman yang pribadi dengan Tuhan.
Mereka tahu apa artinya kehidupan yang dipulihkan oleh Tuhan, dan mengerti betul apa arti Yesus dalam hidupnya. Untuk mereka, apa yang mereka lakukan ini tidak setimpal dengan apa yang telah Yesus lakukan untuk kita semua.
Sebaliknya, dari sisi orang-orang yang gusar, mereka tidak pernah mengalami apa yang Maria alami yaitu pengalaman secara pribadi dengan Yesus.
Saya sendiri dulu pernah mengalami hal ini, melihat dan merasakan bahwa ada orang yang melakukan penyembahan dan memberikan persembahan dengan berlebihan, tetapi kita tidak bisa menghakimi mereka, dan saya menyadari bahwa mereka melakukan itu karena mereka menghargai dan menghormati Tuhan dan tahu siapa Tuhan bagi mereka semua.
Supporting Verse – “Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.” Yohanes 12:4-6 TB
Dari kisah ini, kita temui bahwa orang yang gusar ini adalah Yudas Iskariot, orang yang berada dalam lingkaran orang dalam Yesus dan bahkan sudah melihat semua mukjizatnya. Dia hanya melihat tetapi tidak mengalami Tuhan, meskipun dia ada bersama dengan Yesus, tetapi dia lebih cinta uang dibandingkan Yesus. Tidak heran sekarang kita tahu mengapa dia sampai rela untuk menjual Yesus.
Sebelum kita mengalami atau menerima apa yang Yesus lakukan, itu adalah sesuatu yang pribadi. Kalau bukan karena Tuhan yang ada dalam hidup kita, kita tidak akan bisa sebagaimana kita ada seperti sekarang ini.
Sharing Ps. Jose – Disaat saya merenungkan apa yang Yesus lalukan dalam kehidupan saya, saya menjadi terharu. Kalau bukan karena Yesus, mustahil saya bisa menjadi pendeta dan membagikan Firman seperti sekarang ini.
Sejak kecil saya bukan anak yang baik, saya dari kecil sudah belajar mencuri, dan mempunyai mimpi menjadi orang kaya. Hal ini dikarenakan motto ayah saya yang melayani sebagai Hamba Tuhan yang berpendapat bahwa Hamba Tuhan itu miskin di bumi dan kaya di surga, tetapi saya ingin agar saya bisa kaya di bumi dan di surga.
Mungkin saja jika saya tidak kenal Tuhan, saya bisa menjadi kaya di dunia, tetapi cara saya menjadi kaya akan tidak membanggakan, kalau tidak bertobat, saya bisa menjadi orang yang sangat licik, karena Tuhan-lah saya bisa sadar bahwa kesetiaan dan kejujuran adalah harta paling berharga yang bisa kita pegang dalam hidup.
Kalau bukan karena Tuhan, saya bisa pastikan bahwa saya tidak akan berdiri di tempat ini untuk melayani jemaat, saya mungkin akan punya nama panggilan “Jose si Penipu”, atau “Jose si Pencuri”. Itulah yang saya ingat disaat mengingat kebaikan Tuhan dalam hidup saya.
Saya juga ingat akan hari-hari dimana saya terbaring di lantai dalam proses penyembuhan retina mata saya yang hampir lepas. Kalau tidak karena Tuhan, saya tidak akan bisa melewati masa-masa seperti ini.
Pengorbanan kita kepada Yesus ditentukan oleh seberapa besar Yesus berarti untuk kita, kerelaan kita untuk berkorban bagi kita dan sesuatu, serta kerelaan kita untuk berkorban bagi gereja tergantung akan seberepa besar arti gereja tersebut untuk diri kita.
Ada orang yang bersaksi kepada saya mengapa mereka bersedia berkorban, melayani dan memberikan begitu banyak kepada gereja, mereka berkata bahwa gereja adalah tempat dimana mereka mengalami kasih tak bersyarat, tempat mereka mengalami Tuhan, dan bagi orang seperti itulah, mereka akan rela memberikan segalanya.
Pertanyaan-nya, Siapakah Yesus bagi kita? Apakah Yesus hanya seperti cuplikan kisah atau sejarah? Maka kedatangan kita kesini hanya untuk memenuhi kebutuhan agamawi saja. Atau sebaliknya apakah kita tahu bahwa Yesus adalah pribadi yang mengasihi kita tanpa syarat? Maka saya yakin kita akan bernyanyi dan menyembahnya dengan cara yang berbeda, bukan karena apa yang orang lain lakukan tetapi karena apa yang kita alami di hati kita.
Kalaupun kita mengambil posisi seperti Yudas, jangan merasa terkucilkan, karena sayapun pernah ada di posisi itu, dan ada berita baik untuk kita semua yang ada di posisi ini.
Kita bisa menjadikan apa yang kita alami bersama Yesus menjadi sesuatu yang pribadi untuk kita semua. Disaat kita mengalami Tuhan secara pribadi, posisi kita kita juga akan berubah. Ijinkan saya menjelaskan apa arti “pribadi” ini melalui pengalaman saya dulu.
Sharing Ps. Jose – Suatu kali sewaktu saya masih kuliah di Jerman, saya punya teman sekamar yang tiba-tiba punya pacar, dan suatu kali pacarnya mulai menulis begitu banyak surat dan kartu kepadanya. Dia begitu bahagia dan terus membuka dan mulai mencium surat yang begitu wangi ini.
Tetapi untuk teman sekamarnya yang belum punya pacar, hal ini bisa menjadi sesuatu yang menyebalkan dan terus berlangsung berhari-hari dan bahkan berminggu-minggu. Dia lakukan ini secara terus menerus.
Setiap kali saya melihat dia, Dia suka bilang, “Kesal ya? Tunggu sampai giliran kamu mengalaminya”, dan saya bersyukur bahwa nubuatan dia tidak terlalu lama, dan suatu hari saya menerima kartu dari calon istri saya, Hanna.
Kartu ini tidak tebal dan berhalaman-halaman, dan saya juga hanya mendapat satu kartu saja. Kartu ini datang bersama dengan foto-foto yang kita ambil saat saya menghabiskan waktu bersamanya di Jakarta.
Disaat saya membuka kartu ini, saya jadi teringat akan perasaan dari apa yang teman saya rasakan selama ini. Saya mulai mencoba membuka kartu itu, dan mulai mencium kartu tersebut, isi kartu yang pendek itu cukup untuk membuat saya membacanya berkali-kali dan merasakan apa yang teman saya rasakan, itu bedanya antara disaat kita membaca surat orang lain dan surat untuk diri kita sendiri.
Begitu juga dalam kehidupan spiritual kita, bagi orang yang tidak mengalami Tuhan secara pribadi, mereka mungkin bisa berpikiran “lebay” terhadap orang lain yang begitu bersemangat dalam melayani dan menyembah Tuhan. Sama halnya seperti Yudas yang tidak pernah mengalami Tuhan seperti Maria.
Siapakah Yesus bagi kita semua? Saya berdoa agar Yesus bukan hanya secuplik sejarah, dan Kematian Dia bisa menjadi sesuatu yang pribadi bagi kita semua, sehingga pengorbananNya punya nilai tersendiri dalam hidup kita.
Jesus christ did not come into this world to make bad people good, He came into this world to make dead people live.
Yesus datang untuk membuat orang yang mati mendapatkan kehidupan kembali. Kehidupan yang tadinya mati bisa dihidupkan kembali, Pengorbanan kita ditentukan dan menentukan Nilai yang ada dalam hidup kita.
2. Pengorbanan kita sangat ditentukan oleh Iman kita kepada Tuhan, Percaya kita kepada Tuhan.
Iman kita yang menentukan seberapa jauh kita rela berkorban. Seperti halnya disaat Abraham yang rela untuk mengorbankan Ishak, anak satu-satunya yang begitu diinginkan dan dikasihi olehnya.
Kita tidak temukan bahwa Abraham menggeretu akan perintah Tuhan ini, kita semua tentu sudah tahu kisah akhir dari cerita ini, dan buat orang ketiga, saya sering mengamati bahwa orang suka berkomentar bahwa Tuhan begitu kejam, memberikan mukjizat tetapi tidak begitu lama juga diambil kembali sebagai persembahan. Tetapi saya tidak menemukan Abraham mempunyai perspektif ini.
Mungkin saja, perspektif Abraham seperti ini. Abraham tahu bahwa Ishak adalah hadiah paling berharga yang sudah diterima olehnya, dan berat baginya untuk memberikan-nya kepada Tuhan. Dia mungkin tidak tahu dan mengerti kepada Tuhan memintanya, dan tidak tahu akan masa depan-nya.
Tetapi Abraham tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan yang baik, Tuhan yang penuh dengan kasih setiaNya, dan juga Tuhan yang berkuasa, dan kalau bukan karena Tuhan, dia tidak mungkin ada pada hari itu bersama dengan Ishak. Fakta berkata bahwa kalau Ishak ada saja adalah mukjizat yang besar untuk Abraham.
Jika Tuhan memintanya, siapakah aku untuk tidak percaya kalau Dia mampu memberikannya, Dia juga bisa mengembalikan-nya.
Tahukan kita bahwa seringkali Tuhan menantang kita untuk berkorban? Tujuannya bukan untuk mengambil dari kehidupan kita, tetapi tujuannya adalah untuk menambahkan dalam hidup kita, melepaskan apa yang ada di genggaman tangan kita agar bisa dilipat gandakan olehNya.
Cara kita untuk bisa melipatgandakan apa yang ada di tangan kita, memperluas dan memperbesar kehidupan kita adalah dengan mengorbankan apa yang Tuhan ijinkan untuk kita kelola.
You never lose what you sacrifice, but you will lose what you hold on to yourself.
Kita tidak akan betul-betul merasa hilang akan apa yang berani kita korbankan, tetapi yang kita pertahankan akan sebaliknya menjadi hilang,
Sesuatu yang kita berani korbankan tidak akan pernah kembali dengan sia-sia, tetapi perlu pengalaman pribadi dengan Tuhan, dan Iman untuk percaya kepada Tuhan agar kita mempersembahkan benih agar bisa ditabur dan kemudian dilipat-gandakan oleh Tuhan.
Closing Verse – “Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.” Markus 8:34-35 TB
Saya tahu ada begitu banyak orang yang ditantang Tuhan untuk memberikan Excellent Sacrifice, saya berdoa supaya perjalanan Imam kita bersama Tuhan akan memampukan kita semua untuk melakukan apa yang perlu kita lakukan, sehingga kita diberdayakan Tuhan lebih lagi dan bisa menjadi saksi atas kebaikan Tuhan dalam hidup kita semua.
Upper Room dan Kota Kasablanka tidak akan pernah ada jika tidak ada begitu banyak orang yang rela berkorban. Saya percaya bahwa generasi ini akan terus berlanjut dan terus memberikan yang terbaik. Hubungan pribadi kita dengan Tuhan yang akan menentukan pemberian dan pelayanan kita kepadaNya melalui gereja dan juga hidup kita.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip akan apa yang Martin Luther katakan mengenai belas kasihan dan kisah orang samaria.
Alkitab mencatat kisah yang extravagan tentang belas kasihan, dimana seorang yahudi dirampok dan dipukuli di tengah jalan dan tidak ditolong oleh orang sebangsanya seperti orang iman dan orang lewi yang melewatinya, dan sebaliknya malah ditolong oleh orang samaria yang merupakan orang asing dan bukan orang sebangsanya, dia bukan hanya berhenti tetapi juga memberikan uang untuk memastikan bahwa pengobatan dan tempat tinggal sementara tersedia untuk si orang yahudi.
Sungguh luar biasa, dan kita mungkin tidak tahu akan apa yang orang samaria ini pernah alami dalam hidupnya sehingga dia mau dan rela berkorban seperti itu. Hal ini juga mengajarkan kita untuk lebih berempati kepada orang di sekeliling kita.
If I stop to help this man, what would happen to me? If I do not stop and help this man, what would happen to him? – Martin Luther.
Pertanyaan yang sungguh berbeda, yang satu fokusnya hanya kepada diri sendiri sementara pertanyaan kedua fokus kepada orang lain. Jika kita ingin punya hidup yang mempunyai dampak melebihi masa hidup kita, beranilah mengorbankan apa yang berharga dalam hidup kita. Sebagaimana yang kita alami dari Tuhan kita yang sudah memberikan Pengorbanan yang terbaik di Kayu Salib.